Oleh : Evi Avyanti, S.Pd.
(Guru SMA di Bandung Jawa Barat)
“Beri aku sepuluh pemuda niscaya akan kuguncang dunia”, demikian ungkapan Sang Proklamator Ir. Soekarno yang menunjukan harapan bahwa masa depan sebuah peradaban bangsa ditentukan oleh generasi saat ini. Tapi sepertinya itu jauh panggang dari api, harapan terhadap pemuda untuk bisa membangkitkan bangsa bisa pupus dengan melihat fakta belakangan ini, terutama terjadi pada beberapa pelajar yang justru melakukan perbuatan yang jauh dari harapan kebangkitan, yakni tawuran. Apa penyebab tawuran terus berulang terjadi? dan bagaimana Islam memberikan solusi terhadap sistem pendidikan negeri ini?
Tawuran berulang terjadi di berbagai daerah, diantaranya terjadi di Semarang delapan orang pelajar SMP ditangkap polisi karena membawa sajam, yang akan melakukan tawuran (Republika.co.id, Selasa 15 Februari 2022). Di Kabupaten Bandung Barat (KBB), tawuran melibatkan dua kelompok remaja dipicu karena salah paham (Tribunjabar.id, Minggu, 23 Januari 2022). Di Depok, tujuh orang ABG dengan membawa sajam (celurit dan parang) ditangkap polisi, tiga lainnya melarikan diri dengan meninggalkan kendaraannya, dilansir dari detikNews (Minggu, 27 Februari 2022). Tidak hanya pada tahun ini, tawuran kerap terjadi pada tahun sebelumnya. Jika tawuran pelajar terjadi berulang berarti bukan lagi suatu yang kebetulan atau kesalahan individu, tapi ada kesalahan sistemis yang harus kita evaluasi untuk mengetahui akar permasalahannya. Tidak hanya tawuran saja, permasalahan lain juga menambah daftar panjang buramnya pendidikan di negeri ini, diantaranya pergaulan bebas remaja, narkoba, bullying, pelecehan seksual dan sebagainya adalah contoh kegagalan sistem pendidikan sekuler.
Sebenarnya, sudah terdapat dua aturan terkait pencegahan dan penanganan tindakan kekerasan di lingkungan pendidikan, yaitu Permendikbud 82/2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Satuan Pendidikan; dan Permendikbudristek 30/2021 terkait dengan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Bahkan tahun lalu pemerintah membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Bidang Pendidikan yang diresmikan pada 20/12/2021. Tapi faktanya regulasi tersebut tidak cukup mampu menangkal kenakalan remaja yang kian meresahkan.
Koreksi Mendasar
Jika kita telusuri, yang menyebabkan terjadinya tawuran pelajar dilihat dari dua faktor yaitu internal dan eksternal.
Faktor internal adalah hilangnya identitas diri remaja. Akidah nya bukan lagi islam tapi sudah sekuler yang menjauhkan remaja dari aturan agama . Kurangnya iman dan pemahaman agama menyebabkan remaja memiliki gaya hidup permisif serba bebas dalam memenuhi segala macam kebutuhan dan potensi hidupnya. Dalam eksistensi diri mereka melakukan cara-cara yang jauh dari tuntunan agama, mereka memandang bahwa kebahagiaan hidup adalah mendapatkan kepuasan materi semata, seakan-akan hidup hanya untuk bersenang-senang saja, suka bermaksiat dan kurang adab. Batinnya kosong dengan nilai Islam. Alhasil, remaja kita menjadi rapuh, akhirnya banyak di antara remaja mengalami depresi hingga berakhir bunuh diri.
Adapun faktor eksternal terbagi menjadi tiga aspek, yaitu keluarga, lingkungan dan negara. Faktor keluarga ialah paradigma pendidikan orang tua terhadap anak-anak mereka. Peran orang tua sangat dibutuhkan untuk membimbing dan membina remaja menjadi sosok yang berkepribadian mulia, serta menciptakan suasana pendidikan di rumah yang kondusif supaya semua anggota keluarga tidak terbawa arus sekularisasi dan liberalisasi yang merusak.
Faktor lingkungan sangat berpengaruh juga terhadap pembentukan kepribadian generasi. Lingkungan (sekolah dan masyarakat) menjadi tempat anak-anak tumbuh dan berkembang. Dalam masyarakat sekuler, agama tidak lagi menjadu pedoman hidup secara mutlak. Islam tidak lagi menjadi standar dalam menilai perbuatan. Akibatnya, pergaulan remaja menjadi bebas nilai. Gaya hidup yang cenderung liberal dan hedon telah merusak kehidupan remaja. seperti zina, hamil di luar nikah, hingga aborsi.
Sedangkan faktor negara, berwenang dalam penerapan kurikulum dan sistem pendidikan. Yang menjadi tugas negara adalah menciptakan suasana takwa pada setiap individu, melindungi generasi dari paparan ideologi sekuler kapitalisme yang merusak kepribadian mereka, menyaring dan mencegah tontonan yang tidak mendidik; konten porno atau tayangan yang mengajarkan nilai-nilai liberal, mengevaluasi, mengoreksi, serta merevolusi total sistem pendidikan agar tawuran antar pelajar dan problem remaja lainnya dapat terselesaikan secara tuntas.
Pendidikan Berbasis Sistem Islam
Pendidikan dalam Islam merupakan upaya sadar dan terstruktur, serta sistematis untuk menyukseskan misi penciptaan manusia sebagai hamba Allah SWT dan khalifah Allah di muka bumi, yang tidak hanya ahli dalam IPTEK tapi juga berkepribadian Islam.
Asas pendidikannya adalah akidah Islam. Asas ini berpengaruh terhadap penyusunan kurikulum pendidikan, sistem belajar mengajar, kualifikasi guru, pengembangan budaya, dan interaksi di antara semua komponen penyelenggara pendidikan.
Sistem pendidikan Islam memadukan tiga peran sentral yang berpengaruh pada proses perkembangan generasi. Pertama, keluarga sebagai sekolah pertama dalam mencetak bibit unggul generasi. Setiap keluarga muslim harus menjadikan akidah Islam sebagai basis dalam mendidik dan membentuk ketakwaan dan kepribadian islami anak yang dapat mencegahnya dari berbuat maksiat.
Kedua, masyarakat. Dalam sistem Islam, masyarakat berperan menciptakan lingkungan kondusif dalam ketaatan pada Allah SWT dan menjaga terlaksananya amar makruf nahi mungkar, suasana tersebut akan berdampak positif pada anak-anak. Jika masyarakatnya baik, individu pun ikut baik.
Ketiga, negara. Tugas negara adalah menyelenggarakan pendidikan secara komprehensif, menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai, mulai dari kurikulum berbasis akidah Islam, sarana dan prasarana, pembiayaan pendidikan, tenaga pengajar profesional, hingga sistem gaji guru yang menyejahterakan. Negara juga melakukan kontrol sosial dengan melakukan pengawasan atas penyelenggaraan sistem Islam kafah. Negara menerapkan sanksi yang adil bagi para pelanggar syariat, seperti pelaku tawuran, pezina, atau pelaku maksiat lainnya.
Dengan penerapan sistem Islam maka pendidikan akan maju, output yang dihasilkan tidak hanya cerdas dalam IPTEK tapi juga berkepribadian islami. Hal itu sudah dibuktikan dalam sejarah massa kejayaan Islam khususnya dalam bidang Pendidikan; pada massa Khalifah Abasiyyah, pendidikan Islam menjadi trendsetter dunia dan lahir banyak ilmuwan muslim seperti Ibnu Sina, Al Khawarizmi, dan sebagainya. Hanya sistem pendidikan Islam yang bisa menuntaskan tawuran dan masalah lainnya. Wallahualam.[]