Penulis : Sri Indrianti (Pemerhati Sosial dan Generasi)
Tak henti-hentinya proyek infrastruktur berlangsung. Terdapat proyek infrastruktur baru di Kabupaten Tulungagung yakni tol Tulungagung-Kepanjen yang menghubungkan Kabupaten Tulungagung dengan Kota Malang. Proyek jalan tol ini diperkirakan bisa direalisasikan pada tahun 2023.
Jalan tol yang diberi nama Tol Agungblijen ini diproyeksikan memiliki panjang 99,91 kilometer. Dari total panjang itu, ruas jalan tol yang melewati Kabupaten Tulungagung memiliki panjang 33 kilometer, yang melintasi 43 desa di tujuh kecamatan. Jalan tol ini akan terkoneksi dengan Jalan Tol Malang-Kepanjen, serta ruas Tol Kediri-Tulungagung. Anggaran pembangunan Tol Agungblijen berasal dari Asian Development Bank (ADB). (republika.co.id, 24/2/2022)
Proyek pembangunan jalan bebas hambatan ini sebenarnya bagus. Dikarenakan dengan adanya jalan tol maka akan mempermudah dan memperlancar arus tranportasi. Dengan lancarnya arus transportasi maka diharapkan akan meningkatkan pelayanan distribusi barang dan jasa dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi. Selain itu, adanya jalan tol di berbagai daerah juga bisa menjadi bukti terjadinya pemerataan pembangunan.
Hal ini senada dengan pemaparan dari Tim Lingkungan Final Bussiness Case, Sugihartini, ST.C.EIA dan DR. Ir. Ridwan Hoesin, MS., bahwa tujuan dari pembangunan jalan tol Tulungagung-Blitar-Kepanjen ini guna meningkatkan ekonomi kawasan termasuk pengembangan wilayah kabupaten dengan harapan dapat memberikan dampak positif dengan meningkatnya efisiensi kegiatan ekonomi dan menunjang pembangunan kawasan strategis. (tulungagung.go.id, 22/2/2022)
Jika melihat tujuan dan manfaat pembangunan jalan tol tersebut seakan-akan merupakan hal yang positif. Pemerintah seakan-akan sangat memperhatikan pemerataan pembangunan di berbagai wilayah. Sayangnya, proyek infrastruktur jalan tol yang semestinya memberikan manfaat untuk masyarakat ternyata justru merugikan masyarakat.
Pasalnya, untuk bisa melewati jalan tol tersebut harus membayar dengan tarif yang tidak murah. Selain itu, pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol biasanya masyarakat hanya akan mendapatkan ganti rugi yang tidak sebanding. Tentu saja hal ini berpengaruh dalam menurunnya perekonomian masyarakat.
Dampak negatif lainnya yang ditimbulkan adalah berkurangnya lahan produktif dan meningkatnya polusi udara karena banyaknya kendaraan besar bermuatan material. AMDAL dan kelestarian lingkungan sama sekali tidak diperhatikan dalam pembangunan jalan tol.
Yang perlu diperhatikan pula adalah terkait pembiayaan pembangunan jalan tol. Ternyata, pembiayaan pembangunan jalan tol tersebut berasal dari ADB (Asian Development Bank). Bukan menjadi rahasia lagi jika pembiayaan pembangunan dari pinjaman lembaga asing maka ada maksud terselubung atau memiliki kepentingan di balik pemberian pinjaman tersebut. Lembaga internasional tersebut tidak memperhatikan prioritas kesejahteraan masyarakat di dalamnya, melainkan berorientasi keuntungan bisnis semata.
Namun, masyarakat tidak dapat menolak kebijakan pembangunan proyek infrastruktur jalan tol tersebut. Pemerintah memaksakan kebijakan berjalan tanpa memedulikan dampak negatif yang ditimbulkan.
Begitulah, tabiat dari sistem kapitalisme yang setiap kebijakannya selalu merugikan masyarakat. Penguasa dan jajarannya hanya memikirkan keuntungan pribadi dan oligarki. Mereka pun dengan serakah terus-menerus mengeruk aset-aset umat. Rakyat pun menjadi pihak yang tertindas dan dirugikan.
Berbeda dengan Islam, sistem pemerintahannya menempatkan penguasa dalam hal ini Khalifah sebagai pelayan umat. Khalifah benar-benar perhatian dan optimal dalam mengurus umat sesuai syariat Islam. Tidak seperti penguasa dalam sistem kapitalisme yang mengutamakan kepentingan para oligarki. Setiap kebijakan yang ditetapkan senantiasa merugikan rakyat.
Kisah seorang Yahudi tua yang mendapatkan keadilan dari Khalifah Umar bin Khattab saat rumahnya digusur oleh gubernur Amr bin Ash untuk pembangunan masjid, menjadi salah satu bukti bahwa pada masa Khilafah Islam begitu perhatian dan peduli terhadap rakyatnya sekalipun seorang kafir dzimmi.
Jalan raya sebenarnya termasuk kepemilikan umum. Dikarenakan kepemilikan umum, maka pengelolaannya dilakukan oleh negara dan umat bebas melewati jalan raya tersebut secara gratis. Tidak diperkenankan jalan raya dikelola oleh swasta dan meraup keuntungan berlimpah dari pembangunan jalan raya tersebut.
Jalan raya termasuk kebutuhan vital umat. Negara harus benar-benar memperhatikan kondisi jalan raya yang dilewati, jangan sampai ada kerusakan yang membahayakan rakyat yang melewatinya.
Khalifah Umar bin Khattab RA suatu kali pernah bertutur, "Seandainya seekor keledai terperosok ke sungai di kota Baghdad, niscaya Umar akan dimintai pertanggungjawabannya dan ditanya, ‘Mengapa engkau tidak meratakan jalan untuknya?’."
Begitulah beratnya tanggung jawab seorang penguasa. Semestinya penguasa menyadari kelak di akhirat akan dimintai pertanggungjawaban atas seluruh rakyat yang dipimpinnya. Penguasa yang bertanggung jawab atas seluruh kepentingan umat adalah Khalifah yang memimpin berdasarkan syariat Islam. Sampai kapanpun tak akan pernah menemui seorang pemimpin yang benar-benar bertindak demi kepentingan umat dalam sistem kapitalisme.
Wallahu a'lam bish showab.[]