Menjadi Muslimah Out of the Box

 


Oleh : Nahida Ilma (Aktivis Dakwah Kampus)

 

Topik tentang perempuan memang selalu menjadi topik yang seru untuk dibicarakan. Seperti memberikan ruang diskusi ketika dilihat dari berbagai jenis kacamata. Melihat perjalanan bagaimana berbagai peradaban memandang perempuan, akan selalu mengundang sisi emosional. Kemuliaan dan kesejahteraan perempuan yang terus diperjuangkan, namun alpa akan pemahaman terkait hakikat kemuliaan dan kesejahteraan yang ingin diraih. Menjadikan sama rata adalah tujuan perjuangan tertinggi.

 

Perempuan masih disibukkan dengan dominasi urusan berbau individu menjadi fakta yang dengan mudah didapatkan di lapangan. Aktivitas yang menghantarkan kepada eksistensi yang semu. Menjadikan kebebasan berekspresi sebagai salah satu bagian dari sama rata. Sosial media seakan menjadi panggung baru untuk setiap orang menunjukkan aksinya, tak terkecuali perempuan. Berbagai standar keberhasilan dan hidup pun dipetik dari siapa yang bisa mengundang atensi publik. Tanggung jawab akademik yang juga diemban oleh perempuan, seakan-akan menyibukkan mereka dengan berbagai cara supaya prestasi datang menyapa. 


Menjadi Muslimah di zaman sekarang memang bukanlah perkara yang mudah. Tak semudah membalikkan tangan. Batu kerikil dan tantangan menghadang di depan yang seringkali membuat kita tanpa sadar berbelok sedikit demi sedikit. Mindstyle yang diaruskan dan sekarang menjadi trend yang harus diikuti, memberikan dampak pada lifestyle muslimah.

 

Pemikiran individualistik yang melekat kuat menjadikan kesempatan untuk menengok kabar saudaranya di belahan dunia yang lain, sebagai hal yang asing. Gaya hidup hedonisme yang dihembuskan juga berhasil mempengaruhi mentalitas perempuan. Berlindung di bawah payung self reward dan healing, untuk bisa memenuhi keinginan hawa nafsu. Daya juang yang terus terkikis, sehingga tidak bisa menikmati nikmatnya proses. Menjadi instan adalah suatu hal yang didambakan. Ditambah gelombang berfikir bebas yang terus menerpa, berdalih supaya tidak menjadi konservatif dan menjadikan pejuang kesetaraan gender sebagai aktivis idola. 

 

Mindstyle itulah yang akhirnya berdampak pada lifestyle perempuan zaman sekarang. Lifestyle yang mencerminkan hedonisme yang mendarah daging, menjadikan kesenangan dunia sebagai fokus utama. Fashion, fun, food menjadi kategori besar yang tidak boleh tertinggal supaya nggak dibilang konservatif. Konten-konten yang menjadi menyuarakan 3 hal tersebut, menjadi topik-topik yang digemari dan dibicarakan ketika bersua.  

 

Padahal ketika kita kembali berkaca dan berdamai dengan diri sendiri, kita akan menemukan bahwa menjadi seorang Muslimah akan selalu menghantarkan kita pada sosok Muslimah out of the box. Gambaran seorang muslim sangat berbeda dengan orang-orang yang ada sekarang. Islam bukan hanya agama ritual dan moral saja, tapi lebih dari itu. Islam adalah ideologi yang menghantarkan pemeluknya pada kacamata yang khas.

 

Menjadi berbeda tidak selalu salah dan aneh. Banyak orang yang melakukan juga bukan menjadi indikator bahwa hal itu boleh dilakukan. Islam memberikan ruang luas untuk akal berfikir. Muslimah sering lupa bahwa mereka bisa membedakan hitam dan putih dengan jelas. Kemampuan mengambil langkah berbeda sering kali tenggelam oleh warna abu-abu yang nampak lebih asthetik.

 

Memperdalam Islam menjadi langkah awal untuk menjadi Muslimah out of the box. Mempelajari islam tidak sama dengan mempelajari teori akademik. Islam dipelajari sebagai perkara yang bersifat praktis sehingga dapat diamalkan dalam setiap tingkatan. Termasuk dalam tingkat negara. Karena itulah, mengamalkan islam menjadi langkah kedua untuk menjadi Muslimah out of the box. Seseorang yang berideologi tertentu tidak akan bisa diam, ideologi yang dianutnya akan selalu mendorong dirinya untuk menyebarluaskan apa yang dipahaminya. Mengajak orang-orang disekitarnya turut ikut memahami apa yang dia pahami. Menyebarkan islam menjadi langkah pelengkap, karena surga terlalu istimewa jika dinikmati sendiri.

 

Tenang. Banyak role model yang bisa kita ikuti jejaknya. Banyak sosok istimewa yang berhasil menjadi Muslimah out of the box. Ada Aisyah binti Abu Bakar yang mampu meriwayatkan 2.210 hadits. Ada Siti Rohana Kuddus, Muslimah out of the box yang berasal dari negeri kita tercinta. Ditengah teman-teman sebayanya yang sibuk dengan euphoria dunia muda, Siti Rohana Kuddus justru menyibukkan diri untuk belajar. Hal itu akhirnya mengantarkan dia menjadi pelopor jurnalis Muslimah di Indonesia. Masih banyak lagi role model yang bisa kita jadikan panutan. Buku berisi juknisnya pun sudah ada. Al-Qur’an hadir sebagai juknis dan google maps hidup. Pertanyaanya adalah mau atau enggak kita untuk menjadi Muslimah out of the box dengan seluruh fasilitas yang diberikan?

 

Orang-orang yang menghabiskan masa mudanya dengan cara yang berbeda, maka akan menghasilkan output yang berbeda pula.

 

Wallahua’lam bi ash-showab

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama