Mengakhiri Kekerasan Bersenjata di Papua

 



Oleh: Endang Setyowati


Bumi cendrawasih lagi dan lagi menumpahkan darah, Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua kembali melakukan pembunuhan terhadap warga sipil, kali ini di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Papua pada Rabu (2/3/2022). Mereka menembak delapan warga sipil pekerja PT Palapa Timur Telematika (PTT)—pemenang tender proyek Palapa Ring—yang sedang memperbaiki fasilitas menara base transceiver station (BTS) untuk jaringan telekomunikasi 4G.


Kemudian, KKB menyerang sebelas petugas Pos Koramil Dambet yang sedang berpatroli. Seorang prajurit TNI, Prajurit Satu (Pratu) Heriyanto, mengalami luka tembak di bagian leher. (Kompas, 5/3/2022).


Tiga pakar dari pemegang amanat prosedur khusus (SPMH) Dewan HAM PBB sebelumnya menyatakan mereka menerima laporan adanya pembunuhan di luar hukum di Papua, termasuk terhadap anak-anak, penghilangan orang, penyiksaan, serta pemindahan paksa sekitar 5.000 warga dalam kurun April-November 2021. 


PBB juga memperkirakan sekitar 60.000 hingga 100.000 orang Papua mengungsi akibat kekerasan yang terus meningkat sejak kasus penembakan pekerja Trans Papua di Nduga pada Desember 2018. Oleh sebab itu, mereka menyerukan "akses kemanusiaan segera" dan dilakukannya investigasi independen atas kekerasan di Papua. Sejumlah kelompok pegiat HAM di Papua membenarkan situasi yang digambarkan oleh PBB dalam laporan itu. 


Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Theo Esegem, mengatakan sulit menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada masyarakat yang terdampak konflik.


"Saya sudah cek di Yahukimo, akses itu dibatasi aparat. Akhirnya bantuan pengungsi tidak bisa masuk, termasuk di Pegunungan Bintang, pesawat dihalang. Pembela HAM tidak bisa masuk," kata Theo kepada BBC News Indonesia, Kamis (3/3).(viva.co.id, 4/3/2022).


Kekerasan dengan korban jiwa yang kembali terjadi di Papua perlu segera diatasi. Tidak boleh hanya mengandalkan dialog dan Komunikasi antara semua pemangku kepentingan dan kelompok kriminal bersenjata tersebut.


Pemerintah berusaha mengadakan pendekatan melalui kesejahteraan, operasi keamanan, namun nyatanya itu tidak berhasil dan korban terus berjatuhan. Kekerasan, pembunuhan yang dilakukan KKB yang terus berulang tanpa adanya hukuman bagi mereka. 


Sehingga memicu kekerasan, dan juga aksi bersenjata yang terus menerus oleh KKB, aksi menuntut referendum, diplomasi luar negeri dan sebagainya. Masalah yang terjadi di Papua ini tidak hanya menyangkut ekonomi, namun adanya ketidakpercayaan terhadap pemerintah sehingga terjadi adanya pelanggaran HAM.


Persoalan di Papua ini memang kompleks, ada unsur keserakahan eksploitasi, pemiskinan, pembodohan dan adanya campur tangan asing yang menahun di Papua.  Sehingga masyarakat Papua rentan terprovokasi.


Dahulu di era Orde Baru, pemerintah mencanangkan program dengan sebutan 'Kebijakan ke Arah Timur' yang bertujuan untuk mendorong investasi di wilayah Indonesia bagian timur, sehingga sejak saat itu investasi di wilayah Papua meningkat pesat.


Namun nyatanya, masuknya industri tersebut tidak sinkron dengan kesejahteraan yang didapat oleh masyarakat di sana. Misal saja PT Freeport Indonesia, yang ada sejak tahun 1973, yang mana setiap harinya bisa menghasilkan 240 kg emas dalam bentuk konsentrat atau pasir hasil olah batu tambang (ore) yang mengandung emas, perak dan tembaga.


Rakyat di Papua tidak ikut menikmati hasil Sumber Daya Alam tersebut, karena memang diambil alih oleh asing. Adanya liberalisasi ekonomi dan investasi asing ini tidak ada jaminan menjadikan rakyat Papua sejahtera, yang mana justru menghabiskan dan merusak SDA yang ada.


Sehingga hal tersebut yang salah satunya menyulut ketidakpercayaan rakyat Papua terhadap pemerintah sehingga memunculkan gerakan separatisme.


Kemudian adanya ikatan yang rapuh seperti nasionalisme sehingga terjadi konflik antarsuku, yang mengakibatkan terpecah belah contoh dengan lepasnya Timor Timor beberapa waktu lalu. Dan sekarang Papua pun diduga ingin lepas dari Indonesia.


Ketidakadilan juga salah satu sumber perpecahan, yang terjadi dalam berbagai bidang seperti ekonomi, hukum, politik, pendidikan dan sebagainya. Contoh yang nyata di Papua mempunyai gunung emas, namun kenyataannya akses pendidikan yang masih sulit serta kesejahteraan tidak dapat dirasakan oleh rakyatnya.


Yang mana di situ ada intervensi asing, sehingga menjadi rebutan berbagai pihak termasuk bangsa-bangsa asing. Yang menghendaki negara lain pecah sehingga mudah untuk menguasai SDA nya. Seperti Papua ini, selain mempunyai gunung emas belum lagi komoditas perairannya yang melimpah.


Jadi saat ini diperlukan penyatuan  pemahaman tentang kehidupan (ideologi), sehingga akan tetap bersatu meskipun kepentingannya, nasibnya dan bangsanya berbeda-beda. Dengan menerapkan ideologi Islam, yang datangnya dari Allah SWT maka keadilan dan kesejahteraan akan terealisasi.


Karena dengan menerapkan syariat Islam secara menyeluruh maka akan menghapus ketidakadilan ataupun kesenjangan sosial ekonomi. Misalkan, PT Freeport jika di dalam sistem Islam maka tidak boleh dikelola asing.


Rasulullah saw bersabda: "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Sehingga Sumber Daya Alam tersebut akan dikelola sebaik-baiknya oleh negara dan  hasilnya akan dikembalikan untuk kemaslahatan rakyat seluruhnya.


Kemudian tidak ketinggalan pula, negara akan meningkatkan keamanan yang memiliki institusi militer yang kuat dan mumpuni serta didukung oleh persenjataan yang lengkap dan teruji sehingga siap melawan musuh apabila sewaktu-waktu diperlukan. []


Jadi untuk mengakhiri kekerasan bersenjata yang ada di Papua ini, Perlu solusi sistemik untuk menumbuhkan kesadaran pentingnya integrasi, menghapus ketidakadilan ekonomi, mencegah intervensi asing dan perlu bertindak tegas untuk memberantas kelompok separatis yang ada. 


Wallahu a'lam bi showab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama