Islamofobia India dan Kebutuhan Terhadap Khilafah

 



Oleh : Ria Anggraini (Muslimah Bangka Belitung)


Nama Muskan Khan telah mencuri perhatian dunia. Mahasiswi berusia 19 tahun itu menjadi simbol pembela muslimah India atas diskriminasi dan Islamofobia di sana. Aksinya memekikkan takbir kepada puluhan demonstran yang mengintimidasi, memantik reaksi muslim di India bahkan internasional. Mereka menyuarakan penolakan terhadap kebijakan pelarangan mengenakan hijab di negara bagian Karnataka, India.


Lebih dari sepekan ini kaum muslimah India di Negara Bagian Karnataka mengalami pelarangan berjilbab di semua lingkungan pendidikan, sekolah maupun kampus. Baik tenaga pengajar perempuan maupun pelajar dan mahasiswi dipaksa melepas jilbab mereka saat memasuki lingkungan sekolah/kampus. Pelarangan ini disebut-sebut merupakan instruksi langsung dari Kementerian Pendidikan India.


Para muslimah berjilbab di Karnataka bukan saja dilarang memasuki sekolah/kampus. Mereka juga mengalami berbagai pelecehan dan intimidasi oleh warga Hindu.


Sejumlah pemberitaan dan video yang beredar memperlihatkan berbagai persekusi yang dilakukan warga Hindu terhadap kaum muslimah yang bertahan dengan busana Islami mereka.


Hal ini seiring instruksi Pemerintah Karnataka pada 5 Februari dan keputusan pengadilan untuk melarang jilbab di lembaga pendidikan. Sejak itu kelompok- kelompok sayap kanan Hindu turun ke jalan untuk mencegah para mahasiswi muslim memasuki lembaga-lembaga pendidikan dengan mengenakan hijab.


Muslim India adalah warga minoritas. Di negara bagian Karnataka jumlah muslim hanya 12 persen dari seluruh warga. Pemerintah Karnataka diketahui diperintah oleh Partai Nasionalis Hindu Bharatiya Janata Party (BJP)/Perdana Menteri Narendra Modi. Secara nasional, kaum muslim memang kelompok minoritas di India. Populasi muslim di India hanya 15 persen dari populasi atau hanya sekitar 200-an juta orang dari 1,39 miliar orang India. Meski menjadi agama terbesar kedua setelah Hindu, muslim di India telah menjadi salah satu kelompok minoritas yang tertindas terbesar di dunia.


Wakil Ketua Umum (Waketum) MUI Anwar Abbas menyesalkan larangan penggunaan hijab di beberapa lembaga pendidikan di India. Tindakan tersebut dinilai sebagai Islamphobia bagi umat muslim di sana.


Majelis Ulama Indonesia (MUI) sangat menyesalkan adanya larangan memakai hijab di sejumlah sekolah di India terutama di negara bagian Karnataka. Hal ini jelas-jelas mencerminkan Islamophobia, permusuhan dan kebencian dari pihak pemerintah terhadap rakyatnya sendiri yang beragama Islam,"kata Anwar dalam keterangan tertulisnya, Rabu,(09/2/2022).


Anwar mengatakan perlakuan buruk yang diterima oleh umat Islam di India, juga telah menyakiti hati umat Islam yang ada di Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia.


Apa yang terjadi di India saat ini tidak lepas dari perjalanan panjang wabah Islamofobia. yang  merupakan perilaku yang menunjukkan rasa takut berlebihan pada Islam, hingga berujung  kriminalisasi terhadap Islam dan umatnya seperti yang terjadi di India.


Bukan kali ini saja India terjangkit wabah Islamofobia. Beberapa tahun belakangan, kelompok nasionalis Hindu memang kerap mengintimidasi umat Islam India. Terlebih setelah menggelinding isu terorisme, kaum muslim India harus berhadapan dengan kebijakan anti-Islam yang menindas. 


Selain India, ada muslim Rohingya di Myanmar, muslim Uyghur di Xinjiang, muslim Pattani di Thailand, termasuk Perancis dan negara-negara Barat lainnya mengalami hal serupa. Tidak sedikit dari masyarakat di negara-negara tersebut sewenang-wenang pada kaum muslim. artinya saat ini  wabah Islamofobia sudah mengglobal.


Kejadian ini sekali lagi menjadi potret marginalisasi perempuan muslim oleh sistem sekuler-kapitalis. Sistem kapitalisme yang menjunjung tinggi liberalisme. Kenyataannya hanya menjadikan umat Islam sebagai warga negara kelas dua dalam hukum dan mencegah partisipasi penuh mereka dalam masyarakat jika mereka mematuhi aturan Islam.


Ini menunjukkan kekeliruan negara-negara sekuler di belahan dunia manapun yang membenarkan intervensi terhadap muslim. Padahal intervensi ini hanya akan menambah api Islamofobia yang berkobar di berbagai negara. Islamofobia dan kebijakan pemerintah anti muslim sekulerlah sejatinya yang telah memicu prasangka dan kebencian terhadap muslim dan Islam. dan penghasut rasisme.


Di sisi lain semua ini menunjukkan kontradiksi sekulerisme dimana salah satu nilai masyarakat demokratis adalah terbuka, namun ternyata mengesahkan diskriminasi agama. Inilah lelucon dan kemunafikan sekulerisme terhadap kebebasan beragama.


Dikatakan bahwa ada jaminan kebebasan berekspresi di sistem saat ini. Sayangnya, itu hanya teori dan tidak berlaku bagi umat Islam dalam menjalankan syariatnya. Bahkan, yang terjadi justru ketika kaum muslim menjalankan syariatnya, malah dilabeli muslim fundamentalis dan radikal. Padahal, menjalankan syariat Islam adalah kewajiban. 


Lantas, mengapa menjadi masalah ketika berIslam kaffah? Inilah hipokritnya sistem saat ini. Di sisi lain, sistem ini membebaskan siapa pun untuk berekspresi, bahkan yang telanjang sekalipun mendapat jaminan kebebasan. sedangkan yang menutup aurat sebagai wujud ketaatan malah dikriminalisasi.


Di sini kita menyimpulkan bahwa konsep kebebasan itu standarnya ganda. Tidak ada kebebasan bagi umat Islam dalam mengekspresikan ketaatan pada Allah SWT, termasuk bagi muslimah India saat menjalankan kewajiban mereka yakni berhijab.


Ini harusnya menjadi pengingat nyata bagi umat Islam di seluruh dunia bahwa mereka tidak boleh menaruh harapan dan kepercayaan pada sistem sekulerisme-kapitalis ini untuk melindungi hak mereka dan dalam menjalankan keyakinan yang bebas dari pelecehan, diskriminasi, dan ketakutan.


Apa yang umat Islam India alami, bisa saja terjadi di negeri muslim lainnya termasuk di negeri kita. Apalagi dengan isu moderasi beragama yang membuat pemahaman kita mengenai Islam kaffah kian kabur. Konsep Islam jalan tengah kini ramai dijajakan, termasuk di kalangan remaja.


Benar bahwa Barat tidak lagi menjajah secara fisik, tetapi secara pemikiran, mereka terus meracuni kita dengan konsep-konsep hidup ala Barat, bahkan menciptakan krisis identitas di tengah generasi Islam. Buntutnya, umat Islam termasuk remaja muslim merasa insecure dengan syariatnya sendiri. Mereka jadi ogah memahami Islam. Bahkan bingung bagaimana harus membela Islam yang kian tersudutkan. 


Inilah hasil dari perang pemikiran. Penderitaan yang dialami kaum muslim, khususnya muslimah di India, haruslah menjadi bagian dari derita kita. kaum muslim itu bersaudara. Laksana satu tubuh. Satu sama lain saling terhubung. Satu sama lain bisa merasakan derita bersama-sama.


 Nabi saw. bersabda,

“Kaum mukmin itu—dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi—bagaikan satu tubuh. Jika ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan demam (turut merasakan sakitnya).”(HR Muslim)


Hanya sistem Allah yaitu Khilafah berdasarkan metode kenabian yang dapat menawarkan muslim dan non-muslim sebuah tempat dimana hak mereka untuk menjalankan agama keyakinan jauh dari pelecehan dan diskriminasi.


Semua ketentuan dalam sistem Khilafah didasarkan pada perintah Allah SWT yang melarang segala bentuk diskriminasi antar warga berdasarkan agama, suku, ras atau jenis kelamin.


Dalam perjalanan sejarah Islam sah diterapkan dalam sistem khilafah dan terbukti berhasil menyatukan manusia dari berbagai ras, warna kulit, dan suku bangsa hampir 2/3 dunia selama lebih dari sepuluh abad. Hal ini tak mampu dilakukan oleh Ideologi lain, wilayah-wilayah yang dibebaskan oleh khilafah Islam diperlakukan secara adil, mereka tidak di eksploitasi seperti yang dilakukan negara-negara imperialis pengemban peradaban kapitalis-sekuler.


Dakwah Islam oleh Khilafah dilakukan tanpa memaksa non-muslim memeluk Islam. Islam hadir untuk memberikan rahmat untuk alam semesta bukan hanya manusia. Islam mampu menyatukan umat manusia dari berbagai ras, warna kulit, suku bangsa maupun latar belakang agama menjadi sebuah masyarakat yang khas.


Perlindungan hakiki bagi muslimah hanya dapat diperoleh dalam negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah, bukan dalam negara sekuler demokrasi. Dengan demikian hanya khilafah yang seharusnya menjadi harapan satu-satunya umat Islam untuk keluar dari diskriminasi dalam menjalankan syariat agamanya.


Wallahu a'lam  bishawab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama