Harga Daging Naik, Dampak Impor Mematikan Swasembada

 


Oleh: Azrina Fauziah S.Pt 

(Pegiat Literasi Komuntas Pena Langit)


Setelah harga minyak goreng dan kedelai naik, kini harga kebutuhan pokok lainnya seperti daging sapi ikut menyusul naik di pasaran. Dilansir kompas.com, harga daging sapi di pasaran melonjak hingga tembus Rp 140.000 per kilogram (kg). Padahal harga normalnya hanya Rp 120.000 per kilogram. Hal ini kemudian menyebabkan para pedagang mogok berjualan sebab sepinya pembeli. Disisi lain juga berdampak kepada pelaku usaha makanan yang menggunakan daging sapi sebagai bahan utama. 


Melambungnya harga daging sapi di pasaran, disebabkan oleh kenaikan harga daging sapi di Australia dan New Zealand yang tinggi serta kurangnya pasokan dari negara tersebut. Direktur Eksekutif Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo) Djoni Liano mengatakan penyebab naiknya harga daging sapi lataran semua kebutuhan pangan di dunia naik termasuk di Australia sedang mengalami kenaikan harga. Selain itu permintaan daging sapi yang naik menyebabkan negara tersebut mempriortaskan kebutuhan warganya ketimbang mengimpor sapi ke Indonesia 


Semetara itu Kementerian Pertanian, Nasrullah menanggapi kenaikan harga daging sapi dengan adanya ketersediaan daging sapi yang cukup di Indonesia. Ia mengatakan dari stok daging yang ada mestinya tidak ada kenaikan harga daging sapi, jika hal tersebut terjadi Satgas Pangan mohon menggali informasi adakah para pelaku yang bermain didalamnya. Berdasarkan data Kementan, ketersedian daging sapi atau kerbau pada Februari hingga Mei 2022 sebanyak 240.948,5 ton, sedangkan kebutuhan sebanyak 238.211,8 ton sehingga masih ada surplus sebanyak 2.736,7 ton (bisnis.com). 


Padahal ketersediaan daging sapi di Indonesia ataupun dengan impor sapi dari negeri lain bukanlah solusi atas kenaikan harga daging sapi yang sering berulang. Mengapa? Sebab naik turunnya harga sapi ditentukan oleh negara asal importir. Kebijakan impor inilah yang sebetulnya menjadi biang kerok tidak berdaulatnya Indonesia dalam menyediakan kebutuhan daging dengan harga murah dan terjangkau. Kebijakan impor sapi membuat Indonesia ketergantuan pada negeri importir dan menjadi negara yang tidak mandiri. Kebijakan ini jutru lebih menguntungkan korporasi dan menyusahkan rakyat di dalam negeri. 


Pada faktanya Indonesia dikenal sebagai negeri agraris yang memiliki sumber daya alam pertanian maupun peternakan. Sudah selayaknya Indonesia harus mampu menyediakan hasil peternakannya sendiri. Berdasarkan data Badan Pusat Statistika (BPS) secara nasional, Indonesia memiliki 10 provinsi dengan jumlah sapi terbanyak pada tahun 2021 yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, NTB, NTT, Sumatra Utara, Lampung, Bali, Aceh dan Sulawesi Tengah. Sehingga kembali kepada komitmen yang kuat dalam menyediakan ketersedian daging sapi lokal di dalam negeri. 


Namun sayang pemerintah tidak memiliki mental berani dalam memujudkan hal tersebut. Dikarnakan negara menerapkan sistem ekonomi kapitalisme yang salah satu kebijakan ekonominya menggunakan mekanisme pasar bebas. Dimana negara importir terbesar boleh menjual barangnya kemana saja bahkan ke negeri yang memproduksi barang yang sama sekalipun. Alhasil negeri yang kebanjiran barang tersebut mengandalkan barang dari luar negeri dan meminimalkan produksi barang sendiri dalam negeri. Maka lagi-lagi yang dirugikan ialah peternak, pedagang daging dan rakyat. 


Berbeda dengan Islam, agama sekaligus sistem ini memiliki pandangan bahwa negara harus mampu mandiri mewujudkan swasembada daging. Negara Islam memiliki mekanisme dalam memenuhi swasembada daging yakni dengan menutup pintu impor, mengoptimalkan produksi peternakan yakni mendorong produksi sapi lokal, adaptasi gaya hidup agar mayarakat tidak mengkonsumsi daging berlebihan,  manajemen produksi saat cadangan daging berlimpah, pendistribusian secara merata, mitigasi bencana kerawanan pangan. Dengan hal ini maka akan terwujud swasembada daging dalam negeri.  


Mekanisme swasembada negera Islam ini ternyata tercatat dalam sejarah dapat memenuhi kebutuhan rakyat bahkan dapat membantu negara lain yang sedang kesulitan. Seperti pada masa kekhilafaan sultan Abdul Majid yang memberikan tiga kapal yang berisi makanan dan obat-obatan untuk rakyat Irlanda yang sedang dlanda krisis pangan. Demikianlah swasembada daging di dalam naungan Islam. Waallahu ‘alam.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama