Wadas, Tanah Surga yang Tertindas

 



Oleh Khaulah

Aktivis BMI Kota Kupang


Setiap pembangunan tentu tidak selamanya menyenangkan semua pihak. Maka tak heran timbul pro kontra. Ada pihak yang mendukung karena diuntungkan, ada pula pihak yang menolak karena dirugikan. Lebih dari itu, tentu ada alasan yang dikemukakan oleh pihak-pihak tersebut.


Teranyar, ada proyek pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah yang merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN). Bendungan ini disinyalir bermanfaat banyak untuk rakyat, seperti suplai air untuk irigasi sawah, sumber pemenuhan air baku untuk masyarakat, mereduksi potensi terjadinya banjir serta sebagai sumber Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) berkapasitas 6 Mega Watt (cnnindonesia.com, 09 Februari 2022).


Terkait pembangunan Bendungan Bener ini, dibutuhkan batu andesit yang rencananya akan ditambang di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo. Tetapi, banyak warga Wadas yang konsisten menolak hal tersebut yang pada akhirnya memicu konflik antar warga dan aparat kepolisian (Nasional.tempo.co, 12 Februari 2022).


Konflik antar kedua pihak tersebut berbuntut pada penangkapan 66 warga yang dianggap menghalangi kegiatan pengukuran tanah. Tentu, ini mem-blow up gaya kepemimpinan kapitalisme yang merepresi rakyat dengan mengatasnamakan kepentingan pembangunan. Sejatinya, tindakan represi penguasa ini menegaskan bahwa banyak keputusan diambil bukan berlandas kepentingan rakyat tetapi segelintir pihak.


Sebetulnya, warga memiliki alasan kuat untuk menolak penambangan batuan tersebut, ialah karena kawasan mereka bukan daerah pertambangan. Tentu saja, hal ini berpotensi terjadinya persoalan serius seperti longsor dan semakin berkurangnya air apabila rencana pemerintah digalakkan. Selain itu, sebagian besar warga Wadas menggantungkan hidupnya sebagai petani di tanah surga tersebut.


 Kepala Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT) Pembangunan Bendungan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO), Tampang dengan jemawa mengklaim penambangan batuan andesit tidak berdampak negatif seperti tanah longsor dan hilangnya mata air. Semua ada cara untuk mengatasinya. Dia percaya diri berujar, “Kami itu ahlinya air, gak usahlah khawatir."


Penting dijelaskan, berdasarkan survei potensi ekonomi yang dilakukan Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempa Dewa) bersama Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, dan Perpustakaan Jalanan, semua tanaman yang dibudidayakan di tanah surga itu mempunyai nilai akumulasi tinggi per tahun. Adalah seperti yang disebutkan, petai mencapai Rp241 juta, kayu sengon Rp2 miliar, kemukus Rp1,35 miliar, vanili Rp266 juta, dan durian Rp1,24 miliar (projectmultatuli.org, 24 Mei 2021).


Tentu saja, wajar jika warga Wadas menolak upaya pertambangan batuan tersebut, karena menilai pemerintah mengambil nafas kehidupan mereka. Apalagi, luas tanah yang terdampak, terhitung sekira 114 hektare. Ditambah, Desa Wadas telah ditetapkan sebagai kawasan perkebunan menurut Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo, No. 27/2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).


Walau pemerintah menegaskan bahwa pemilik tanah di areal itu akan mendapat “ganti untung” minimal Rp120.000 per meter persegi pun berulang kali menjelaskan bahwa lahan Wadas dipilih karena memenuhi spesifikasi teknis seperti kekerasan, sudut geser dan volume serta jaraknya yang paling ideal dari Bendungan Bener, tetap saja harus memerhatikan banyak aspek yang lebih krusial seperti yang telah dijelaskan.


Ya, harusnya pemerintah berpikir sedikit lebih panjang terkait kehidupan warga setelah lahannya digunakan untuk areal penambangan. Bukankah teramat susah mencari sesuap nasi di kehidupan hari ini? Lantas, di mana warga mengulurkan tangan apabila rakyat yang harusnya menjadi pelindung rakyat telah menghempas tangannya?


Bukankah pemerintah beralasan untuk mengentaskan kemiskinan? Mengapa mengambil nafas kehidupan rakyat Wadas yang berimbas pada membuat mereka tertindas? Bukankah pemerintah beralasan menjadikan bendungan sebagai kunci utama membangun pangan demi kemandirian pangan negeri? Mengapa justru mengorbankan nasib rakyat kecil?


Begitulah wajah buruk kepemimpinan kapitalisme. Tak segan berlaku represif pun tak peduli rakyat babak belur. Walau tanah surga tergadai oleh arogansinya pun walau banyak persoalan serius menanti di depan sana. Pada intinya kepentingan mereka harus bin wajib berjalan mulus.


Berkaca dari kejadian Wadas, tanah surga yang tertindas, harusnya menjadikan kita sadar bahwa kepentingan rakyat tak menjadi prioritas utama penguasa di sistem kapitalisme. Karena sejatinya, penguasa memiliki tujuan sendiri tatkala berada di kursi tahta. Ya, bukan menjadi pelindung apalagi perisai rakyat.


Kenyataan ini sangat berbeda dengan kepemimpinan Islam, di mana berdasarkan sabda Rasulullah saw. bahwasanya penguasa dalam daulah Islam adalah pelindung sekaligus perisai rakyatnya. Mereka tak boleh berlaku represif. Penguasa juga bukanlah fasilitator ataupun regulator yang sewenang-wenang mengeluarkan kebijakan yang bahkan parahnya untuk memuluskan kepentingan pribadi atau tak berpikir panjang perihal nasib rakyatnya.


Islam dengan serangkaian aturannya yang mulia teramat menjaga nyawa rakyatnya. Tentu saja, tak membiarkan rakyat terlunta akibat kehilangan nafkah, ketiadaan makanan, apalagi akibat ulah tangan penguasa itu sendiri. Daulah Islam  tak mungkin membuat sesuatu yang katanya untuk kepentingan rakyat tetapi justru di lain sisi abai pun mengorbankan rakyatnya.


Daulah Islam dengan aturan komplit yang diterapkan secara kaffah tentu saja tak luput darinya solusi atas masalah pembangunan infrastruktur, masalah pertambangan, masalah pekerjaan sebagai tempat rakyat menggantungkan hidupnya serta masalah lingkungan dan lainnya yang menimpa dunia khususnya Wadas hari ini.


Begitulah wajah kepemimpinan kapitalisme dan kepemimpinan Islam. Begitu jelas gap keduanya. Perihal Wadas, tanah surga yang tertindas, maukah terus berada di bawah kungkungan kapitalisme? Perihal Wadas, tanah surga yang tertindas, mari berikhtiar untuk hengkang dari sistem zalim ini agar tak tergilas oleh kebijakannya.


Wallahu a'lam bishshawab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama