Islam Memperkokoh Pondasi Keluarga Yang Rapuh




Oleh : Sri Indrianti (Pemerhati Sosial dan Generasi)


Dua tahun sudah pandemi Covid 19 bertandang ke negeri ini. Makhluk kecil yang tak dapat diindra dengan mata telanjang ini nyatanya telah mampu memporak-porandakan dalam berbagai aspek kehidupan. Tak hanya dari sisi kesehatan, namun juga aspek ideologi, ekonomi, bahkan sosial. Sosial dalam hal ini adalah terkait interaksi dengan manusia lainnya baik dalam hal bermasyarakat maupun dalam ranah keluarga. 


Fakta mencengangkan terjadi selama masa pandemi tahun 2021 khususnya di Kabupaten Tulungagung, yakni angka perceraian yang cukup tinggi. Berdasarkan data dari Pengadilan Agama (PA) Tulungagung selama tahun 2021, kasus perceraian yang sudah diputus oleh PA sebanyak 2.509 kasus. Jika dirata-rata dalam satu bulan,  kasus perceraian di Tulungagung mencapai  209 kasus.  Sedangkan dalam satu hari terdapat sekitar tujuh kasus perceraian yang ada di Tulungagung.

(jtvmataraman.com, 10/1/2022)


Mirisnya, kasus perceraian tersebut didominasi oleh pasangan usia produktif di bawah usia 40 tahun. Latar belakang terjadinya perceraian karena persoalan ekonomi sehingga mengakibatkan perselisihan antar kedua pasangan yang akhirnya berujung pada perceraian. Kasus hamil di luar nikah juga menjadi faktor pemicu terjadinya perceraian. Kedua pasangan yang masih muda dan memiliki emosi labil, dikarenakan pergaulan bebas  terpaksa menikah tanpa memiliki bekal pengetahuan berumah tangga yang cukup. Pada akhirnya jalan pintas  perceraian pun mereka tempuh.


Pandemi Covid 19 yang semestinya dapat merekatkan hubungan keluarga ternyata malah memicu kerenggangan pasangan bahkan memisahkan. Apakah sebenarnya faktor utama pemicu terjadinya perceraian pada masa pandemi?


*Pondasi Keluarga Rapuh*


Pandemi Covid 19 begitu dahsyat menghancurkan berbagai aspek kehidupan. Jutaan jiwa harus meregang nyawa bertekuk lutut kalah melawan serangan Covid 19. Kondisi ini diperburuk dengan sistem kapitalisme yang tidak mampu menangani secara tuntas pandemi Covid 19. Setiap solusi kebijakan yang ditempuh pemerintah selalu memunculkan masalah baru yang semakin pelik. Belum lagi dengan banyaknya kebijakan yang saling tumpang tindih, sehingga menyebabkan pandemi Covid 19 tak kunjung berakhir. 


Sebagai contoh kebijakan pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan  pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang berjilid-jilid ternyata menimbulkan masalah baru terkait ekonomi masyarakat yang kian seret. Bantuan sosial yang digadang-gadang diberikan selama pandemi tak mampu menyentuh berbagai kalangan masyarakat di berbagai wilayah. Akibatnya banyak masyarakat yang mengalami penurunan penghasilan karena tidak bisa leluasa bekerja dan daya beli masyarakat yang rendah. 


Persoalan ekonomi inilah salah satu yang menjadi pemicu perselisihan dalam berumah tangga. Negara yang semestinya menjamin kebutuhan pokok masyarakat tidak memainkan perannya. Sebaliknya, negara masih harus tersibukkan dengan pembangunan berbagai proyek infrastruktur dan pemindahan ibu kota baru. Dana anggaran yang semestinya dapat digunakan untuk menangani pandemi secara maksimal harus dialihkan untuk proyek infrastruktur. Akibatnya, pandemi Covid 19 tak kunjung usai dan masyarakat kian tercekik dengan kebijakan yang tak memikirkan dampak buruknya bagi masyarakat.


Tak bisa dipungkiri kapitalisme lah biang segala permasalahan yang terjadi. Sistem ini menjadikan manfaat atau keuntungan sebagai dasar dalam berpijak tanpa memikirkan halal dan haram. Sistem ini pulalah yang telah membuat negara kehilangan perannya.  Ya, negara tak mampu berbuat apa-apa melainkan hanya tunduk kepada para kapital. Maka tak mengherankan, jika segala kebijakan di negeri ini  selalu memprioritaskan kepentingan para kapital atau oligarki yang turut menahkodai. 


Akibatnya, persoalan ekonomi yang merupakan derivatif dari pandemi Covid 19 kian merajalela. Perselisihan dalam keluarga karena semakin menurunnya tingkat perekonomian keluarga pun tak bisa terelakkan. Sehingga perceraian  ditempuh karena dianggap sudah terjadi ketidakcocokan dengan pasangan.


Kapitalisme membuat pondasi keluarga rapuh. Sudah menjadi  tabiat sistem kapitalisme senantiasa memunculkan berbagai persoalan yang kompleks. Sehingga kapitalisme tak bisa mewujudkan ketenangan dan ketentraman jiwa. Ditambah  lagi dengan lemahnya akidah Islam kaum muslimin yang sudah terjerat kapitalisme memicu munculnya berbagai konflik sehingga terjadi keretakan dalam rumah tangga.  



*Islam Memperkokoh Pondasi Keluarga*


Islam dengan akidahnya yang berlandaskan pada aturan Allah SWT menjadikan pondasi keluarga kaum muslimin  kokoh. Standar yang jelas dalam melaksanakan setiap perbuatan dan semuanya berujung pada pengharapan terhadap rida Allah membuat keluarga kaum muslimin memiliki motivasi yang benar dalam membentuk sebuah keluarga. 


Keluarga dalam Islam merupakan ujung tombak dalam membentuk generasi pejuang Islam yang memiliki kepribadian Islam. Generasi yang akan melanjutkan estafet perjuangan supaya Islam bisa tegak di muka bumi ini. Sayangnya, perjuangan ini tidaklah mudah karena berbenturan dengan sistem kapitalisme yang  senantiasa menghalangi terwujudnya kebangkitan Islam. 


Pada masa Islam dilaksanakan menjadi sistem dalam kehidupan di bawah naungan Khilafah, Islam begitu terkemuka di dunia. Generasi mudanya merupakan para pejuang dengan kualitas terbaik. Khalifah, sang pemimpin, begitu amanah mengemban wewenang dan tanggung jawabnya. 


Pada masa Khalifah Umar bin Khattab pernah terjadi wabah di Syam. Bahkan Gubernur Syam juga menjadi korban dari wabah ini. Khalifah Umar segera bertindak cepat dengan mengutus Amr bin Ash menyelesaikan wabah di Syam. Dengan sistem karantina wilayah dan tindakan kuratif yang optimal, dalam waktu singkat wabah di Syam dapat teratasi secara tuntas. 


Terbukti bahwa Islam senantiasa menyelesaikan persoalan secara tuntas. Pemimpin yang amanah benar-benar bertindak sesuai kewenangannya tanpa memikirkan keuntungan pribadi. Oleh sebab itu benarlah bahwa Islam memberikan ketenangan dan ketentraman jiwa.  


Wallahu a'lam bish showab.

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama