Eksploitasi Kaum Buruh, Akal Bulus Kapitalisme Dalam Permenaker JHT

 


Oleh: Fathiya Hasan (Aktifis menulis kreatif)


Kebijakan negeri demokrasi ini terhadap dunia ketenagakerjaan selalu berujung polemik.  Nasib buruh di negara ini tak jua mendapatkan kesejahteraan. Munculnya UU Cipta Kerja yang diklaim pemerintah membantu membuka hingga tiga juta lapangan kerja rupanya hanya kamuflase. Pada realitasnya, UU Ciptaker justru melanggengkan para kapitalis dalam berinvestasi juga menjadi karpet merah bagi para TKA. Akhirnya kita bisa melihat dari perayaan hari buruh 1 Mei setiap tahunnya hanya berisi protes dan tuntutan para buruh yang tidak pernah terpenuhi kesejahteraannya. 


Polemik yang tak berkesudahan dari segala aspek dalam ketenagakerjaan kemudian dijejali lagi dengan kebijakan baru yang tak kalah menyakitkan. “Sudah jatuh, tertimpa tangga”, merupakan ungkapan yang tepat untuk menggambarkan kondisi tenaga kerja kita saat ini.


Permenaker yang Menyengsarakan Kaum Buruh


Jaminan hari tua (JHT) baru-baru ini telah diatur kembali dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) 2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT). Adapun isi dari permenaker ini  menyebutkan bahwa manfaat JHT akan dibayarkan kepada peserta jika mencapai usia pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. Artinya, peserta (buruh) yang mengundurkan diri dan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) baru bisa mengambil manfaat JHT saat berusia 56 tahun. Sontak hal ini mendulang protes dari kalangan buruh dan lainnya. 


Dilansir dari republika.co.id, Ahad, (13/02/2022), Ketua Umum Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Roy Jinto Ferianto mengatakan, aturan tersebut sangat merugikan kelompok buruh dan semua buruh yang tergabung dalam SPSI menolaknya. Karena JHT merupakan tabungan hari tua yang iurannya dipotong dari upah buruh dan disetorkan ke Jamsostek/BPJS Ketenagakerjaan sebagai pengelola dana buruh. Sementara buruh yang terkena PHK dan mengundurkan diri sangat membutuhkan uang untuk melanjutkan kehidupannya setelah tidak bekerja. Aturan JHT ini menambah panjang daftar kebijakan pemerintah yang sangat merugikan buruh dan tiap kebijakan yang lahir tak pernah menunjukkan keberpihakannya kepada para buruh. Roy juga mengatakan bahwa tidak menutup kemungkinan buruh secara bersama-sama mengambil uang JHT sebelum permenaker berlaku efektif pada 2 mei 2022 mendatang. Oleh karena itu, SPSI mendesak Kemenaker untuk segera mencabut aturan tersebut.


Anggota Komisi IX DPR RI, Alifudin juga ikut mengkritisi kebijakan ini. Alifudin menghimbau agar Pemerintah sebaiknya mendengarkan dulu aspirasi rakyat khususnya buruh sebelum membuat keputusan, agar kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tidak selalu menimbulkan kontroversi yang menambah penderitaan rakyat. (kumparan.com, 13/02/2022)


Penundaan Hak Buruh Bentuk Kezaliman Kapitalis


Penundaan JHT hingga usia 56 tahun ini sungguh menjadi tanda tanya besar. Alasan yang disampaikan pemerintah sungguh tak masuk akal. Karena bagaimanapun JHT adalah uang buruh dan merupakan hak mereka. Jika pemerintah melakukan penundaan karena dananya “dipinjam” atau dialihkan untuk kebutuhan lainnya, maka komplit sudah kezaliman yang terjadi.


Mantan sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, sebelumnya menduga bahwa ada maksud tertentu pemerintah merubah semua peraturan tersebut. menurutnya kebijakan ini ada kaitannya dengan pemerintah yang saat ini mulai kesulitan mendapatkan utang. Dugaan ini terbukti setelah pihak BPJS Ketenagakerjaan mengonfirmasi bahwa ratusan triliun dana milik buruh telah diinvestasikan melalui pembelian Surat Utang Negara (SUN) untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). (bangka.tribunnews.com, 18/02/2022)


Kebijakan kontroversi selalu lahir dari kepemimpinan yang tidak pro kepada rakyat. Kebijakan yang jelas dikatakan zalim ini tak lain karena kekuasaan dikendalikan oleh mereka penganut kapitalisme. Di mana pemerintahan yang ada adalah pemerintahan oligarki yang kemudian berkolaborasi dengan korporasi demi mendulang cuan. Akhirnya rakyat yang menjadi tumbal demi kepentingan mereka.


Kesengsaraan buruh di negara yang katanya demokratis ini telah membuktikan bahwa rakyat hanya sapi perah. Kebijakan diatur sedemikin rupa agar penguasa oligarki ini juga sekutunya dari kalangan pengusaha mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya tanpa mempedulikan kesejahteraan para buruh yang telah lelah bekerja memenuhi kepentingan kapital mereka. Kesalahan pemerintah dalam pengelolaan dana buruh mencerminkan kezaliman yang nyata, karena ada unsur pengabaian demi memuluskan kepentingan lain. Hal ini tak lain dan tak bukan karena sistem kapitalis yang menuntut pemenuhan kepentingan kaum mereka. Sehingga sangat wajar jika penguasa akan berusaha mati-matian memenangkan kepentingan kapital sekalipun dengan cara yang zalim.


Solusi Tuntas Masalah Buruh Hanya Dengan Islam


BPJS sejak awal merupakan asuransi ciptaan penguasa yang sangat bermasalah. Baik itu BPJS Ketenagakerjaan atau lainnya, kesemuanya hanyalah kamuflase pemerintah untuk menghindari tugas utamanya sebagai pengurus dan penjaga rakyat. Karena pada kenyataannya asuransi ini telah mampu mencekik sebagian besar masyarakat dengan memperlihatkan kebahagiaan semu masyarakat lainnya. Artinya tak ada kebahagian sejati dari pelaksanaan asuransi ini bagi seluruh masayarakat.


Pun begitu dengan BPJS Ketenagakerjaan atau JHT ini yang selalu cacat dalam tata kelola hingga kebijakannya. Yang intinya para buruh semakin kesulitan mendapatkan haknya.


Padahal, pemerintah dalam tugasnya sebagai pemimpin harus mampu memenuhi kebutuhan rakyat demi kesejahteraannya. Negara wajib menjamin kebutuhan hidup rakyat termasuk jaminan hari tuanya. Tak ada alasan untuk menunda apalagi menghilangkan hak mereka. 


Dalam Islam, negara menjamin kesejahteraan hidup rakyat, bukan hanya jaminan terhadap masa tuanya. Hak rakyat akan senantiasa dipenuhi sebagai bentuk ketaatan seorang pemimpin terhadap perintah Syara’. Alih-alih menunda pemberian hak, negara bahkan tidak boleh menyentuh dan memanfaatkan harta rakyat untuk kepentingan negara apalagi pribadi. 


Upah atau gaji dalam Islam adalah akad atau transaksi yang terjadi antara buruh dengan majikan. Upah adalah imbalan yang diterima oleh seseorang dari pekerjaanya dan wajib dipenuhi oleh majikan atau perusahaan. Akan tetapi jaminan hari tua bahkan jaminan hidup adalah kewajiban negara. salah satu prinsip ketenagakerjaan dalam Islam adalah prinsip kejelasan akad dan transaksi upah. Dalam transaksi dibutuhkan keterbukaan untuk menghindari adanya tindakan kecurangan yang dapat merugikan salah satu atau kedua belah pihak. Islam memberi pedoman kepada pihak yang mempekerjakan orang lain bahwa prinsip pemberian upah harus mencakup dua hal penting, yaitu adil dan mencukupi. Dalam hal ini Rosulullah SAW bersabda:

 “Berikanlah gaji kepada pekerja sebelum kering keringatnya, dan beritahukan ketentuan gajinya, terhadap apa yang dikerjakan.(HR Al Baihaqi).


Ini adalah transaksi antara buruh dengan perusahaan. Jadi bagaimana mungkin sebuah negara justru melakukan penipuan bahkan penundaan hak buruh jika perusahaan saja tak boleh melakukannya. Apalagi masalah upah seorang pekerja bukan hak negara untuk mengambil dan memanfaatkan dengan cara apapun.


Jaminan kesejahteraan kaum buruh merupakan kewajiban negara yang dananya bersumber dari baitul mal. Tata kelola sumber daya alam yang benar merupakan salah satu sumber terbaik kas negara sehingga rakyat mampu menikmati hasilnya. Tidak seperti kebijakan penguasa di negeri ini yang menyerahkan pengelolaan sumber daya alam ke pihak swasta dalam hal ini adalah asing. Sehingga keuntungan hanya dinikmati oleh perusahaan pengelola dan para penguasa oligarki. Rakyat ketiban derita yang tak berkesudahaan di seluruh aspek kehidupan.


Sudah saatnya kita campakkan sistem busuk ini. Ganti total dengan sitem yang bersumber dari wahyu yaitu sistem Islam yang hanya mampu diterapkan dalam bingkai Khilafah Islamiyah.


Wallahua’lam bisshawwab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama