Pembelajaran Tatap Muka 100 Persen, Efektifkah?




Oleh :  Umi Hafizha


Libur akhir tahun sudah berakhir, dan kegiatan pun mulai normal tidak terkecuali dengan kegiatan belajar mengajar. Beberapa wilayah telah mulai pembelajaran tatap muka 100 persen. 

Sejak tanggal 3 Januari 2022. Kebijakan ini diatur oleh SKB 4 Menteri mulai Januari 2021, semua daerah PPKM level 1- 2 wajib PTM terbatas dengan kapasitas 100  persen. Salah satunya di wilayah DKI Jakarta.

Pemprov DKI sudah menetapkan ketentuan PTM 100 persen dengan jam pelajaran yang masih di batasi setiap harinya.

Kegiatan belajar mengajar 100 persen ini sudah di rencanakan pemerintah sejak tahun lalu. Jika beberapa daerah sudah memenuhi kriteria yang telah di tetapkan oleh satgas Covid - 19 dan juga sudah memenuhi surat yang diatur keputusan bersama SKB 4 Menteri yakni Menteri Kesehatan, Mendikbud Ristek, Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (Kompas.Com, 12/2/22).

Namun yang menjadi perhatian saat ini adalah varian Omicron yang yang juga tengah menyebar, Ketua Pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengkritisi kebijakan dengan mengatakan ngeri - ngeri sedap implementasi PTM 100 persen saat Omicron makin merebak dan Jakarta naik level menjadi PPKM level 2, kata Tulus dalam keterangannya  pada Selasa (4/1/22).

Tulus meminta kepada pemerintah mencermati kebijakan PTM 100 persen kala Omicron mulai merebak di Tanah Air sebab kekhawatiran ke seluruh murid dan guru malah di korbankan agar PTM bisa berjalan 100 persen (Republika.Co.ID, 4/1/22).

Pelaksanaan PTM tentu tidak boleh dilakukan secara sembarang. Kebijakan membuka sekolah di tengah pandemi meskipun telah dilakukan vaksinasi kepada guru dan tenaga pendidikan sebenarnya tetap berisiko terjadinya penularan penyakit. Terlebih vaksi Sinovac yang diterima guru dan tenaga pendidikan evikasinya hanya 65,3%, artinya 34,7% guru masih bisa terinveksi.

Apalagi para peneliti menemukan bahwa tiga dosis vaksin Sinovac nyatanya tidak mampu meningkatkan sistem imun seseorang yang terpapar varian Omocran.

Dalam pelaksanaan kebijakan ini, negara seharusnya bertanggung jawab penuh dalam menjamin PTM aman dan efektif. Negara harus memenuhi pengadaan sarana prasarana di sekolah, pengawasan terhadap prokes, hingga keamanan di luar lingkungan sekolah seperti transportasi, tempat - tempat pembelajaran dan sebagainya.

Yang menjadi persoalan adalah mampukah negara kapitalis ini melakukan semua itu di tengah model pengelolaan keuangan negara yang kacau?. Biaya pendidikan yang minim sementara untuk yang tidak urgen justru dibayarkan. Belum lagi soal saling lempar tanggung jawab antara pemerintah pusat dan daerah kerap berujung pada masalah biaya.

Masalah guru honorer misalnya, semua riwayat tersebut menyaksikan kesengguhan negara dalam memastikan sekolah melengkapi sarana kebutuhan PTM terbatas. Demikian juga soal penegakan aturan kepada semua agar mematuhi prokes. Selama ini negara merelaksasi kegiatan ekonomi termasuk juga untuk pariwisata namun longgar dalam penjagaannya.

Demikianlah jika PTM 100 persen di laksanakan dalam sistem kapitalis, sangat berisiko dan tidak efektif.

Pendidikan memang kebutuhan mendasar tetapi kesehatan tak kalah penting. Pada masa pandemi kesehatan harus di utamakan.

Berbeda dengan sistem kapitalis, dalam sistem Islam negara wajib menjamin terpenuhinya semua keperluan baik sandang , pangan, papan, yang dipenuhi secara tidak langsung maupun pendidikan, kesehatan,dan keamanan yang di penuhi secara langsung.

Islam telah memberikan contoh bahwa ketika terjadi pandemi maka kebijakan karantina wilayah akan segera dilakukan. Sehingga virus akan terlokalisasi karena tidak ada pergerakan yang signifikan antar wilayah.

Seperti yang pernah di contohkan oleh Khalifah Umat bin Khathab. Pada masa karantina wilayah ini, Khalifah akan mengeluarkan kebijakan yang menjamin terselenggaranya pendidikan di atas jaminan keselamatan para peserta didik.

Pendidikan dalam sistem Khilafah berada di bawah kendali sistem pendidikan Islam, kurikulum berbasis akidah Islam akan menjamin tersampaikannya materi pembelajaran sesuai target pandidiakan yang shahih. Kurikulum pembentukan kepribadian Islam akan menjadi bagian dalam setiap pembelajaran. Guru akan mudah mengimplementasikan kurikulum di tengah keterbatasan akibat pandemi, sebab guru tidak di kejar capaian materi akademik sebagaimana sistem pendidikan saat ini.

Dengan metode apapun baik tatap muka maupun daring, implementasi kurikulum akan tetap bisa dilakukan, terlebih negara yang menerapkan syariat Islam pastilah menjaga lingkungan sosial masyarakat dan keluarga. Sehingga akan mendukung keberhasilan pendidikan di masa pandemi.

Jika tidak memungkinkan untuk pembelajaran tatap muka , maka negara akan memanfaatkan teknologi dengan pembelajaran daring dan dengan fasilitas yang menunjang. Jika di mungkinkan untuk pembelajaran tatap muka maka negara akan mengadakan sarana prasarana, baik dilingkungan sekolah maupun luar lingkungan sekolah yang menjamin keamanan dari virus hingga melakukan pengawasan terhadap prokes.

Semua fasilitas dan kualitas akan dikeluarkan dari kas negara di Baitul Mal. Itupun di barengi dengan kebijakan karantina wilayah.

Semua kebijakan ini akan di atur oleh orang - orang yang amanah dan memiliki kapasitas dalam bidangnya. Pendidikan akan lebih baik jika hanya menerapkan syariat Islam secara kaffah. Apapun metodenya, pendidikan akan terus produktif menghasilkan sumber daya manusia unggul untuk mewujudkan peradaban mulia. Wallahu'alam bishawab.

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama