By Ummu Azka
Bahtera pernikahan tak ubahnya samudera yang luas. Janji suci yang diikat tak hanya disebutkan di depan penghulu dan keluarga, namun di hadapan Allah SWT. Allah SWT bahkan menyebutkan pernikahan sebagai salah satu dari tiga janji suci yang harus dijaga.
Dalam pernikahan, suami dan istri menjalankan peran yang seimbang. Suami berkewajiban menafkahi secara lahir dan batin, sementara wanita menjalankan peran yang signifikan di dalam rumah. Selain berkhidmat pada suami, wanita pun menjalankan amanah mulia menjadi ibu dan pendidik generasi. Dengan kehangatan, wanita mampu menghadirkan suasana terbaik di rumah dengan sepenuh hati hingga hadirlah frasa baiti jannati.
Meski di rumah, bukan berarti wanita terbebas dari segala ujian kehidupan. Menjalani ritme yang hampir sama setiap hari, mulai dari berkhidmat pada suami, mengasuh, dan mendidik anak- anak, hingga mengerjakan pekerjaan rumah tangga sangat mungkin menimbulkan kejenuhan yang luar biasa. Terlebih jika kemudian dia melihat bahwa di luar sana teman teman seusianya bisa meraih karir dengan penghasilan yang cukup menjanjikan. Terlihat bahagia meski secara kasat mata.
Di sinilah ujian bermula, saat seorang wanita merasa bahwa semua tugas rumah tangga yang dikerjakannya hanya dinilai sebagai rutinitas belaka. Melayani suami akan berujung lelah, mengasuh dan mendidik anak-anak akan penuh dengan keluh dan kesah. Belum lagi kala menghadapi tugas rumah tangga yang tak pernah ada habisnya, hanya membuatnya merasa menjadi makhluk paling menderita.
Beruntung bagi seorang muslimah, karena Islam memiliki pandangan yang dapat menghantarkan wanita menjadi makhluk paling bahagia.
Pertama, dari segi cara pandang. Islam menuntun wanita sebagai makhluk Allah SWT memahami bahwa dunia adalah tempat mengumpulkan amal kebaikan. Tak ada perbedaan bagi laki laki maupun wanita untuk menjadi mulia di hadapan Allah karena sebab ketaqwaannya. Keduanya berkesempatan meraih bahagia baik di dunia maupun di akhirat .
Allah SWT berfirman:
"Barangsiapa mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki atau perempuan sedang ia orang yang beriman, maka mereka akan masuk kedalam surga dan mereka tidak akan dianiaya walau sedikitpun," (QS. Annisa ayat 124)
Kedua, dalam rangka meraih taqwa, wanita telah ditunjukki jalan mulia melalui kewajibannya dalam rumah tangga. Menjalani peran sebagai istri yang berkhidmat kepada suami, serta menjadi ibu dan pendidik generasi. Dalam islam, aktivitas kecil yang dilakukan seorang wanita di rumah dalam rangka melaksanakan kewajibannya sebagai istri dan ibu akan diganjar dengan banyak keutamaan. Tak ada kata "remeh temeh" atau menganggap wanita seperti "remahan rangginang" karena menjalani tugas domestik rumah tangga.
Bahkan, banyak dalil menyebutkan keutamaan serta balasan besar bagi wanita yang berupaya menjalankan kewajibannya di rumah meski dengan bersusah payah. Dari Ali r.a., ia berkata:
"Fathimah telah mengadu kepadaku tentang kedua tangannya yang capek membuat adonan dari tepuk gandum. Lalu aku berkata, “Jika kamu datang ke bapakmu, maka mintalah pembantu kepadanya.” Lalu Rasulullah saw. bersabda, “Maukah kalian berdua aku tunjukkan sesuatu yang lebih baik untuk kalian dari pada seorang pembantu?, jika kalian hendak mendatangi kasur kalian, maka ucapkanlah 33 kali tahmid, 33 kali tasbih, dan 34 kali takbir.” (HR. At-Tirmidzi)
Seorang wanita yang mentaati suami diberi keleluasaan untuk masuk surga dari berbagai pintu yang dikehendakinya.
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda :
"Apabila seorang isteri mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya (menjaga kehormatannya), dan taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk Surga dari pintu mana saja yang dikehendakinya"
Ketiga, Menjalankan perannya sebagai hamlud dakwah. Dakwah merupakan aktivitas yang diwajibkan bagi seluruh manusia, baik laki-laki maupun wanita. Menyeru kepada kebaikan (islam) serta mencegah kemunkaran menjadi ruh bagi terciptanya kehidupan yang dinaungi keberkahan.
Dalam sejarah kita mengenal banyak sosok wanita yang berjasa dalam dakwah, misalnya Fatimah, adik dari Umar bin Khattab yang menjadi wasilah berislam sang Kakak. Melalui lantunan ayat suci Alquran, hati Umar bin Khatab terketuk dan luluh dalam kebenaran. Melalui keberaniannya melarang Sang Kakak yang pada saat itu datang dalam keadaan amarah hendak menyentuh lembaran ayat suci Allah SWT dengan tegas Fatimah menolak karena Umar dalam keadaan kafir. Umar bin Khattab akhirnya tak mampu menolak hidayah yang mengetuk hatinya. Dia pun kembali dari rumah sang adik dalam kondisi telah bersyahadat.
Wanita hebat hamlud dakwah kita dapati pada sosok Ibunda Aisyah Istri Rasulullah saw, melalui kecerdasan yang dimiliki biidznillah beliau mampu meriwayatkan 2210 hadits, 174 hadits diantaranya memiliki derajat muttafaq alaih.
Ibunda Aisyah merupakan wanita panutan yang setiap saat mendapat siraman ilmu langsung dari Rasulullah saw. Ketajaman beefikir serta kuatnya hafalan memudahkan Ibunda Aisyah dalam memahami ilmu fiqih, tafsir, dan hadits. Selain itu Ibunda Aisyah pun menguasai ilmu pengobatan dan syair.
Keluasan ilmu yang dimilikinya, keluhuran budi dan tutur katanya yang santun seringkali membantu Rasulullah saw dalam berdakwah.
Demikianlah islam menuntun wanita meraih bahagia. So, jadilah wanita paling bahagia dengan beriman kepada Allah, dan menaati seluruh syariatNya. Wallahu alam bishshowab.