Menanti Hukuman yang Pantas Bagi Herry Irawan

 


Oleh: Nina Maediani


Bandung jawa barat, Herry Wirawan seorang pemerkosa 13 santriwanti hingga diantaranya hamil & melahirkan. Akibat perbuatan tersebut jaksa penuntut umum (JPU)  menuntut dengan hukuman mati serta kebiri kimia dan denda 500 jt. Sekertaris umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat Rafani Achar menilai tepat hukuman tersebut. Begitupula pendapat Bunda Forum Anak Daerah (FAD) jabar Atalia Praratya Ridwal Kamil mengapresiasi upaya jaksa yang menuntut hukim mati terhadap pelaku (12/1/22).

Namun secara tegas  tuntutan hukuman mati tersebut ditolak oleh  Amnesty Internasional Indonesia (AII). Usman Hamid (direktur eksekutif AII)  sepakat bahwa tindakan pelaku tidak dibenarkan dan menginjak-injak perikemanusiaan. Tetapi hukim mati dan kebiri kimia tentu tidak sesuai dengan prinsip hak asasi manusi (HAM), terlalu tidak manusiawi &keji. (13/1/22).

Pro kontra ini jelas menghambat proses eksekusi bagi pelaku kekerasan seksual. Adapun yang sudah dilakukan hanya sebatas pemyitaan aset, pembubaran yayasan yang dikelolah oleh pelaku, serta restitusi yang tentu tidak akan mampu menyembuhkan trauma para korban. Hukuman tersebut berdasarkan uu Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 17 Tahun 2016 yentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.

Tentu jika sebatas ini tidak akan menjadikan jerah pelaku, atau pun ketakutan bagi pelaku2 lainnya yang akan dan sedang melakukan perbuatan keji seperti ini dan sejenisnya. UU dan peraturan tersebut tidaklah efektif, tidak sempurna, serta tidak menyeluruh. Meskipun UU dan peraturan tersebut memuat rumusan tindakan pencegahan, penanganan, penyelesaian, tetapi hanya berkutat pada gejala atas fenomena kekerasan seksual saja. Sepwrti fenomena laki-laki berbuat kasar terhadap anak perempuan, laki-laki dewasa melecehkan anak-anak, laki-laki memperkosa anak perempuan, dan sebagainya. 

Hal ini tidak dapat dijawab dengan benar oleh UU dan peraturan yang ada. Karena UU dan peraturan adalah hasil analisa pemikiran manusia yang didoktrin pemikiran sekuler bersumber pada sebatas fakta yang terjadi. UU dan peraturan buatan manusia hanya melihat dari satu sudut pandang kepentingan saja, dalam hal ini perempuan. Pelaku hanya diganjar dengan sanksi yang diperberat saja. Sementara penyebab laki-laki yang bebuat kasar karena tekanan ekonomi atau tidak jarang penyaluran hasrat seksual akibat dasyatnya paparan pornografi, sama sekali tidak dibahas.

Ketahanan keluarga dalam menghadapi arus pornografi, kemiskinan, kriminalitas seksual, tidal diperhatikan negara. Negara sekuler tidak akan mampu menyelesaikan masalah ini, karena sejatinya tidak memberikan perlindungan yang sempurna pada permepuan dan anak. Negara justru menoleransi liberalisasi ide dan perilaku yang mengancam kehormatan wanita dan perlindungan anak.

Hal ini karena tidak menyertakan aturan  islam  sebagai standar pembacaan masalah dan cara penyelesaiannya. Aturan islam berasal dari pencipta manusia yaitu Allah swt beserta akal dan naluri yang dimiliki manusia. Allah swt tau persis adanya potensi negatif pada manusia, karenya diturunkan aturan untuk mencegah dan menyelesaikan. Ketika aturan yang dijalan sesuai fitrah manusia, maka yanga kan terjadi kecenderungan manusia untuk berbuat baik. Karena aturannya Allah akan mengajarkan akal manusia, memahami baik dan buruk, menjaganya untuk selalu mimilih kebaikan dan menjahui keburukan, mengajari konsekuensi berbuat buruk, serta mencegah suatu keburukan berdampak pada yang lain.

Aturan islam secara paripurna  hanya bisa dilaksanakan dalam naungan negara islam yaitu khilafah.

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama