Oleh : Masyithoh Zahrodien S.S
24 November 2021 pertama kali dilaporkan ke WHO bahwa muncul varian dengan kode B.1.1.529 atau dinamakan omicron. Epidemiolog dari Griffifth University Australia, Dicky Budiman menyebut, varian baru Omicron tersebut disebut-sebut 5 kali lebih menular daripada virus corona asli, SARS-CoV-2 yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China 2019 lalu. "Kalau diibaratkan varian delta (yang sempat merebak beberapa waktu lalu) yang 100% kecepatannya lebih cepat menular daripada virus liar di Wuhan, ini kemungkinannya (varian baru) Omicron bisa sampai 500% atau 5 kalinya kecepatan penularannya," jelas Dicky kepada Kompas.com, Sabtu (27/11/2021)
Tentu saja dunia mulai cemas dan khawatir terjadi lonjakan kasus lagi. Benar saja, kemenkes mencatat sembilan negara terkonfirmasi varian Omicron dengan 128 kasus. Di antaranya sebagian negara bagian Afrika Selatan, Hongkong, Inggris, Italia, dan Belgia. Dua tahun lebih dunia berada dalam bayang bayang virus corona, makin hari mengira akan segera selesai namun varian baru bahkan bermunculan dari satu negara dan meyebar ke negara lainnya. Vaksinasi yang digadang menjadi solusi, namun tak terlalu berarti karena Vaksin memang bukan untuk mencegah infeksi atau penularan Covid-19. Efektivitas vaksin pada ranah meminimalisir resiko keparahan dan kematian.
Lalu bagaimana lagi? 5M dan vaksin tentu saja harus tetap berjalan. Virus bermutasi karena masalah utama tidak diatasi. Dunia lebih memilih mempertahankan ekonomi daripada keselamatan jiwa manusia. Watak khas kapitalisme adalah mengambil untung sebanyak mungkin, tidak mau rugi, dan bersikap masa bodoh dengan kemanusiaan dan hati nurani. Di masa sulit akibat imbas virus corona masih saja ada yang memanfaatkan situasi untuk bisnis meraup untung, untung dan untung. Khawatir negara bankrut gara gara memberikan pemeliharaan pada rakyatnya, makanya tak terjadi. Masyarakat miskin dibiarkan mencari penghidupan sendiri ditengah bencana Covid19. Kita seolah hanya bisa berharap pada takdir baik agar terhindar dari virus.
Sangat layak rezim kapitalis dikatakan ‘gagal’ dalam mengendalikan virus, karena banyak pintu mutasi varian baru terus dibuka. Sekali lagi prinsip ekonomi dirasa lebih penting dari nyawa manusia. Jika kebijakan yang diambil tidak mengatasi masalah dari akarnya, maka kondisi ini tak akan ada ujungnya, juga semakin sulit mengendalikan virus agar tidak menginfeksi dan menyengsarakan lebih banyak lagi manusia. Kita butuh solusi serius untuk menutup kasus virus corona, penguasa yang berdigdaya dalam menentukan kebijakan politik, ambil langkah lockdown, negara menanggung kebutuhan masyarakat miskin, butuh beberapa bulan saja. Mungkin kelihatan tidak rasional dengan pertanyaan ‘negara uang darimana?’. Tidak akan mungkin dengan sistem kapitalis memang, harus dengan sistem Islam. Allahu a’lam