Meniti Jalan Bahagia



Oleh : Khansaa Alma


Hidup adalah anugerah, hidup adalah Qadha Allah. Yang semestinya dilewati dengan penuh harapan optimisme dan kebahagiaan. Hidup yang sekali rugi kalau tak bahagia. Tapi realitanya, banyak manusia tak sanggup menemukan kebahagiaan. Akhirnya, hidup dipenuhi dengan rasa kesengsaraan berkepanjangan bahkan mungkin mati dalam kondisi mengenaskan membawa penderitaan.


Banyak orang mengira bahwa bahagia adalah identik dengan banyaknya harta, melimpahnya uang, memiliki popularitas, jabatan kehormatan ataupun kemuliaan. Ketika bahagia adalah fitrah manusia, tentu manusia akan mengupayakan kebahagiaan untuk dirinya. Hidupnya untuk mencari harta, materi, jabatan, kedudukan dan semisalnya. Dengan harapan bahagia datang menyapa. 


Tapi fenomenanya, ketika sudah di titik tertinggi kesuksesannya, berlimpah harta, materi dunia ataupun popularitas disitu semakin disadari ternyata tiada bahagia jua. Atau bahagia semu. Fisik bahagia, tapi jauh dalam relung hati menyimpan kehampaan dan kekosongan.


Betapa banyak orang yang merasakan atas hal ini. Mencari bahagia dan tersesat dalam perjalanannya. Ada yang salah dari cara mencarinya berawal dari pola pikir yang salah atas apa itu bahagia.


Manusia terjebak dengan definisi bahagia ala kapitalis, bahwa bahagia adalah faktor fisik. Melimpah harta, punya kedudukan bahkan popularitas. Ibarat bom waktu, mengantarkan pada titik terendah apa sebenarnya kebahagian itu. Dan yang tak berhasil menemukannya, bisa jadi bunuh diri adalah pilihannya. Dengan anggapan, semua perkara selesai.


Bahagia dalam Islam, adalah kebahagiaan yang berhak didapatkan oleh setiap insan. Andai bahagia karena harta tentu si kaya saja yang bahagia. Andai bahagia karena jabatan tentu pejabat saja yang bahagia. Andai bahagia karena kehormatan, tentu kaum papa adalah orang yang paling menderita tak punya bahagia. Allah Maha Adil, meletakkan bahagia ada dalam diri, bagaimana hati dan pikiran tertundukkan dalam keimanan dan ketaqwaan padaNya. 


Itulah bahagia sejati, kala mampu meraih ridhoNya, kalau mampu menjalankan semua perintahNya, kala hanya mencari pahala dan JannahNya. Maka semua berhak bahagia selama Allah tujuan utamanya. Tapi perkaranya, bahagia sejati itu perlu pengorbanan dan perjuangan yang perlu kita pertaruhkan. Rela berpeluh keringat, menahan panas matahari untuk mencari ilmu keselamatan ( ilmu agama). Bahkan hujanpun adalah sebuah kebahagiaan yang menjadikannya semangat beramal saleh dalam majelis ilmu. Rela mempertaruhkan harta untuk mereguk nikmatnya ilmu. Rela menggadaikan waktu bersama keluarganya atas nama cinta ilmu.


Ilmu yang menghujam kuat, menjadikan sebuah cahaya penerang dalam diri. Memberi kekuatan dan kekokohan kala keimanan teruji. Bahkan sabar senantiasa menghiasi. Apapun ujian yang mencoba merobohkannya, dia senantiasa tegap karena Allah. Kala kenikmatan menghampiri, syukur senantiasa menghiasi laku dan tuturnya, tak sedikitpun menggesernya dari keimanan dan ketaqwaan. Bahkan kala khilaf manusia, maka mohon ampun dengan sepenuh hati dan menjadi pelajaran terbaik untuk senantiasa menjaga imannya.


Itulah hakikat bahagia, bukan apa yang nampak diluar yang terlihat. Tapi bahagia adalah faktor internal, senantiasa bisa mencari ridho Allah dalam berbagai kondisi itulah bahagia sejati. Tetap tersenyum walaupun ujian datang menghadang. Temukan bahagia, dengan memperbaiki hubungan dengan Allah. Mengokohkan kembali, bahwa dunia bukanlah akhir. Tapi dia adalah tempat singgah sementara. Masih ada perjalanan panjang yang perlu dilalui. Transit yang dilewati sampai nanti akan menetap di satu dari dua pilihan surga atau neraka?!


يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ


Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti. (QS Alhujurat 13)


Dimana harus memulai? Bahagia dengan ilmu. Ilmulah yang akan memberikan jalan mana yang menantarkan kebahagian. Dan bahagia itu dekat dengan orang berilmu. Sebaliknya, kesempitan hidup dan kesengsaraan ada pada orang yang jahil. Orang yang tidak ada ilmu dalam dirinya. Saatnya mengkaji Islam kaffah, menemukan bahagia sejati. Karena bahagia kita yang ciptakan, bukan mereka ditangan keridhoan makhluk. Bismillah, Yuk Ngaji, temukan kebahagiaan sejati.


Wallahu A'lam bishowwab

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama