Islam, dan Moderasi Beragama




Oleh: Azizah Huurun'iin


Dunia agama terguncang. Pasalnya seluruh negara sedang manggaungkan yang namanya moderasi dalam beragama. Tak hanya diluar negeri, tapi Indonesia pun turut meramaikan proyek dunia ini.

Bahkan untuk beberapa kasus, Indonesia secara terang-terangan dalam mendukung moderasi agama. Menag Yaqut, bahkan menjadikan moderasi beragama sebagai salah satu PR dari tugasnya sebagai menteri agama. Bahkan dia berkata kalau memoderasikan negeri ini adalah permintaan presiden saat dia pertama kali Yaqut diangkat menjadi menteri.

Sabtu, 25 Desember, kemarin, Menag Yaqut bahkan menghadiri sebuah perayaan Natal di gereja katolik Lampung. "Saya senang umat Kristiani merayakan Natal dengan suka cita dan tenang tanpa gangguan dan kita berharap tahun-tahun mendatang juga seperti ini," katanya.

Tidak hanya itu, sejak menjadi menteri agama, sikap Yaqut sudah mengarah ke moderasi beragama. Beranggapan kalau semua agama dianggap sama adalah sebuah keharusan dan sebuah sikap tinggi dalam toleransi antaragama. Agar tidak terjadi lagi, perdebatan antaragama dan lainnya, moderasi adalah jalan tengah.

Mulailah, digaungkan moderasi agama ini ke semua perlembagaan agama, sampai masuk ke dalam dunia pesantren. Bahkan ada ilustrasi yang menggabungkan semua rumah peribadatan dan diberi tajuk "semua agama adalah sama". 

Pandangan dunia, dan negara sekarang mengarah pada agama. Setiap orang yang dianggap fanatik terhadap agamanya sendiri disebut radikal. Dan yang menjadi sasaran atas kata fanatik, dan radikal itu, lagi-lagi adalah Islam. Mengapa?

Karena Islam dianggap batu sandungan atas proyek moderasi mereka. Padahal Islam selama ini dijadikan kambing hitam atas semua proyek ketidakmanusiaan yang mereka lakukan.

Islam, agama yang tidak hanya mengatur masalah peribadatan tapi seluruh permasalahan dunia. Pernah memimpin kemakmuran sepertiga dunia selama 13 abad lamanya. Yang runtuh karena pengkhianat bukan kegagalan sistemnya. Para penganut moderasi beragama ini, takut. Takut Islam akan bangkit lagi, karena jika Islam hadir, keangkuhan mereka tak ada gunanya. 

Mereka menggunakan beribu taktik busuk untuk menekan kembalinya pemerintahan dunia dalam sistem Islam.

Dan mereka menemukan kuncinya, menyudutkan Islam. Didalam moderasi beragama, meskipun 99,999% adalah muslim dan satu persennya adalah non muslim, maka kaum muslim tidak boleh menerapkan syariatnya untuk memghormati minoritas. Maka terbentuklah opini kalau Islam menerapkan peraturannya pada non muslim juga, itu adalah bentuk ketidaktoleran atas agama lain.

Umat Islam pun hanyut dengan opini umum, takut melangkah, takut tersudutkan oleh dunia. Maka akhirnya, kaum muslim mengekori perkembangan dunia. Sebagian menyetujui moderasi agama, tanpa tahu indahnya toleransi yang diajarkan dalam Islam bukan begitu caranya.

Islam, memimpin dunia selama berabad-abad, memiliki peraturan yang sempurna. Tak hanya menyejahterakan rakyat muslim tapi non muslim. Mereka dijamin kedamaiannya, bahkan kebebasan mereka untuk beribadah sesuai agama masing-masing. Hanya saja, perihal peraturan pemerintahan dan diluar masalah kerohanian seperti ekonomi, pendidikan, aturan Islam yang berhak mengatur. 

Agama Islam berhasil, berjaya dalam mengatur. Tak ada ketimpangan sosial saat berbagai aturan dari Islam turut mengatur non muslim. Mereka, para non muslim dimasa peraturan Islam berjaya, bahkan masuk Islam setelah melihat keindahan aturan yang Allah turunkan.

Lancangnya manusia, mau membuat peraturan sendiri. Padahal aturan dari Allah, sangat menyeluruh. Rahmatan lil alamin. Rahmat untuk seluruh alam, seluruh manusia. Bukan hanya muslim, tapi juga nonmuslim.

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama