BANJIR BERULANG, SALAH SIAPA?


Oleh : Wirani 


Memasuki bulan november 2021 sejumlah wilayah di negeri ini dilanda bencana banjir. Mengutip laman Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kamis (4/11/2021) awal November ini saja, Banjir bandang menerjang Kota Batu di Jawa Timur, tepatnya di wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas yang berada di lereng Gunung Arjuno.


Banjir juga terjadi di kabupaten Sintang Kalimantan Barat dan belum juga surut lebih dari 4 pekan, Berdasarkan data, tercatat lebih dari 124 ribu orang terkena dampak banjir. Warga terdampak mencapai 35.807 keluarga atau 124.497 jiwadan warga yang mengungsi berjumlah 7.545 keluarga atau 25.884 jiwa. (detik 16/11/2021)


Wilayah Sumatera juga mendera Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan, Air Sungai Ogan dan Lengkayap meluap. Banjir ini berdampak pada 980 KK serta kerugian material pada 632 unit rumah. Belum lagi banjir juga melanda di sejumlah kelurahan di Kota Tebing Tinggi, Sumatra Utara, belum surut hingga Senin (22/11) dini hari pukul 00.30 WIB. Kini terdapat 13 kelurahan yang terdampak banjir.

"Perkembangan terakhir banjir di Kota Tebing Tinggi, sebanyak 3.686 KK terdampak di 13 kelurahan. Ketinggian muka air berkisar 20 hingga 100 cm," ujar Plt Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam keterangan tertulis, Senin (22/11/2021).

Potensi banjir susulan perlu diwaspadai oleh pemerintah daerah dan masyarakat setempat," tuturnya. Abdul Muhari mengatakan, pihaknya bersama dengan TNI dan Polri masih terus bersiaga di lokasi terdampak. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi dampak susulan.
"BPBD Kota Tebing Tinggi bersama dengan TNI, Polri, dinas terkait maupun relawan masih bersiaga di wilayah terdampak. 


Hal tersebut untuk mengantisipasi dampak susulan. Petugas juga menyiagakan apabila harus melakukan evakuasi warga menuju ke tempat yang aman," 

Siapakah yang harus Bertanggung Jawab?
Potret bencana banjir terjadi di berbagai wilayah Tanah Air ini bisa disebabkan banyak hal, mulai dari faktor alam seperti puncak dari musim hujan hingga faktor non-alam. Hindun Mulaika dari organisasi lingkungan Greenpeace menilai, terjadinya bencana banjir tak lepas dari peran pemerintah pusat dalam mengambil kebijakan yang tak mempertimbangkan kelestarian lingkungan. Kebijakan tersebut semakin memperparah kondisi perubahan iklim yang saat ini terus berlangsung dan menjadi ancaman besar bagi umat manusia, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga dunia. (Kompas.com, 21/2/2021).


Bahkan yang lebih memprihatinkan, bencana yang bertubi-tubi ini belum mendapatkan solusi dan mitigasi yang jelas dan terukur. Yang muncul justru steatment janji yang terus berulang dan menjadi ladang untuk membangun pencitraan dan janji-janji politik tanpa arti.
Dari sini, pemerintah seharusnya belajar dari pengalaman dan lebih serius dalam menangani persoalan banjir. Jika kita perhatikan dengan seksama, banjir menjadi fenomena yang dianggap biasa terjadi bahkan semakin parah setiap tahunnya. Sayangnya, meskipun banjir sudah berulang kali melanda negeri ini namun bencana ini masih belum bisa teratasi hingga kini. Oleh karena itu, untuk bisa menemukan solusi tuntas mengatasi fenomena banjir ini, kita harus menelaah terlebih dahulu apa saja yang bisa menyebabkan banjir.


Banjir bisa terjadi karena curah hujan yang tinggi dan tidak terserapnya air oleh tanah dengan baik. Curah hujan merupakan siklus alami, namun ia bisa dimodifikasi dan direkayasa dengan teknologi. Adapun tidak terserapnya air oleh tanah, hal ini diakibatkan karena sedikit bahkan tidak adanya tanaman yang tumbuh pada tanah tersebut. Selain itu, jenis tanaman yang tumbuh di tanah ikut mempengaruhi penyerapan air. Sayangnya, saat ini sebagian besar lahan yang digunakan sebagai daerah resapan justru dijadikan sebagai perumahan dan semakin banyak  yang tertutup semen atau aspal.


Selain itu, rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan turut andil menjadi penyebab banjir. Tak sedikit masyarakat yang menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan sampah. Akibatnya, sungai menjadi penuh sesak dengan sampah dan meluap karena tidak mampu lagi menampung volume air hujan. Sungai pun yang sedianya membawa berkah dan tanahmanfaat, sering berubah menjadi malapetaka.


Semua itu terjadi karena sistem kapitalisme yang telah mempengaruhi pemikiran, baik masyarakat maupun pemerintah. Sistem kapitalisme yang meranggas jauh ke seluruh sendi-sendi kehidupan telah menumbuh suburkan prilaku konsumtif. Meningkatnya taraf hidup masyarakat kelas menengah menaikkan tingkat konsumsi barang dan makanan. Gaya hidup masyakarat modern yang hedonis menimbulkan persoalan sampah semakin parah.
Adapun pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan tidak berpihak pada pencegahan bencana banjir bahkan terkesan abai akan dampak yang ditimbulkan. Kebijakan yang dibuat pemerintah lebih pada mempertimbangkan ada tidaknya pemasukan bagi kas negara bukan karena kondisi lingkungan. Padahal banjir sendiri tidak bisa dianggap remeh, sebab dampak yang ditimbulkan bisa merugikan masyarakat dan pemerintah sendiri, bahkan bisa merenggut nyawa. Inilah pemikiran kapitalis sekuler yang menjadikan manfaat sebagai standar perbuatan. Tanpa mempertimbangkan dampak yang akan terjadi. Sistem kapitalisme sekuler membebaskan kepemilikan, lahan-lahan yang seharusnya berfungsi sebagai daerah resapan pun malah dialihfungsikan demi keuntungan semata.


Solusi Islam dalam Mengatasi Banjir
Berbeda hal nya dengan Islam. Islam sebagai agama yang sempurna serta sebagai ideologi yang di dalamnya memuat seperangkat aturan. Islam mampu memberikan solusi setiap problematika kehidupan, termasuk bagaimana mengatasi masalah banjir dan bencana lain.
Allah Swt. berfirman:
“Telah nampak kerusakan di daratan dan di lautan, disebabkan perbuatan tangan-tangan manusia, Allah menghendaki supaya mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, supaya mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Ruum: 41)


Mengenai ayat tersebut, sebagian manusia menafsirkan bahwa perbuatan manusia hanya terbatas pada sikap manusia yang tidak ramah terhadap alam. Sehingga mereka menyimpulkan bahwa longsor, banjir, dan bencana alam lainnya disebabkan oleh sikap manusia yang tidak benar dalam mengelola lingkungan. Padahal ada penyebab lain yang belum dipahami oleh masyarakat luas, yaitu perbuatan maksiat yang dilakukan oleh manusia dan ketidakpatuhannya kepada Sang Pencipta seperti tidak menjadikan aturan Allah sebagai aturan hidup.


Sistem Islam memperhatikan kepentingan umat secara detail. Solusi Islam dalam upaya mengatasi banjir di antaranya dengan membangun sungai buatan dan  kanal untuk mengurangi penumpukan volume air dan mengalihkan aliran air, membangun bendungan-bendungan untuk menampung tumpahan air hujan, air sungai, dan yang lainnya, membangun sumur-sumur resapan di daerah tertentu. Memetakan daerah mana yang termasuk rawan banjir dan melarang penduduk mendirikan bangunan di daerah tersebut.


Selain itu, pembentukan badan khusus pun diperlukan untuk penanganan bencana alam, persiapan wilayah-wilayah tertentu untuk cagar alam. Sosialisasi tentang pentingnya kebersihan lingkungan dan kewajiban memelihara lingkungan, persyaratan tentang izin pendirian bangunan dan pembukaan pemukiman baru. Penyediaan daerah serapan air hujan, penggunaan tanah, dan sebagainya.


Tak hanya itu, sistem Islam pun memberikan solusi dalam menangani korban banjir, seperti penyediaan tenda, makanan, obat-obatan dan pakaian, serta adanya keterlibatan masyarakat sekita yang berada di dekat wilayah yang terkena bencana banjir.


Itulah berbagai solusi yang ditawarkan Islam dalam mengatasi permasalahan banjir. Hanya Islam yang memberi aturan secara sempurna dalam mengatasi berbagai problematika, termasuk banjir. Oleh karena itu, sudah saatnya sistem Islam diterapkan secara kaffah dalam kehidupan agar keberkahan menaungi negeri ini. Wallahu a’lam bi ash-shawab

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama