Anakku Sayang, Anakku Malang

 


Annisa Nurul Zannah

(Aktivis Mahasiswa)


Seorang wanita yang tinggal di Panti Asuhan di Malang menjadi viral karena sebuah video yang menampakkan dirinya sedang dianiaya oleh banyak orang. Merda Al Romdhoni SH MH dan Leo A Permana SH Mhum yang berasal dari LBH Ikadin Malang Raya menjadi kuasa hukum korban.


Merda membenarkan kejadian yang menggegerkan tersebut. Ia menjelaskan bahwa kliennya memang menjadi korban penyiksaan yang dilakukan beramai–ramai. Menurutnya, korban bukan hanya mendapatkan penyiksaan secara fisik namun juga mengalami kekerasan seksual atau pencabulan yang dilakukan oleh pria dewasa, yang mana korban masih berstatus sebagai anak Sekolah Dasar berusia 13 tahun. Peristiwa tersebut diketahui terjadi pada hari Kamis, (18/11/2021) dan baru terkuak setelah videonya viral di media sosial pada Senin, (23/11/2021).


Pelaku pemerkosaan anak yatim berusia 13 tahun tersebut yang berinisial (Y) 18 tahun warga Blimbing, Kota Malang yang kini fotonya sudah banyak tersebar di sosial media, dan sudah terkonfirmasi kebenaranya (Republika.co.id 22/11/2021).


Berita ini membuat siapa saja yang mendengarnya merasa miris. Tak bisa dibayangkan trauma yang dialami oleh anak tersebut sangat berat. Korban yang merupakan anak panti asuhan, ibunya adalah seorang ART di Sidoarjo dan ayahnya mengalami gangguan mental atau ODGJ.


Sungguh miris, di tengah pandemi yang belum menemukan titik akhir ini dan tidak adanya peranan serius dari pemerintah untuk menanganinya, membuat kondisi masyarakat kian memburuk. Memang tak dapat dimungkiri bahwa semua kasus yang terjadi sekarang ini tidak lepas dari peran pemerintah yang tak mengurusi urusan rakyatnya dengan baik. Sebab pemerintahan di tengah pandemi seperti sekarang ini, lebih sibuk mengurusi urusan pribadinya dibanding urusan rakyatnya sendiri. Seolah tak punya hati nurani, para pejabat justru tega bermain bisnis biaya tes PCR diatas penderitaan rakyat. 


Peristiwa ini seharusnya menjadikan sebagai bentuk muhasabah bagi pemerintah bahwa perlunya pengawasan yang terus-menerus. Bukan malah sibuk untuk memperkaya diri sendiri dengan cara menipu rakyat. Rakyat hanya dijadikan objek untuk memperoleh kekuasaan semata. Setelah mendapatkan posisi yang diinginkan, rakyatpun seolah dibuang tak diperdulikan lagi kebutuhannya. Sebenarnya hal ini akan terus berlanjut sampai kapanpun selama Kapitalisme demokrasi ini masih terus menjadi sistem bernegara. Sebab asas dari sistem tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah Sekularisme, yaitu paham memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari, mulai dari sosial, berbudaya hingga berpolitik . 


Jadi, jika agama melarang untuk menipu rakyat, maka hal tersebut akan mudah sekali untuk dibantah, sebab asas tadi yang tak membolehkan adanya campur tangan agama dalam aspek berpolitik. 


Islam memandang masalah ini dengan jelas dan memiliki solusi yang tuntas. Islam memiliki seperangkat hukum yang bersifat preventif, bukan hanya ditindaklanjuti apabila sudah kejadian dengan menghukum pidana para pelakunya. Namun Islam akan meninjau lebih dalam mulai dari bagaimana hal tersebut dapat terjadi. Hingga mencari solusi agar hal tersebut tidak dapat terulang kembali. 


Dahulu ketika Islam tengah berjaya, betapa sulitnya mencari orang yang bersedia untuk menjadi pemimpin, bukan karena tidak ada orang yang layak. Namun, orang-orang pada saat itu paham memutuskan menjadi pemimpin berarti harus siap untuk menderita. Jiwa seperti itulah yang seharusnya dimiliki oleh para pemangku urusan ummat. 

Wallahu’alam bisshawaab.[]


*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama