Ina Siti Julaeha S.Pd.I
Saat ini sedang viral berita tentang preweding syariah yang dilakukan oleh pasangan youtuber negeri ini. Sontak semua geger dengan romantisme dua influencer ini. Bahkan tersebar sebuah komentar yang sangat mengejutkan dari penggemarnya bahwa keduanya melakukan foto tersebut dengan aturan syariah. Keluarlah istilah preweding syariah. Dengan alasan masih menggunakan pakaian sopan, menutup aurat dan tidak saling bersentuhan.
Istilah preweding tidak ada dalam islam. Tidak baik jika sebagai muslim kita melakukan cocokologi syariah terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak diperbolehkan di dalam Islam. Bahkan tidak jarang dibeberapa konten yang ditayangkan sang youtuber terjadi aksi saling serang, akibat ada salah satu netizen yang mencoba mendakwahi idolanya tersebut yang dirasa sudah jauh dari aturan Islam. Kalimat negatif terlontar dari netizen yang terlanjur baper dengan ke’uwu”an sang idola membuatnya lupa bahwa tak ada pacaran syariah dan tidak ada juga preweing syariah.
Tak jarang penggemar ektrem membela sang idola sampai menghujat netizen lainnya. “Jangan julid lah”, “iri bos, bilang donk”, “iri tanda tak mampu” atau bahkan nyinyiran lain yang membuat setiap orang yang perduli terhadap generasi muda spontan geleng kepala. Generasi Muslim begitu sulit menerima nasihat dakwah. Akan kemana arah pemuda muslim, jika arus pemikirannya sudah tergerus ide kebebasan. Menganggap semuanya serba boleh dan sah sah saja jika dilakukan tanpa harus mempertimbangkan aturan Allah SWT. Lebih bahayanya lagi pembenaran dari kesalahan yang dilakukan sang idola yang mungkin saja akan diikuti. Inilah akibat tontonan yang tak membawa tuntunan kehidupan. Tayangan di media sosial hanya membawa dampak buruk bagi pergaulan muda mudi.
Di dalam Islam, ikatan pernikah merupakan janji suci yang bertujuan untuk menyempurnakan ibadah kepada Allah SWT. Jalan yang ditempuh untuk menuju pernikahan pun harus dilakukan sesuai syariat. Bukan dengan cocokologi atau melebelkan syariah untuk membenarkan yang dilarang Allah dan Rasul-Nya. Syariat Islam mengatur pernikahan dengan sangat mulia. Dua insan yang saling mencinta tidak diizinkan menggembar-gemorkan proses ta’ruf dan khitbah di khalayak ramai kecuali kabar akad pernikahannya. Bagi dua orang yang ingin menikah, Jika sudah merasa cocok dan ada ketertarikan maka lelaki mendatangi wali perempuan untuk menikahinya. Prosesnya dilakukan dengan ta’aruf syar’i, khitbah dan kemudian menikah dengan perayaan sesuai Islam.
Penggunaan kata ta’aruf bukan sekedar slogan saja. Tak jarang aktivitas khalwat berjalan sepeti biasa, maka hal ini sama saja dengan pacaran dan dilarang di dalam Islam.Ta’aruf adalah cara sesorang mengenal sosok yang akan menjadi pasangan hidupnya dalam pernikahan suci. Ini dilakukan dengan mencari informasi dari keluarga, saudara dan teman-teman yang dekat dengan calon yang ingin dinikahi. Bukan dengan ketemuan langsung, jarang bareng dan makan bareng ngedetnya anak melenials sekarang.
Pemikiran tentang bolehnya prewedding syariah muncul akibat penerapan sistem kapitalis sekuler. Memandang segala hal dengan aspek keuntungan materi. Dan memisahkan urusan agama dengan kehidupan. Generasi Islam dibiarkan tanpa arahan yang benar. Sehingga informasi apapun tidak bisa dikendalikan. Termasuk membenarkan segal hal dengan menambahkan embel-embel syariah. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan agama generasi muslim saat ini. Padahal sebagai seorang muslim pilihan terbaik adalah patuh dan tunduk kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Ketundukan seorang hamba kepada Allah bukan hanya sebatas kata dan istilah yang islami. Melainkan terealisasikan secara langsung dalam perbuatan. Seorang muslim ketika berpandangan bahwa nikah adalah sunnah, maka harus menjadikan Rasulullah sebagai panutan. Bukan pandangan Barat yang dilebeli syariah. Maka sudah seharusnya bagi setiap muslim mengkroscek setiap langkahnya apakah sudah sesuai dengan yang diajarkan Nabi Muhammad. Pernikahan yang diajarkan oleh Nabi begitu indah dan menjaga kesucian. Diawali dengan menjaga syariat hingga pernikahan infishol/terpisah dalam walimatu ‘ursy. Tidak ada ikhtilat (campur baur) antara tamu laki-laki dan perempuan.
Terkadang seseorang di masa kini sering keliru dalam mengklaim peristiwa dikarenakan alasan hak asasi dan ide kebebasan ala Barat. Menganggap semua sah sah saja jika sudah menjadi kebiasaan banyak orang. Standar kebenaran bukan bersandar pada Islam, melainkan sesuai pemikiran akal dan hawa nafsunya. Terlebih di era digital seperti sekarang ini. Akses media informasi begitu cepat diperoleh. Fun, Fashion, Food dan Film ala Barat begitu mudah diakses oleh semua usia termasuk generasi muslim. Kalangan milenials mudah saja dalam melihat bahkan mempertontonkan ke "uwu"an di depan khalayak ramai sebagai bentuk kebebasan berekspresi. Bahkan menjadi konten favorit di kalangan selebritis tanah air. Kemudian akan menjadi pemenang dalam ajang A ward di sebuah stasiun televisi. Hal ini jelas tidak dibenarkan.
Islam menjaga pergaulan lawan jenis sebagai bentuk kepedulian terhadap generasi. Di dalam Alquran Allah Azza wa Jalla berfirman: "Dan janganlah kamu mendekati zina, (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk." (Q.S. Al-Isra'/32).
Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Itu lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. "Katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya." (QS an- Nur 30-31).
Pernikahan sebagai satu-satunya jalan untuk menyalurkan hasrat seksual. Bukan dengan tunangan atau berpacaran bertahun-tahun. Pernikahan sebagai bentuk ibadah sepanjang waktu bersama sebagai pasangan suami dan istri. Menjalani kehidupan dengan panduan syariat Islam kaffah sebagai satu-satunya aturan yang menjadi pengikatnya.
Pergaulan Islam hanya akan bisa diterapkan dalam bingkai sistem Islam. Yaitu Khilafah 'ala minhajinnubuwah. Khilafah berperan menjaga umat dan generasi Islam dari pergaulan bebas. Media informasi digunakan sebagai alat dakwah dan edukasi ilmu pengetahuan umat. Semua dampak buruk dari pergaulan bebas akan dihindari. Khilafah mampu membina generasi muda kaum muslimin dengan aktivitas penuh ketaatan. Laki-laki dan perempuan diberikan dorongan untuk mengembangkan potensi dirinya sesuai Islam. Aktivitas dilakukan dengan dipisahkan kehidupan laki-laki dan perempuan dalam ranah berbeda.. Ilmu dan pengajaran yang dilakukan semata-mata untuk menjadi hamba Allah yang taat. Menghindari segala aktivitas unfaedah. Mengisi masa muda dengan ibadah. Menghindari angan-angan kosong dan berkhayal. Juga memotivasi generasi untuk bisa meraih impian mulia menjadi hamba yang bertakwa dan berkarya untuk kebangkitan umat.[]