TEGAR




#Cerpen


Namanya Tegar,

Di dalamnya  terselip doa

Untuk bisa hadapi dunia

Kokoh tegak bagai karang yang kekar


Tapi realitanya, hari ini ia rapuh

Sendiri di puncak bukit setengah gulita

Dengan segunung keluh


Namanya Tegar,

Tapi nyatanya ia rapuh

Bukankah dunia adalah kelakar?

Tapi humornya membuatnya mengaduh


Mencari jawab untuk sejuta tanya,

Dari luka yang menganga

Kemana mencari kata untuk bisa menghibur lara?


Selain mendekat pada yang maha kuasa.

Mencoba berdialog dengan_Nya

Ditengah kebesaran ciptaan_Nya

Mencoba temukan arah bagi kehidupannya

________________



Pemuda tampan itu sedang duduk ditepi jurang.  Menghadap ufuk menantikan terang.  Rambutnya gondrong sepundak, sesekali dibelai angin yang meniup perlahan.


Hari ini, ia sedang nekad, mendaki gunung, sendiri  hanya bersama tekad.  Menapaki jalan setapak sambil merenungi jejak. 


Kehidupan, ternyata tak semudah harap, ia mendaki punggung gunung, untuk sekedar melepas sesak.


Disetiap langkah, terbayang sekilas wajah, putih menawan nan jelita. Tergiang nasihat orangtua, Hormati gadis yang kamu cinta, dengan melayakan  diri untuk menjadi qowwam yang bertanggung jawab.


Terbayang rasa percaya diri yang mengawang, baru tiga bulan merasakan kerja, ia sudah berani langkahkan kaki.  Melamar gadis jelita yang menjadi impian hati.


Tapi ternyata, kehidupan dunia tak semudah kata.  Ia bagai lautan yang menyimpan gelombang. Tak terduga, tapi ia nyata ada menjadi ujian bagi pelaut yang mengarunginya.


Tegar terhempas oleh gelombang.  Ia belum menjadi pelaut tangguh.  Mencoba mengarungi lautan kehidupan tanpa ilmu.  Tak tahu arah kemana akan dituju.  Pantaslah jika ia lalu kandas dan saat ini terdiam kelu.


Dalam diamnya, terlintas percakapan kaku yang mengunci lidah hingga kelu.


"Jadi Nak Tegar, silahkan disampaikan maksud tujuannya kesini.  Kebetulan hari ini sedang kumpul.  Ini ada mamanya Sofia, itu adik adiknya. Sonya dengan Sony.  Ga usah canggung" 


Papa Sofia membuka  percakapan dengan menanyakan tujuan kedatangannya. Hatinya, sudah mantap saat memberanikan diri melamar sofia. Maka iapun menjawab, tanya itu tanpa ragu.


"Seperti CV yang saya buat Pah, saya membulatkan tekad untuk melamar putri Papah, untuk menjadi istri yang mendampingi hidup saya"


Papa Sofia mengangguk pelan mendengar jawabnya.  Sikapnya ramah dan menenangkan hati.  


Terbayang dalam benaknya, pertanyaan selanjutnya adalah tentang pekerjaan dan jumlah gaji yang ia dapat untuk menafkahi putrinya.  Latar belakang orangtua dan Mahar yang bisa ia berikan untuk putri kesayangan mereka.


"Alhamdulillah saya senang dan menghargai keberanian Nak Tegar untuk meminang putri saya. Tapi memasuki kehidupan pernikahan itu perlu kesiapan banyak hal ya.  Yang tentu saja harus sama dalam hal pemikiran.  Karena dari pemikiran itulah, dua kepala manusia yang berbeda, bisa menjalani kehidupan pernikahan seiring dan sejalan.  Kalau dari awal, pemikirannya tidak sama, dikhawatirkan kalian akan sulit membina keluarga.  Karena memang dimulai tanpa arah tujuan yang jelas.  Untuk itu, Mamanya Sofia, ingin ngobrol sedikit sampai bisa memutuskan khitbah ini bisa dilanjut atau tidak.  Boleh?"


Tegar mengangguk sambil mengarah pandang pada mamanya Sofia.  Ternyata Beliau sedang memperhatikan dirinya, tiba tiba saja Tegar merasa ada dingin menjalari punggungnya. Tangannya tak terasa mulai berkeringat. Entah mengapa tiba tiba rasa kikuk menyergapnya. Ada aura berwibawa yang ia rasa.


Disamping mamanya, Sofia duduk ikut memperhatikan percakapan orangtuanya.  Ia pun ingin tahu apa yang akan menjadi jawaban Tegar.


Sebenarnya, Tegar dan Sofia sudah lama kenal.  Dulu saat kuliah, Tegar pernah menyatakan rasa suka padanya.  Tapi Sofia tak mau menerima rasa suka Tegar, karena buat Sofia perwujudan rasa suka atau cinta itu bukan dengan pacaran, tapi harus berani datang dan meminang pada orangtua, sebagai tanda keseriusan.


Tegar dulu sempat marah karena penolakannya.  Ia menjauh seakan tak mau lagi mengenalnya.  Tapi seminggu kemarin, ia mendatangi tempat kerjanya.  Entah darimana ia tahu dirinya bekerja disana. Menyatakan maksud hendak melamar dirinya. Dan Sofia mempersilahkan untuk Tegar datang saja pada orangtuanya.  Sebelumnya, ia meminta CV dikirimkan, karena mama dan papa mensyaratkan hal itu sebelum Tegar datang menyampaikan maksudnya.


"Tegar boleh saya tanya.  Kenapa ingin menikah?"

 

Mama Sofia melontarkan satu pertanyaan sederhana.  Dan Tegar sempat berfikir sejenak, tak menyangka pertanyaan yang timbul adalah seperti itu.  Soal mudah tapi jawabannya ternyata membuat dirinya ragu menjawab, "Karena saya suka sama Sofia Mah.."


Tegar melihat, kedua alis mamanya Sofia mengkerut, ia menunduk, rasa percaya dirinya serasa meluruh.  Salahkah jawabannya?


"Oh menikah hanya karena suka, terus kalau ga suka lagi dengan Sofia, pernikahannya bagaimana?  Mau diakhiri gitu?"


Tegar mengangat tangannya dan menggoyangkan keras sambil menjawab, "ga Mah, ga begitu..., Maksud saya...." Tegar tak sanggup menjawab lebih lanjut, ia khawatir semakin banyak ia bicara, justru setiap kata menjadi boomerang bagi dirinya.


Sementara Sofia gemas melihat Tegar yang tak berkutik.  Mengapa tak menjawab ingin menikah karena ingin menyempurnakan ibadah dalam wadah perkawinan?  Bukankah menikah itu ibadah terpanjang dalam kehidupan?


"Bagaimana bisa ingin menikah, tapi tujuan menikah saja tidak tahu?"

Mama Sofia melanjutkan perkataannya.  Suaranya lembut, tapi menghujam dalam hati Tegar.


"Kalau menikah itu, laki laki akan menjadi nakhodah di bahtera rumah tangga loh. Kalau nakhodah tak tahu arah, kemana kapal akan dilabuhkan? Mau dibawa kemana rumah tangganya nanti?"


Tegar menunduk semakin dalam, dirinya di kick out di pertanyaan awal.  Bagaimana bisa iya menjawab pertanyaan selanjutnya?


"Rumah tangga itu dalam perjalanannya kelak akan menghadapi banyak masalah. Baik masalah dalam diri kalian masing masing, bisa juga datang dari orangtua dan mertua, atau dari kesulitan kesulitan hidup yang sifatnya materi atau emosi.   Bagaimana masalah masalah itu diselesaikan nanti?"


Tegar menjawab ragu, "ya semoga tidak ada masalah Mah, biar segala sesuatunya mengalir saja seperti air" 


Sofia diam tak berkomentar, tapi dalam hati ia gemas menjawab pertanyaan mamanya, "Mana ada hidup tanpa masalah, hadapi masalah ya dengan hukum syara'.  Koq dibiarkan seperti air mengalir, ya ga tuntaslah masalah. Bukankah hukum Allah itu paripurna?  Tak akan ada satu masalahpun dalam hidup, kecuali islam punya solusinya".  Sofia membatin dalam hati,

 

Mendengar jawaban Tegar, ia tahu bahwa Tegar belum siap menikah dan menjadi qowwam bagi dirinya.


Penasaran, ia simak apa lagi yang akan mamanya ucapkan.


"Tegar, saya sebenarnya tak ingin menghalangi keinginanmu untuk menikah.  Hanya saja, pernikahan itu akan menjadi ibadah kalian sepanjang hidup.  Tak cukup hanya keberanian untuk melangkah kesana.  Ada ilmu yang harus dicari agar kalian siap menjalaninya.  Kalian berdua yakin pada Allah?


Mama Sofia melihat Tegar mengangguk mantap.  Senyum lembut tersungging dibibirnya, "kalau memang yakin, Tegar yakin juga kan, kalau jodoh itu Allah yang tentukan?"  Lagi lagi, Tegar mengangguk dalam diam.  Ia dengarkan ucapan Mama Sofia. Yang memang masih dilanjutkan, "Kalau Tegar yakin itu, tidak marah kan kalo saya minta Tegar pulanglah dulu.  Cari ilmunya dengan benar. Jangan datang dengan Orangtua dulu.  Persiapkan segala sesuatunya dengan matang, dan biar Qadha Allah yang tetapkan.  Kalau kalian memang ada jodoh,  Allah pasti mudahkan, segala sesuatunya".


Tegar anak yang pintar, ucapan mama Sofia adalah penolakan halus.  Ia angkat kepalanya dan memberanikan diri bertanya, "Saya akan mencari ilmunya, setelah dapat bolehkah saya kembali kesini Mah?"


Mama Sofia tersenyum lembut, kalau memang kalian berjodoh, Allah akan mudahkan jalannya.  Silahkan kalian saling melayakan diri.


Percakapan ditutup.  Misi tak memberikan hasil, dan ia pulang hingga terdampar disini.  Dipuncak gunung gede, merenungi kegagalan diri.


Ternyata, ia belum tuntas mencari jawab,


Darimana saya

Mau kemana saya

Dan Mau apa dalam hidup ini.


Allah yang lebih tahu, apakah ia bisa pecahkan pertanyaan itu atau tidak,  bersama keluarnya mentari diufuk sana, ia tahu dirinya harus berusaha.  Biarlah takdir Allah yang tentukan.  Dia lebih tahu yang terbaik untuknya.


Namanya Tegar, ia sedang berusaha buktikan, doa didalam namanya adalah benar. Ia bisa tegar, taklukan ujian hidupnya.


Sukabumi,  8/10/2021

Athiefa Dienillah

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama