PLURALISME, ALAT PERKUAT HEGEMONI KAPITALISME

 


Oleh Engkom

(Ummahat Pemerhati Masalah Umat)


Sudah lama isu pluralisme sunyi senyap tak terdengar gaungnya di tanah khatulistiwa ini, seolah isu ini lenyap dan mati di telan bumi, setelah sebelumnya gencar di gulirkan dan di opinikan oleh kaum liberal.


Namun beberapa waktu lalu, Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) Letjen TNI Dudung Abdurrohman melontarkan sebuah pernyataan kontroversional yang mengusik umat islam yaitu dengan mengatakan bahwa jangan terlalu fanatik dalam beragama sebab kata dia semua agama benar di mata Tuhan (pikiran rakyat.com,15/9/21). Hal ini senada dengan menteri agama Yaqut Cholil Qoumas yang meminta agar do'a semua agama di bacakan di acara-acara kementerian agama (cnnindonesia.com,5/4/21).


Jelaslah hal ini menunjukan bahwa arus pluralisme masih terus di hembuskan bahkan lebih kuat dari sebelumnya. Jika sebelumnya isu pluralisme ini masih terbatas di forum-forum khusus dan di kampus-kampus, maka kini arusnya sudah masuk ke ranah pemerintahan dan perundang-undangan. Bahkan sempat menjadi kontroversi, setelah dalam acara Orientasi Akademik Dan Cinta Almamater (OSCAAR) yang diadakan oleh Senat Mahasiswa (SEMA) fakultas Ushuludin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya mengambil tema “Tuhan Membusuk, Rekontruksi Fundamentalis Menuju Islam Kosmopolitan". 


Pernyataan-pernyataan juga muncul dari para pejabat negara yang menginginkan penghapusan kolom agama pada KTP. Pernyataan agar isi UU Perkawinan yang di anggap sah,  jika sesuai dengan ketentuan negara. Jelas hal tersebut dapat menjadi pintu bagi legalnya nikah beda agama. Dan masih banyak pernyataan-pernyataan lainnya yang mengarah dan mengkampanyekan pluralisme ini.


PLURALISME, KEDOK BUSUK KAPITALISME


Allah SWT menciptakan manusia beraneka ragam ras, agama, warna kulit, bahasa, dan lain sebagainya. Semua itu sudah sunnatullah sebuah realitas alamiah dalam penciptaan inilah yang di namakan dengan pluralitas sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al-Hujurat : 13


يا أيها الناس إنا خلقنا كم من ذكر وأنثى وجعلنا كم شعوبا وقبا ءل لتعارفوا إن اكرمكم  عند الله  اتقاكم إن  الله عليم خبير 


"Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorabg laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi Maha  Mengenal”.


Namun hal ini bukan berarti bahwa Islam memiliki paham Pluralisme, sebab Pluralisme adalah paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama. Kebenaran setiap agama adalah relative. Setiap agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar, sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan hidup berdampingan di surga.


Kemunculan ide Pluralisme ini didasarkan pada sebuah keinginan untuk melenyapkan klaim kebenaran (truth claim) yang dianggap sebagai pemicu terjadinya tindak kekerasan dan diskriminasi di tengah-tengah masyarakat. Para pengusung Pluralisme menggadang-gadangkan bahwa dengan Pluralisme akan tercipta keharmonisan dan kerukunan di masyarakat. Padahal sejatinya Pluralisme ini dapat merubah sikap dan standar hidup masyarakat menjadi inklusif, intoleran dan pluralis. Sehingga akan mengubur konsep islam sebagai ajaran keyakinan sekaligus solusi total setiap permasalahan kehidupan. Juga dapat menghilangkan peran islam sebagai maffahim (pemahaman), maqoyis (standar) dan qonaah (perasaan) umat. Dengan adanya Pluralisme juga akan lahir faham sinkretisme yang menggabungkan berbagai agama, bahkan memunculkan agama baru dan aliran-aliran sesat. Oleh karena itu, berdasarkan fakta demikian MUI menegaskan bahwa Pluralisme agama hukumnya haram, dan bertentangan dengani ajaran agama islam (fatwa MUI No. 7 / Munas VII / MUI / 11 / 2005).


Penguatan arus pluralisme dalam negeri ini nampak perkembangannya dalam berbagai peristiwa di tanah air. Hal ini  sejalan dengan arus dari luar negeri yaitu dipicu oleh faktor kepentingan ideologi kapitalisme untuk melanggengkan dominasinya di dunia, khusunya dunia Islam. Mereka menginterpensi umat Islam untuk meyakini kebenaran agama lain dan mendukung kebebasan beragama. Dengan cara ini, Barat dapat menjauhkan umat islam dari pronsip akidah dan syariatnya yang dianggap sebagai pengganggu kepentingan ekonomi mereka. Maka tak aneh jika AS akan terus mendikte negara manapun, terutama yang memiliki posisi geostrategis dan kekayaan alam yang menguntungkan mereka.


CAMPAKAN PLURALISME 


Propaganda Pluralisme begitu nyata dan sangat berbahaya, maka seyogyanya setiap muslim mencampakan sampai keakar-akarnya dengan langkah-langkah sebagai berikut. Yang pertama, membangun ketaqwaan individu dengan jalan dakwah dan edukasi agar kokoh akidahnya. Teguh menjalankannya secara total dan memperjuangkannya sehingga pluralisme tidak tumbuh subur di tengah-tengah umat. 


Yang kedua, kontrol masyarakat sangat penting atas penyebaran arus pluralisme ini dengan melakukan reaksi keras, amar ma'ruf nahyi munkar dan mengoreksi penguasa, sehingga agar tidak terjadi kerusakan dan bencana sebagai mana sabda nabi SAW: "Tidak, demi Alloh, sungguh kalian harus melakulan amar ma'ruf nahyi munkar serta menindak orang yang dzolim, membelokan dia menuju kebenaran atau (jika tidak) Alloh akan menjadikan hati kalian saling membenci satu sama lain, kemudian Dia melaknat kalian sebagai mana Dia melaknat Bani Isroil.” ( H.R. Abu Dawud dan At tirmidzi).  


Yang ketiga, menerapkan syariat islam secara kaffah dalam sebuah institusi yakni khilafah rosyidah 'ala min hajin nubuwwah yang menjamin terciptanya keadilan dan keharmonisan di masyarakat. Selama penerapannya sejak 15 abad yang lalu, terbukti perlakuan adil negara khilafah bukan hanya sekadar konsep tapi benar-benar diaplikasikan dan semua pihak merasakan kerukunan umat beragama serta kesejahteraan yang sesungguhnya. Pada masa Rosulullah SAW beliau memimpin agama islam di Madinah dengan cemerlang walau dalam kemajemukan agama, umat islam, nasrani dan yahudi hidup berdampingan satu sama lain. Seorang intelektiual Barat Will Durant dalam bukunya "The Story Civilization" menggambarkan keharmonisan antara pemeluk islam, yahudi dan kristen di Spanyol di era khilafah Bani Umayyah. Mereka hidup aman, damai dan bahagia di sana hingga abad 12 M. 


Dengan demikian, penerapan syariah di bawah sistem khilafah rosyidah  yang mengikuti  manhaj kenabian harus menjadi agenda penting agar keberagaman menjadi kebaikan dan kerahmatan Islam bisa di rasakan secara nyata oleh semua anggota masyarakat yang beragam. []


*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama