Pelecehan Seksual, Tamparan Keras Dunia Pendidikan



Endah Sulistiowati (Dir. Muslimah Voice)


Trenggalek viral, seorang ustadz ditangkap polisi karena  melakukan pencabulan di Trenggalek terhadap 34 santriwati disebut melakukan manipulasi. Psikolog menilai aksi cabul dengan manipulasi ini untuk melancarkan aksinya. Bentuk manipulasi itu perkataan pelaku yang menyebut "Kalau sama gurunya harus nurut, tidak boleh membantah".


Meskipun kasus-kasus pelecehan seksual ini tidak selalu dilakukan guru atas muridnya. Namun kasus pelecehan seksual di lingkungan pendidikan tentu menjadi tamparan keras bagi pendidikan nasional. Sehingga hal ini perlu dikupas tuntas dan di cari solusinya. 


Kejahatan seksual bisa berbentuk memiliki perzinaan, L6BT, prostitusi (pelacuran), pencabulan, dan perkosaan promiskuitas (hubungan seksual yang dilakukan di luar ikatan perkawinan dengan cara berganti-ganti pasangan). Di antara kejahatan seksual yang disebutkan tadi, di antaranya dilakukan dengan cara kekerasan dan ada yang tidak. Istilah kejahatan seksual yang paling sering didengar adalah pelecehan seksual dan perkosaan.


Menurut Komnas Perempuan kasus pelecehan seksual ini jika dibuat rate prosentase, sejak tahun 2015 hingga 2020 adalah untuk universitas 27%, Pesantren/Sekolah Agama 19%, SMU/SMK 15%, SMP 7%, TK/SD/SLB 3%. Hal tersebut tidak hanya kasus antara guru dan murid saja, tapi melingkupi seluruh kasus. 


Fakta miris yang menunjukkan bahwa lingkungan pendidikan tidak lagi menjadi tempat aman bagi para siswa. Menurut Komisi Nasional anti Kekerasan dalam laporannya, pada periode 2015 hingga Agustus 2020 ada 51 kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan. Namun, jumlah tersebut tidak mencerminkan realitas di lapangan yang diperkirakan lebih besar.


Kenapa hal ini terus menerus terjadi di dunia pendidikan Nasional Indonesia? Setidaknya dari yang penulis amati ada 2 poin yang menjadi penyebab utama, antara lain: 


1) Sistem pendidikan berbasis sekuler materialistik. Permasalahan pendidikan sebagai suatu sub-sistem tidak dipungkiri sistem pendidikan sekuler-materialistik yang diterapkan di negeri ini terbukti telah gagal melahirkan manusia-manusia yang bertaqwa, baik bagi pendidik maupun yang dididik. Guru selayaknya sebagai pendidik yang bisa digugu dan ditiru telah tergerus dengan adanya oknum yang sekedar menjalankan profesi demi gaji tanpa mendidik bahkan tega menodai fitrahnya dunia pendidikan.

 

Pada dasarnya ketika membiarkan berlangsungnya sistem pendidikan sekuler berarti membiarkan rusaknya identitas generasi Muslim, menjadi pelaku kebebasan, pembela penista agama dan penentang penerapan syariat. Serta guru pun menjadi imbas dari kebebasan di balik sistem yang rusak. Maka sangat mustahil terwujud generasi berkepribadian Islam yang teguh berpegang pada agama dan berkomitmen mewujudkan kembali kegemilangan peradaban Islam jika pendidikan masih berhaluan kebarat-baratan.


2) Output yang rendah akibat rendah pula mutu pendidikan nasional. Output pendidikan nasional akhir-akhir ini mendapat sorotan tajam dari para ahli. Setidaknya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim membeberkan bahwa mutu pendidikan Indonesia masih jauh dibanding dengan negara lain. Dengan negara kecil dan muda sekalipun. Karena itu pendidikan nasional saat ini mendesak untuk diadakan pembaruan sistem pengelolaanya. Agar terjamin kualitas outputnya (Jawa Post, 23 Okt 2019).


Satu lembaga independen yang mengukur mutu pendidikan di dunia adalah international programs for student asessment (PISA). Menurut catatan lembaga ini, pendidikan di Indonesia dikategorikan jauh dari standar rata-rata pendidikan di dunia. Capaian nilai peserta didik bidang sains Indonesia mendapat angka 396. Sementara rata-rata negara lain 569. Kemudian kemampuan matematika bangsa kita mendapat 379. Sedangkan rata-rata negara lain mencapai 591. Demikian pula kemampuan literasi (daya baca) masyarakat Indonesia mendapat nilai 371, sedangkan umumnya rata-rata 487. Ketiga bidang itu, sain, matematika dan literasi, menjadi tolok ukur kemajuan bangsa dari sisi mutu pendidikan.


Dengan standar umum saja nilai mutu pendidikan Indonesia masih rendah, apalagi secara khusus dilihat dari kacamata agama dan moral. Sehingga memang sudah seharusnya hal ini menjadi evaluasi bersama, apakah tetap akan mempertahankan sistem pendidikan yang sekarang atau ganti dengan yang lebih menjanjikan? 


Karena bagaimanapun peserta didik saat ini adalah pemimpin masa depan, kalau kasus seperti ini tidak diselesaikan secara tuntas sampai ke akar, maka tidak ada jaminan kasus pelecehan seksual ini tidak akan terulang. Sehingga kita butuh sistem pendidikan yang menjanjikan output guru dan siswa berkualitas secara imtaq dan Iptek. 


Dalam menyelesaikan kasus pelecehan seksual dalam lingkungan pendidikan, Islam memberikan beberapa mekanisme yaitu : 


a) Mekanisme pertama, Islam menerapkan sistem pergaulan yang mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan, baik ranah sosial maupun privat. 


b) Mekanisme kedua, Islam memiliki sistem kontrol sosial berupa perintah amar makruf nahi mungkar. Saling menasihati dalam kebaikan dan ketakwaan, juga menyelisihi terhadap segala bentuk kemaksiatan. Tentu semuanya dilakukan dengan cara yang baik. 


c) Mekanisme ketiga, Islam memiliki sistem sanksi tegas terhadap pelaku kejahatan seksual. Contohnya, sanksi bagi pelaku tindak perkosaan berupa had zina, yaitu dirajam (dilempari batu) hingga mati, jika pelakunya muhshan (sudah menikah); dan dijilid (dicambuk) 100 kali dan diasingkan selama setahun, jika pelakunya ghairu muhshan (belum menikah).


d) Islam juga mengatur penyelenggaraan pendidikan, pendidikan merupakan tanggung jawab negara sebagai pihak yang diamanahi rakyat untuk mengatur urusan mereka dengan sebaik mungkin, sehingga baik pendidik maupun yang dididik mendapatkan pelayanan terbaik.


Sistem pendidikan yang dibutuhkan negeri ini adalah sistem pendidikan Islam yang mensyaratkan komitmen negara untuk memberlakukan Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan dengan tegaknya khilafah Islamiyah. Dan yang paling penting berjalannya fungsi negara akan meminimalisir tindakan asusila di masyarakat. Baik oleh oknum guru maupun pegawai yang lainnya. Karena masyarakat tegak atas dasar taqwa individu dan berjalannya kontrol masyarakat serta pengawasan yang selalu dilakukan oleh negara.


Dengan itu akan terwujud kembali sistem pendidikan Islam sebagai sistem pendidikan terbaik untuk generasi umat terbaik. Sebagaimana Allah berfirman:


“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (TQS Ali Imran: 110).

Wallahu'alam   []

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama