Oleh: Lely Noormindhawati, S.Si (Aktivis Dakwah)
Kita memiliki dua momentum penting pada bulan Oktober tahun ini meski pandemi belum berlalu. Momentum tersebut yakni Maulid Nabi saw. dan Hari Santri Nasional. Keduanya memiliki satu benang merah yang sama berupa kiprah dan spirit Islam bagi kebangkitan peradaban manusia. Maulid Nabi saw. 12 Rabiul Awal menjadi tonggak kelahiran manusia agung, Muhammad saw. Pada usia 40 tahun, beliau menerima syariat Islam untuk disebarkan ke seluruh penjuru dunia. Beliau tiada kenal lelah memperjuangkan tegaknya syariat Islam selama 13 tahun di Makkah dan 10 tahun di Madinah. Hingga akhirnya peradaban jahiliyah berhasil diruntuhkan.
Islam kemudian tampil menjadi super power dunia di bawah kepemimpinan Rasulullah Muhammad saw. dengan berdirinya Negara Islam di Madinah pasca peristiwa hijrah. Para khalifah menggantikan tongkat estafet kepemimpinan umat Islam pasca wafatnya Rasulullah saw. Alhasil, Islam menjadi mercusuar peradaban dunia selama 13 abad dengan wilayah kekuasaannya mencapai sepertiga dunia. Di negeri ini, kiprah Islam tidak bisa dianggap sepele pada masa penjajahan. Adanya peringatan Hari Santri 22 Oktober sejatinya menjadi refleksi peran luar biasa para santri dan kyai dalam mengusir hegemoni penjajah di negeri ini. Resolusi jihad yang diserukan K.H. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 berhasil memobilisasi pemuda-pemuda Islam untuk melawan agresi militer Belanda yang ingin menggoyang kedaulatan Indonesia. Puncaknya adalah peristiwa heroik 10 Nopember 1945. Semangat jihad berhasil mengobarkan semangat arek-arek Suroboyo (warga Surabaya) untuk membebaskan negerinya dari hegemoni penjajah hingga titik darah penghabisan.
Dalam mengamati kedua momentum penting tersebut, maka kita perlu memahami digging up the past yang menjadi slogan familier di kalangan para arkeolog. Slogan yang dapat diartikan sebagai sebuah upaya mengungkap kehidupan masa lalu melalui penelusuran situs-situs bersejarah, artefak, dan sejumlah upaya penggalian bukti-bukti sejarah. Melalui upaya tersebut akan menghasilkan rekonstruksi peradaban masa lalu yang bisa memberikan pelajaran penting bagi kehidupan saat ini dan yang akan datang.
Digging up the past juga membutuhkan digging up the truth. Artinya kita tentu tidak memungkiri fakta, sebab sejarah akan sangat dipengaruhi oleh siapa yang menuliskan dan kepentingan yang menggerakkannya. Dari sini akan muncul peluang melakukan pengaburan dan penguburan sejarah yang mengakibatkan penulisan sejarah tidak sebagaimana mestinya hingga terkesan bias bahkan dimungkinkan terjadi penguburan fakta-fakta sejarah.
Umat Islam penting untuk kembali memegang akar sejarahnya. Umat akan mendapatkan gambaran yang utuh berkaitan dengan kiprah apa saja yang telah diberikan Islam untuk kebangkitan negeri ini. Tentunya, umat juga akan memahami benar tidaknya tentang karakteristik Islam yang sebenarnya. Pada masa awal kemerdekaan negeri ini, umat Islam berada di garda terdepan perjuangan mempertahankan kedaulatan Indonesia yang saat itu baru saja diproklamirkan. Para santri dan kyai bersatu padu menggalang kekuatan umat. Mereka rela bertaruh nyawa demi tetap tegaknya kedaulatan di bumi pertiwi.
Dalam Al-Islam Congres Loear Biasa yang digelar di Surabaya pada 24 hingga 26 Desember 1924, organisasi kebangkitan umat bernama Syarikat Islam (SI) menyatakan dukungannya terhadap kembali tegaknya Khilafah ke pangkuan umat. SI juga menuntut Zelfbestuur yakni terbentuknya pemerintahan mandiri di luar kekuasaan imperialisme Belanda dan menyerukan persatuan umat di bawah Khilafah Utsmaniyyah.
Akhirnya, upaya musuh-musuh Islam yang ingin mengerdilkan peran strategis Islam dalam kebangkitan nasional mulai menunjukkan kepiawaiannya memutarbalikkan fakta. Bahkan hingga saat ini, framing negatif terus dialamatkan pada umat Islam dan ajarannya, termasuk gerakan Islam politik yang menyerukan kembali persatuan umat global dalam imperium Khilafah Islam. Hal tersebut sebenarnya sejalan dengan kampanye Islamofobia dan moderasi Islam yang dimotori Barat yang tertuang dalam salah satu dokumen RAND Corporation (lembaga think thank AS) berjudul Building Moderate Muslim Network. Upaya ini dilakukan Barat untuk mengubah wajah Islam sesuai yang dimaui Barat, menjauhkan Islam politik dari benak umat dengan menghadang perjuangan penegakan Islam kaffah dalam naungan Khilafah Islam, serta mengokohkan imperialisme Barat atas negeri-negeri Islam dengan dominasi ideologi kapitalismenya.
Dengan demikian, menjadi kewajiban bagi umat Islam untuk mendapatkan pemahaman dan pelajaran yang benar serta bersiap melanjutkan kembali perjuangan para pendahulunya. Umat harus menyadari peran pentingnya mengungkap kebenaran dalam mewujudkan persatuan global umat Islam dan meraih kehidupan mulia sebagai mercusuar peradaban dunia dalam naungan Islam kaffah. Wallahua'lam. []