Ketika Azan Kembali Dipersoalkan

 



Oleh : Naziihah (Aktivis Muslimah Kalsel)


Pemberitaan di media sosial belum lama ini diramaikan dengan adanya respon terhadap pemberitaan media asing yang membuat laporan “azan di DKI Jakarta sangat berisik”. Pemberitaan tersebut pertama kali muncul dari salah satu kantor media internasional agence france-presse (afp), agensi berita internasional yang berpusat di paris, prancis.


Dalam pemberitaannya, afp juga menuliskan, bahwa azan dan masjid adalah dua hal yang dihormati di Indonesia, negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia. Mengkritisi azan dan masjid bisa berujung pada tuduhan penistaan agama dengan ancaman 5 tahun penjara. Tidak ada yang berani untuk komplain soal itu di sini," kata Rina (nama samaran), salah satu narasumber afp yang mengaku  mengidap gangguan kecemasan (anxiety disorder) yang tidak bisa tidur, mengalami mual untuk makan, dan takut untuk menyuarakan komplain soal suara azan dari masjid di dekat rumahnya. (detiknews, 14/10/21).


Tanggapan Umat Islam RI


Terkait pemberitaan tersebut, dirjen bimas Islam kementerian agama (Kemenag) kamaruddin menegaskan bahwa azan adalah panggilan bagi umat islam untuk menunaikan shalat. "azan adalah panggilan salat, sehingga dikumandangkan pada waktunya. Durasinya juga tidak lama," tegas kamaruddin lewat keterangan tertulis pada kompas.com, minggu (17/10/2021).


Respon atas kejadian ini juga datang dari majelis ulama Indonesia (mui), dalam hal ini diwakili oleh anggota komisi fatwa mui, kh. Mukti Ali Qusyairi, beliau dengan tegas mengatakan, bahwa adzan merupakan kalimat sakrat karena didalamnya terdapat kalimat jalalah yang mengagungkan allah swt, beliau menambahkan karena itu kalimat jalalah dalam lafadz adzan tidak boleh diucapkan di tempat- tempat kotor, seperti kamat mandi, tilet atau tempat kemaksiatan lainnya. (poskota, 15/10/2021).


Bagi umat Islam khususnya, suara adzan merupakan pengingat istimewa. Bukan sebaliknya disebut sebagai bentuk kebencian serta cercaan terhadap simbol dan syiar Islam, misalnya dengan memberikan kesamaan suara adzan dengan syiar kidung.


Cacian dan hinaan terhadap syi'ar Islam "subur" dalam sistem sekuler


Cacian terhadap ajaran Islam sebetulnya tidak kali ini saja terjadi. Kebencian juga terjadi di negeri muslim minoritas, china. Beberapa waktu lalu, China telah menghapus salah satu aplikasi al-qur’an paling populer di dunia dihapus dari app store di China atas permintaan pejabat setempat. Mereka menghapus aplikasi quran majeed karena berisi konten yang memerlukan dokumentasi tambahan dari otoritas China. Padahal, aplikasi tersebut memiliki hampir satu juta pengguna di cina dan jutaan muslim lainnya di dunia. (suara.com, 16/10/2021).


Dalam sistem sekuler yang mengagungkan kebebasan berpendapat, memberikan ruang kepada siapapun untuk berpendapat tentang apa saja tanpa ada batasan apakah itu melanggar norma agama atau tidak. Jargon yng mengatakan bahwa kebebasan berpendapat dibatasi diluar perkara ras, suku, dan agama hanya sekedar jargon belaka yang tidak berlaku jika objeknya adalah Islam.


Maka berharap pada sistem sekuler untuk menghentikan cercaan dan hinaan kepada syi'ar Islam jelas perkara yang mustahil. Seringkali justru berakhir pada kalimat, “umat harus bersabar.” Pada saat yang sama, pemerintah meminta umat untuk tidak reaktif atau bertindak anarkis menghadapi para pembenci, sementara pemimpin negara tak berkata apa-apa dan melakukan tindakan sebagaimana mestinya. Wajar jika hinaan dan cercaan terhadap simbol dan syiar islam dari musuh-musuh Islam makin subur saja. Apa daya, kaum muslim memang tidak memiliki pemimpin yang berani bersikap tegas terhadap pembenci Islam.


Umat Butuh Sistem Islam


Umat Islam terzalimi dimana-mana. Simbol dan syiarnya terus menjadi bahan hinaan dan cercaan. Dalam sistem sekuler, kebebasan berpendapat terjamin bagi setiap orang, meski mengolok-olok agama lain. Semua ini sering terjadi, setidaknya karena ada dua sebab utama. 


Pertama, Islam tidak lagi menjadi asas bagi kehidupan, sehingga umat hidup dalam sistem yang bertentangan dengan islam. Padahal, Allah swt. Tegas menyampaikan, bahwa “barang siapa yang berpaling dari peringatan-ku, maka kehidupan menjadi sempit.” (TQS. Thaha : 124).


Kedua, tidak adanya penjaga di tengah-tengah dunia Islam. Penjaga tersebut adalah pemimpin tunggal untuk seluruh umat Islam. Tempat berlindung kaum muslim dari setiap ancaman yang membahayakan kehidupannya. Rasulullah Saw. Bersabda, “sesungguhnya seorang imam adalah perisai, orang-orang berperang dari belakangnya dan menjadikannya pelindung, maka jika ia memerintahkan ketakwaan kepada allah dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggung jawab atasnya.” (HR. Al-bukhari An-nmNasai dan Ahmad). 


Kehormatan nilai Islam dan ajarannya hanya akan terlindungi secara sempurna saat diterapkan hukum syariat Islam di bumi ini. Aturan Islam dalam bingkai khilafah Islamiyyah akan mampu menjamin keberlangsungan nilai-nilai Islam dan melindunginya dari pihak yang ingin menghancurkannya. Karena sesungguhnya kemuliaan Islam dan ajarannya mutlak dibela. Wallaahu a'lam bishshowab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama