Peringatan Hari Anak Internasional, Apa Kabar Anak-anak Palestina?



Oleh: Rini Andriani S.Pd  (Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)


Muslimahvoice.com - Persoalan mengenai kesejahteraan dan pemenuhan hak-hak anak telah menjadi perhatian dunia Internasional sejak lama. Liga bangsa-bangsa pada tanggal 24 November 1924 mendeklarasikan perlindungan dan pemenuhan hak anak dengan mengadopsi Geneva Declaration of the rights of child yang disusun oleh Eglantyne Jebb, pendiri organisasi Save the Children Fund. Hal ini direspon dengan menetapkan hari anak pada tanggal 1 Juni, sehingga dunia mempunyai perhatian lebih terhadap anak-anak. 


Seperti biasa, peringatan-peringatan itu hanya bersifat seremonial belaka. Bagaimana tidak, jikalau dunia benar-benar menaruh perhatian lebih terhadap kesejahteraan anak maka tak akan ada lagi dentuman bom di Palestina. Tanpa menafikkan seluruh persoalan anak  yang ada di seluruh dunia, anak-anak Palestina adalah fakta real korban kebiadaban Zionis Israel Laknatullah. 


Mengutip salah satu tulisan poster demonstran pro-Palestina di Eropa, dan sempat viral di media sosial. Poster itu bertuliskan, "Anak Palestina: Kami kini salat 6 kali sehari, Subuh, Zuhur, Ashar, Magrib, Isya, dan Jenazah."


Tulisan pada poster tersebut menggambarkan kerusakan psikologis anak-anak Palestina yang setiap hari harus berhadap-hadapan dengan militer Israel. Selain psikologis, tak jarang pula anak-anak Palestina harus menghadapi maut tatkala militer Israel melakukan aksi agresi.


Sedikitnya kurang lebih p60 anak Palestina di Jalur Gaza meninggal dunia akibat area tempat mereka tinggal dan bermain dibombardir militer Israel. Jumlah itu dilansir ReliefWeb, lembaga pelayanan informasi kemanusiaan milik Kantor Koordinasi Persatuan Bangsa-Bangsa untuk Urusan Humanitarian (United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs/OCHA).


“Setiap kali ada serangan udara, kami menjadi takut," kata Khaled, bocah Palestina berusia 10 tahun yang tinggal di Gaza kepada organisasi Save The Children seperti dikutip dari ReliefWeb, Selasa (19/5/2021).


Khaled mengatakan, setiap kali dirinya mencoba keluar, akan terhenti pada pintu depan karena terdapat serangan udara Israel. Ia akhirnya terpaksa berlari ke dalam rumah secepatnya. Ia memberikan kesaksian, "Setiap kali saya meletakkan kepala di atas bantal, ada serangan udara lain dan saya bangun dengan ketakutan."


Direktur Save The Children di wilayah Palestina, Jason Lee, mengungkapkan sedikitnya 60 anak Palestina terbunuh di Gaza dalam sepekan terakhir. Berapa banyak lagi keluarga harus kehilangan anak tercinta mereka, sebelum komunitas internasional bertindak menghentikan Israel?" kata Jason Lee. 


Berdasarkan laporan timnya, Jason Lee mengungkapkan tim medis di Gaza kesulitan merawat korban pemboman, termasuk anak-anak, karena jaringan listrik rusak. Pasokan bahan bakar, yang merupakan satu-satunya sumber tenaga listrik di Jalur Gaza, kian menipis. Sementara Israel telah memblokade perbatasan tempat masuknya bahan bakar ke Gaza.


Save the Children memperingatkan akan adanya tiga guncangan terhadap warga sipil di Gaza. Pertama, pemboman Israel yang terus berlanjut, akan merusak fasilitas kesehatan dan infrastruktur sehingga warga Gaza akan sulit mendapat pasokan hidup.


Kedua, anak-anak Gaza yang sakit kritis dan terluka tidak dapat meninggalkan daerah itu untuk mendapatkan perawatan lebih memadai. Kesemua layanan publik di Gaza kini berada di tepi jurang kehancuran. Belum lagi kini kita menghadapi wabah covid-19. Persediaan medis sangat terbatas karena blokade," kata Jason.


Fakta terpuruknya kondisi anak-anak Palestina, semakin membuktikan bahwa ide HAM yang sudah dibanggakan oleh Demokrasi telah sirna. Peringatan hari anak internasional pun tak bermakna.


Pendudukan kaum Zionis atas Palestina bukan sekadar mengakibatkan kematian ratusan ribu warganya, tetapi juga menciptakan penderitaan yang berkepanjangan yang dialami jutaan warga lainnya yaitu Palestina. Dengan demikian, masih bercokolnya kaum penjajah Zionis Israel inilah yang menjadi pangkal persoalan di tanah Palestina dan menyebabkan penderitaan kaum muslim berkepanjangan.


Mengusir Israel tidak bisa dengan sekadar bantuan uang dan obat-obatan, apalagi hanya dengan retorika. Israel hanya bisa diusir dari tanah suci dengan mengerahkan pasukan militer. Bukankah Allah Swt. telah berfirman:

وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ

“Perangilah mereka di mana saja kalian menjumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian.” (TQS al-Baqarah [2]: 191)

فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ أُولَاهُمَا بَعَثْنَا عَلَيْكُمْ عِبَادًا لَنَا أُولِي بَأْسٍ شَدِيدٍ فَجَاسُوا خِلَالَ الدِّيَارِ وَكَانَ وَعْدًا مَفْعُولًا


Begitu juga dengan firman Allah SWT:

“Jika datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami mendatangkan kepada kalian hamba-hamba Kami yang perkasa. Lalu mereka merajalela di kampung-kampung. Itulah ketetapan yang pasti terlaksana.” (TQS al-Isra’ [17]: 5). 


Sejatinya persoalan Palestina adalah persoalan negara, bukan individu rakyat. Hanya dengan institusi Khilafah dengan manhaj kenabian yang mampu menyelesaikannya.[]


*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama