Oleh: Desi Wulan Sari, M.,Si.
(Pegiat Literasi dan Pengamat Publik)
Muslimahvoice.com - Melonjaknya kasus positif di berbagai daerah seakan memberi tanda bahwa kita masih harus waspada. Data para pasien yang terus bertambah semakin membuat masyarakat resah dan khawatir dengan kondisi ini. Dalam laman berita nasional, Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Airlangga Hartanto menyebutkan, terhitung sejak 6 Mei 2021, lebih dari 4000 orang pemudik dinyatakan positif Covid-19 (kompas.com, 11/5/2021). dan temuan penyebab lonjakan ini menurut Kabid Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemologi Indonesia Dr Masdalina Pane, M.,Si. didasari hal-hal sebagai berikut, diantaranya (1) Temuan kasus sedini mungkin, (2) Testing dan (3) Contact tracing.
Melihat hal ini, banyak para ahli kesehatan yang menyayangkan mitigasi wabah yang dilakukan sejak awal dinilai lamban dan kurang tegas. Tarik ulur antara penanganan pandemi dengan pemulihan ekonomi menjadi titik fokus pemerintah kala itu, bahkan terlihat pemulihan ekonomilah yang didahulukan dalam penanganan. Sehingga mitigasi pandemi sedikit terabaikan. Senada halnya dengan apa yang disampakan Prof. Dr.-Ing.H. Fahmi Ambar dari BIG (Badan Informasi Geospasial) bahwa melonjaknya kasus Covid-19 bukan “konspirasi” jelang belajar tatapmuka atau yang lainnya, tetapi lebih kepada konsekwensi logis kebijakan wisata boleh buka tahun lalu.
Padahal sangat jelas, masalah penanganan wabah besar seperti pandemi Covid-19 merupakan tanggung jawab sepenuhnya dari negara, sebagai pemegang kendali pemerintahan. Akankah pandemi ini terus berlangsung tanpa tahu kapan berakhirnya? Mitigasi wabah seperti apa yang tepat diterapkan sebagai solusi?
Tidak dapat dipungkiri saat rakyat diatur dalam sebuah sistem yang diadopsi dari Barat (buatan manusia) yaitu sistem kapitalisme, yang membuat tangan para pemangku kekuasaan terikat pada kebijakan seputar sistem tersebut. Kita ketahui bahwa sistem ini melihat segala kebijakan dari kepentingan para pemilik modal. Pemilik modallah yang memiliki andil besar untuk menentukan kebijakan yang memberi keuntungan bagi mereka.
Maka tidaklah heran, ketika para penguasa merancang mitigasi wabah, ada indikasi-indikasi yang dinilai masyarakat lebih mengutamakan pemulihan ekonomi dibanding penanganan wabah Covid-19 nya. Terlihat dari banyaknya suntikan dana berbagai titik perekonomian, diantaranya bidang pariwisata dalam negeri dan ijin WNA berwisata yang jor-joran diaktifkan. Karena bidang pariwisata menurutnya banyak terkait pada perekonomian diantaranya perhotelan, transportasi, kuliner, tempat hiburan, dan lain sebagainya.
Dan melihat fakta yang ada saat ini, mitigasi yang telah dilakukan hanya sebatas himbauan, jaga jarak, cuci tangan ataupun menggunakan masker kepada masyarakat. Tes-tes swab, antigen, vaksin terkadang dikenakan biaya yang cukup mahal. Banyak rumah sakit, puskesmas kewalahan karena minimnya SDM dan dana yang kurang tersedia. Fasilitas RS dan alat pun menjadi komponen penting di dalamnya tetapi kurang memadai. Bahkan penutupan pasar rakyat, tempat pemakaman umum, dinilai kurang tepat karena disaat bersaman tempat-tempat wisata dibuka, WNA asing banyak berdatangan, acara-acara mengundang kerumunan yang diadakan para pejabat pun kerap diadakan. Hal-hal tersebut seakan ingin memperlihatkan kurangnya ketegasan pemimpin dalam mengatasi pandemi ini.
Lantas mitigasi pandemi seperti apa yang harus dilakukan agar rakyat dapat terlindungi dari wabah ini? Jika bukan sistem kapitalis yang mampu mengatasinya, maka sistem apakah yang bisa mewujudkannya?
Cara Islam Menghadapi Wabah Penyakit
Islam telah banyak mengatur dan memberikan solusi kepada setiap problematika umat. Sejak diutusnya Rasulullah saw bersama dengan Al’Quran membawa syariat Allah bagi seluruh umat manusia. Bagaimana sayangnya Allah swt kepada makhluknya, sampai kita dibekali dengan aturan-aturan dan solusi kehidupan di dunia agar selamat di dunia dan akhirat.
Begitupun dengan wabah pandemi ini, bukan suatu hal yang baru jika wabah Covid-19 muncul kali ini. Ternyata wabah-wabah pandemi sebelumnya pernah terjadi bahkan di masa Rasulullah dan sabahat.
Khalifah Umar bin Khattab (tahun ke delapan belas dari hijrah), disaat itu pada masa ke khalifahan-nya pernah terjadi wabah penyakit Tha’un. Penyakit Tha’un merupakan penyakit yang berujung pada kematian, penyakit ini membuat resah dan gelisah seluruh masyarakat pada waktu itu. Banyak korban yang meninggal dunia disebabkan penyakit ini yang diantaranya Abu Ubaidah bin Jaroh pemimpin rakyat, Mu’adz bin Jabal, Yazid bin Abi Sufyan, Haris bin Hisyam dan sahabat yang lainnya.
Rasulullah saw pernah memberitahu bagaimana cara menangani penyakit yang ada pada suatu daerah. Beliau bersabda :
إذا سمعتم به بأرض فلا تقدموا عليه وإذا وقع بأرض وأنتم بها فلا تخرجوا فرارا منه.
Artinya : “Jika kalian mendengar penyakit Tha’un di sebuah wilayah, maka janganlah datang ke daerah tersebut. Jika kalian ada di dalam wilayah tersebut, maka kalian janganlah lari keluar”.
Hingga cara Rasulullah saw tersebut menyelamatkan banyak nyawa bahkan negara. Khalifah Umar bin Khatab tidak ragu dan tegas dalam menentukan kebijakan cara menangani wabah ala Rasulullah tersebut. Tidak ada pertentangan dari para pembantu pemerintahan, karena khalifah memegang kekuasaan dan mengikuti aturan syariat dalam setiap keputusannya.
Sehingga mitigasi yang paling tepat dalam penanganan wabah Covid-19 yang semnakin melonjak ini dapat melihat cara Islam Kaffah menangani sbb: (1) Dengan tidak memasuki daerah yang terkena wabah, (2) dan bagi masyarakat di dalamnya jangan keluar dari daerah tersebut. (3) Melakukan karantina total bagi daerah yang terkena wabah. (4) memperhatikan penuh kebutuhan sandang, pangan dan sosial masyarakat saat masa karantina.
Keempat hal tersebut menjadi tanggung jawab utuh negara dalam pelaksanaannya. Sejatinya, sistem islam hadir di tengah umat untuk memudahkan seluruh umat manusia. Karena Islam datang bukan saja sebagai agama tetapi sebagai aturan hidup manusia yang paripurna, saatnya umat kembali kepada aturan Islam kaffah, khususnya para penguasa negeri agar mampu menghadapi pandemi ini dengan tepat dan berakhir dengan tuntas. Walhau a’lam bishawab. []