Muslimahvoice.com - Pandemi Covid-19 ini belum memunculkan titik terang kapan berakhirnya. Seolah sudah menyerah dan tak ada upaya berlanjut yang serius dari pemerintah untuk mencegah penyebaran virus ini selain dengan Memakai masker, Menjaga jarak dan Mencuci tangan (3 M). Upaya vaksinasi pun sampai sekarang masih memunculkan pro kontra di masyarakat. Ada banyak yang menerima dan tak sedikit juga yang menolaknya. Sehingga dapat disimpulkan pandemi Covid-19 ini masih terus berlanjut dan kebijakan pemerintah mengenai hal itupun tak membuahkan hasil.
Dalam kondisi yang serba sulit seperti sekarang ini, masyarakat dibuat tersiksa dengan adanya kebijakan pemerintah yang merencanakan bahan pokok atau sembako akan kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Bahan pokok yang terkena PPN antara lain bahan kebutuhan pokok yang dikenakan PPN antara lain ; beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi (Suara.com, Sabtu/12/06/2021).
Tentu saja kebijakan ini menuai reaksi dari berbagai lapisan masyarakat. Masyarakat menganggap bahwa langkah yang diambil oleh pemerintah seperti tak memperhatikan rakyat kecil, sebab dengan kondisi wabah seperti ini saja rakyat sudah menjerit, apalagi ditambah beban pajak.
Mirisnya, ketika rakyat kecil harus mati-matian menanggung pajak atas bahan pokok yang dibelinya, namun di sisi lain pemerintah sebelumnya mengenakan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) sebesar 0% pada mobil baru. Sehingga sangat mencerminkan ketidakadilan pemerintah dalam menerapkan kebijakannya.
Menurut Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listianto menyebutkan bahwa wacana penerapan PPN pada sembako ini dinilai mencerminkan kebijakan yang tidak adil. Ia juga menambahkan bahwa orang menengah kebawah yang sebagian income-nya habis untuk dikonsumsi malah harus dipakai untuk membayar PPN juga. (BBC News Indonesia, Kamis/10/06/2021).
Selain itu, jika PPN tetap diberlakukan pada barang konsumsi orang banyak, maka akan memukul daya beli yang berdampak pada Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Walaupun pengenaan PPN ini masih dalam Rancangan Undangan-Undang dan belum ada kepastian kapan aturan ini akan diberlakukan, namun tetap saja hal ini membuat publik merasa khawatir. Kendati banyak penolakan dari para penelitu, staf ahli menteri keuangan mengatakan bahwa hal ini penting untuk dilakukan guna mendongkrak penerimaan pajak negara.
Dari sini jelas sekali hukum pandang bulu yang serta merta mencekik rakyat kecil, sedangkan para konglomerat diberikan hak istimewanya. Tak menutup kemungkinan jika rakyat akan semakin tersadarkan bahwa orang-orang di atas yang sedang menduduki kursi jabatannya bukan semata-mata memprioritaskan kepentingan dan memberikan solusi atas penderitaan rakyat. Jika kasus seperti ini terus menerus dilakukan oleh negara, dikhawatirkan legitimasi masyarakat akan pemerintahan yang saat ini berjalan akan hilang.
Memang tak bisa dipungkiri lagi, bahwa negara kita yang menganut sistem Kapitalisme sekuler ini sulit untuk dapat menyimpan secerca harapan dalam kenyamanan hidup. Sebab dalam sistem ini kasarnya "Yang kaya makin kaya, dan yang miskin akan semakin miskin" itu terbukti. Di sinilah kita kembali merindukan peradaban gemilang tatkala Islam menjadi poros peraturan dalam bernegara. Tak ada pemerasan terhadap rakyat, yang ada hanya kesejahteraan yang didapat.
Dal hal perpajakan, islam mengatur sedemikian sempurna mulai dari penarikannya hingga pengelolaannya. Sehingga tak ada pihak yang merasa dirugikan. Tugas negara bukan bagaimana agar roda kehidupan tetap berjalan memunguti pajak. Islam juga mengatur bagaimana jika negara tengah dalam kondisi sulit. Maka cara yang pertama yang akan dilakukan adalah membenahi pemerataan pengeluaran yang darurat dan tidak darurat. Sehingga tidak langsung mengambil solusi dari segi perpajakan.
Sistem Islam, takkan pernah membiarkan segolongan rakyatnya merasa diuntungkan dan segolongan lainnya rugi. Setiap kebijakan yang diterapkan tak memihak hanya kepada golongan elit semata dan mengabaikan golongan kecil. Terlebih dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini, sistem Islam sangat memahami bagaimana cara agar hajat hidup setiap warga negaranya terpenuhi dengan baik. Apabila negara sudah mengubah haluan sistem yang ada saat ini, diubah dan konsisten menerapkan sistem yang sempurna (Islam). Maka keberkahan Allah akan turun dari langit dan bumi. Taqwa berjamaahpun dapat dirasakan tatkala pemimpin dan seluruh aturan kehidupan bernegara berlandaskan pada syari'at Islam semata.
Wallahu'alam bisshawwab.
Annisa Nurul Zannah
Mahasiswi Kota Banjar, Jawa Barat