Feminis Dalam Perjuangan; Mampukah Mengangkat Derajat Perempuan?




Alfina Burhan


Muslimahvoice.com - Membahas tentang perempuan itu selalu menarik, baik dibahas dari sisi keperempuanannya, hak dan kewajibannya, ataupun dari sisi sosialnya. Bahkan ada  studi khusus yang membahas masalah perempuan dari tingkat lokal, nasional, dan juga internasional. Bahasan problematika perempuan ini memang tidak lekang oleh waktu. Berbagai persoalan terus membelit kehidupan mereka, mulai kemiskinan, keterbelakangan, kekerasan, diskriminasi dan ketidakadilan seolah tak bisa lepas dari potret kehidupan mereka. Dan ini terjadi merata di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia.


Perjuangan perempuan tersebut benar-benar mendapatkan panggung sejak perjuangan membela hak-hak perempuan muncul sejak akhir abad ke-18 dan berkembang pesat sepanjang abad ke-20 yang dimulai dengan penyuaraan persamaan hak politik bagi perempuan. Tulisan Mary Wollstonecraft yang berjudul A Vindication of The Rights of Woman dianggap sebagai salah satu karya tulis feminis awal yang berisi kritik terhadap Revolusi Prancis yang hanya berlaku untuk laki-laki namun tidak untuk perempuan. Dari sinilah perjuangan feminisme itu lahir.


Patriaki dalam masyarakat dan ketentuan hukum merupakan penyebab ketidakadilan, dominasi dan subordinasi terhadap wanita, sehingga sebagai konsekuensinya adalah tuntutan terhadap kesederajatan/kesetaraan gender. Menurut kaum feminis kesederajatan/kesetaraan gender tidak akan dapat tercapai dalam struktur institusional ideologis yang saat ini berlaku.


Gerakan feminis telah dan terus mengkampanyekan hak-hak perempuan, termasuk hak untuk memilih dan dipilih, memegang jabatan politik, bekerja, mendapatkan upah yang adil, upah yang setara dan menghilangkan kesenjangan upah gender, untuk memiliki properti, mendapatkan pendidikan, masuk kontrak, memiliki hak yang sama dalam pernikahan, dan untuk memiliki cuti kehamilan. Feminis juga berupaya untuk memastikan akses terhadap aborsi yang legal dan integrasi sosial, serta untuk melindungi perempuan dari pemerkosaan, pelecehan seksual, dan kekerasan dalam rumah tangga. Perubahan dalam berpakaian dan aktivitas fisik yang dapat diterima sering menjadi bagian dari gerakan feminis.


Benarkah demikian? Mari kita lihat, benarkah ide para feminis tentang kesederajatan/kesetaraan gender mampu mengeluarkan para perempuan dari permasalahan? Apakah kekerasan terhadap perempuan mereda? Apakah tidak ada lagi human trafficking?


Di Indonesia sendiri feminis menuntut 40% dari keanggotaan dewan (DPRD II, DRPD I, dan DPR pusat) adalah perempuan. Indonesia juga pernah dipimpin oleh Presiden perempuan yaitu Megawati Sukarno Putri yang menjabat sebagai Presiden ke 5 RI pada 23 Juli 2001 sampai 20 Oktober 2004. Namun juga tidak ada perubahan yang signifikan.


Bahkan yang terjadi justru meningkatnya angka perceraian yang seringkali dipicu masalah ekonomi dan perselingkuhan. Perempuan menjadi tulang punggung ekonomi hingga harus menjadi pahlawan devisa ke luar negeri. Hal ini semakin membuat para perempuan semakin terpuruk, karena dianggap setara maka dia harus bisa menghidupi dirinya dan anak-anak. 


Didunia angkatan kerja justru perjuangan kesetaraan gender ini menimbulkan permasalahan lain, yaitu aksi protes dari para laki-laki karena justru dengan adanya kesetaraan gender ini perusahaan lebih banyak memperkerjakan perempuan karena ulet, tlaten, tidak banyak tuntutan, dan tentu saja upah/gajinya lebih murah. Menurut data World Economic Forum pada 2018, pada 2017 menunjukkan bahwa rata-rata perempuan mendapatkan upah 21,64% lebih rendah dibanding laki-laki.


Hal tersebut diatas masih sekelumit permasalahan perempuan yang tidak kunjung usai. Justru semakin membuka peluang-peluang munculnya permasalahan-permasalahan yang lain. Hari ini sudah 200 tahun lebih sejak perjuangan kesetaraan gender itu digaungkan, namun hasilnya masih jauh panggang dari api. 


Harusnya masalah-masalah yang terjadi menjadi bahan evaluasi bagi para pejuang feminis dan masyarakat, kenapa perjuangan kesetaraan gender ini tidak pernah bergeser menuju keberhasilan.


Malah masalah justru semakin berkembang, mulai dari pelecehan seksual, pemerkosaan, hamil diluar nikah yang berujung aborsi, pelacuran, dsb.


Islam Muliakan Perempuan 


Jauh ratusan tahun sebelum para feminis ini bergerak, Islam telah lebih dulu membebaskan para perempuan dari jurang kegelapan. Inilah mengapa tidak ada aksi protes atau unjuk rasa di kalangan para muslimah semasa pemerintahan Islam, karena Islam telah menempatkan hak dan kewajiban muslimah pada porsinya. Dan, Islam telah menunjukkan pengaturan yang tepat sesuai yang dibutuhkan oleh perempuan, tidak lebih dan tidak kurang. 


Sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan bahwa peran utama kaum perempuan yakni sebagai ibu dan manajer rumahtangga. Sebagai ibu, para wanita akan menjadi almadrasatul ulaa (tempat belajar yang pertama dan utama) disinilah para ibu menjadi tumpuan negara untuk menyiapkan generasi bangsa. Ditambah sebagai manager rumah tangga, maka Ibu akan menyiapkan kondisi Sebuah peran yang sangat strategis dan politis bagi sebuah bangsa atau umat. Untuk itu, Allah SWT menetapkan berbagai aturan yang menjaga kaum perempuan dan menjaga kehormatan mereka sehingga posisi strategis itu bisa berjalan sebagaimana seharusnya.


Agar tugas utamanya sebagai pencetak dan penjaga generasi, yakni sebagai ibu dan pengatur rumah tangga berjalan dengan baik dan sempurna, Islam telah memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan dengan menetapkan beban nafkah dan peran sebagi kepala keluarga ada pada pundak suami, bukan pada dirinya. Sehingga dia tidak usah bersusah payah bekerja ke luar rumah dengan menghadapi berbagai resiko sebagaimana yang dialami perempuan-perempuan bekerja dalam sistem kapitalis sekarang ini.


Islam juga mempersilakan bagi kaum perempuan untuk masuk dalam kehidupan umum, berkiprah dalam aktivitas-aktivitas yang dibolehkan seperti berjual beli, wakalah, maupun untuk melaksanakan aktivitas yang diwajibkan syariat, seperti menuntut ilmu dan berdakwah. Namun ada yang perlu diperhatikan, yaitu ketika keluar rumah para muslimah wajib menutup aurat dan dilarang tabaruj. Hal tersebut adalah perintah Allah yang harus dilaksanakan, karena akan lebih menjaga kemuliaan perempuan. 


Dengan demikian, apa yang ditudingkan musuh bahwa aturan Islam mendiskriminasi perempuan adalah salah dan fitnah belaka. Dengan menebar fitnah itu, mereka hendak berupaya menjauhkan umat Islam terutama kaum perempuan terhadap Islam yang menjadi kunci kemuliaan umat dan mengalihkan para perempuan itu pada paham-paham mereka demi mengukuhkan penjajahan. Sehingga para perempuan akhirnya mengabaikan tugas utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. 


Hal ini perlu disadari oleh seluruh umat Islam agar tidak latah bahkan turut memperjuangkan ide-ide feminis. Para muslimah dan umat harus memahami bahwa keterpurukan perempuan saat ini adalah dikarenakan tidak diterapkannya aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Sehingga yang harus diperjuangkan adalah tegaknya aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan, dengan begitu penjaminan atas seluruh kebutuhan perempuan akan terpenuhi. Wallahu'alam.

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama