Dengan Islam, Perempuan Mampu menjadi Pencetak Generasi Cemerlang

 



Oleh: Tri S, S.Si 


Muslimahvoice.com - Indeks Pembangunan Manusia (IPM) perempuan tahun 2019 masih berada di bawah laki-laki yaitu 69,18 sedangkan nilai IPM laki-laki adalah 75,96. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga menyebutkan bahwa angka tersebut menunjukkan realita masih banyaknya ketimpangan yang dihadapi perempuan hingga saat ini, mulai dari ekonomi hingga kasus kekerasan yang menimpa perempuan.


Konstruksi sosial budaya di masyarakat menurut Menteri Bintang ikut menyumbang rendahnya kualitas perempuan Indonesia. ‘’Kondisi ini berkaitan dengan konstruksi sosial patriarki yang menempatkan posisi perempuan lebih rendah daripada laki-laki padahal perempuan merupakan kekuatan bangsa. Berdasarkan Sensus 2020, perempuan mengisi 49,42 persen dari populasi di Indonesia atau sekitar 133,54 juta jiwa. Selain itu berdasarkan McKinsey Global Institute Analysis, Indonesia dapat meningkatkan pendapatan domestik bruto (PDB) sebesar USD 135 miliar per tahun di tahun 2025, dengan catatan partisipasi ekonomi perempuan terus ditingkatkan pula,” ujar Menteri Bintang dalam Konferensi Perempuan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) 2021 secara virtual, Rabu (24/3).


Menteri Bintang mengakui bahwa meluruhkan budaya patriarki bukanlah hal yang mudah. Namun, ia meyakini dengan adanya kerja sama, kerja keras, serta kegigihan dalam memperjuangkannya, cita-cita untuk menghilangkan budaya patriarki di Indonesia bukanlah hal yang mustahil.


 “Upaya-upaya untuk menghapus berbagai pandangan yang masih merugikan perempuan harus terus didengungkan, pembagian peran yang setara antara laki-laki dan perempuan bisa diimplementasikan, dimulai dari lingkup terkecil di masyarakat yakni keluarga kemudian lambat laun ke masyarakat secara luas,” tutur Menteri Bintang.


Menteri Bintang menegaskan pemerintah terus mendorong partisipasi perempuan di bidang ekonomi serta mendukung kesempatan untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di bidang politik. Menurut Menteri Bintang di tangan politisi perempuan diharapkan tercipta kebijakan yang lebih responsif dan ramah perempuan.


Sementara itu, Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak  (Kemen PPPA), Agustina Erni mengatakan bahwa saat ini pemerintah terus melakukan koordinasi dengan berbagai pihak untuk bersinergi mengurangi ketimpangan gender. Sinergi dengan Kementerian Dalam Negeri dilakukan untuk memprioritaskan pendidikan politik perempuan.


“Kami juga melakukan pelatihan untuk pemimpin perempuan di desa. Hal ini dapat dilihat dari desa yang mempunyai Kepala Desa Perempuan, ternyata kegiatan yang dilakukan telah memperhatikan kebutuhan perempuan. Sementara untuk pemberdayaan perempuan dibidang ekonomi, Kemen PPPA menjalin kerja sama dengan dunia usaha guna melakukan berbagai pelatihan yang dilakukan secara daring,’’ujar Erni.


Selain itu, dalam upaya menangani kekerasan terhadap perempuan, Kemen PPPA secara intensif melakukan kerja sama dengan daerah untuk menyediakan layanan bagi korban kekerasan perempuan dan anak, hal ini disampaikan oleh Staf Khusus Menteri PPPA, Agung Putri Astrid.


Salah satu tokoh perempuan HKBP, Devi Pandjaitan, sependapat bahwa banyak berbagai permasalahan yang dihadapi oleh perempuan Indonesia, seperti meningkatnya kekerasan dalam rumah tangga di masa pandemi, baik itu secara fisik, verbal, maupun penelantaran. “Pertanyaannya, di mana saya berada sebagai perempuan HKBP dan apa yang bisa saya lakukan?  Kalau kita melihat sub tema konferensi ini, yaitu peran transformatif perempuan HKBP di dalam pelayanan gereja, maka ada 3 hal yang wajib kita miliki yaitu berwawasan global, berakar kuat pada asal atau kearifan lokal, pandai dan cakap mengelola diri. Hal inilah yang dapat memperkaya kemampuan perempuan,” ujar Devi.(kemenpppa.go.id, 24/03/2021).


Seakan mematikan kebakaran dengan menyiram bahan bakar, bukanlah membuat mati api, namun malah makin mengobarkan kebakaran. Inilah yang terjadi pada umat, umat menghadapi berbagai permasalahan, bukannya menyelesaikannya dari mulai akarnya, namun malah justru makin memperuncing permasalahan. Utamanya permasalahan terkait kebijakan-kebijakan yang dibuat penguasa. Yang notabene kebijakan ini menjerat setiap umat untuk menjalankannya. Karena saat ini dunia telah diatur oleh aturan Kapitalisme, tak terkecuali Indonesia sebagai negeri yang berpenduduk muslim.


Kapitalisme tegak dengan bertumpu pada tiga hal. Pertama: memisahkan urusan kehidupan dengan agama. Kedua: menjadikan manfaat sebagai tolok ukur perilaku dan segala sesuatu. Ketiga: mengukur kebahagiaan berdasarkan pemenuhan kemanfaatan yang bersifat materi saja. 


Dengan ini pula barat dan beberapa negeri muslim sebagai pengemban atau penjaja ideologi kapitalisme memandang perempuan. Mereka meminggirkan agama untuk mengatur masalah perempuan, mereka menilai kemuliaan perempuan dengan ukuran kemanfaatan secara materi saja, nilai kemuliaan perempuan ada pada wajah cantiknya saja. Perempuan yang bisa memberikan kontribusinya dalam ekonomi, itu merupakan kemuliaan baginya. Intinya perempuan menjadi mulia dan ideal jika bisa memberikan kemanfaatan fisik(materi) kepada semua pihak. Inilah pandangan kapitalis terhadap perempuan.


Kalau kita mau lebih teliti, sebenarnya itu adalah perangkap yang diciptakan kapitalis atas nama kemuliaan perempuan. Namun, alih-alih menjadi mulia dan maju, justru fakta berbicara para perempuan ini makin hina dan jauh dari tuntunan syariah, dimana ketundukan terhadap syariat atau aturan Allah SWT sejatinya adalah kewajiban atas setiap muslim.


Maka Islam sebagai agama sekaligus pedoman dalam kehidupan kita, telah mengatur secara sempurna, bagaimana  mengatur urusan perempuan. Mulia sendiri adalah sebuah predikat yang sangat tinggi. Mulia tidak bisa diberikan kepada sembarang manusia, juga sepatutnya tidak ditentukan oleh manusia itu sendiri. Karena, pandangan manusia itu terbatas, serba lemah dan juga bisa keliru.


Oleh karena itu, ukuran kemuliaan perempuan harus berasal dari penciptanya, yaitu Allah SWT. Dialah yang menciptakan perempuan dan yang memahami tujuan dari penciptaannya. Jika tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah Allah SWT maka derajat kemuliaan manusia seharusnya ditentukan dari seberapa besar ia dapat menghambakan dirinya di hadapan Sang Khalik. Maka dari sinilah konsep takwa seharusnya menjadi tolok ukur kemuliaan seseorang. Karena, takwa hakikatnya adalah ketundukan seorang hamba di hadapan Allah SWT. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam QS. Al-hujurat [49]: 13, yang artinya: "Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Mahatahu lagi Maha Mengenal".


Maka ketika Islam mengukur kemuliaan perempuan dari ketakwaannya, penampilan fisik bukanlah menjadi patokannya. Kecantikan juga adalah bagian dari qadha dari Allah SWT, yang itu berarti manusia hanya bisa pasrah dengan ketetapan itu. Tentu menjadi tidak adil jika kemudian kecantikan menjadi tolok ukur, karena Allah telah memberikan kecantikan pada sebagian dan tidak kepada sebagian. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak memandang rupa/fisik dan harta kalian, tetapi Allah memandang hati dan amal kalian". (HR. Muslim)


Perempuan dengan tugas utamanya menjadi ibu serta pengatur dan penjaga rumah tangga, lewat inilah sejatinya Islam ingin memuliakan perempuan. Islam juga memuliakan perempuan dengan menjamin hak-haknya sebagai manusia. Islam menjamin hak perempuan untuk dilindungi kehormatan, akal, harta, jiwa, agama, keamanannya, mendapat pendidikan, kesehatan, kesejahteraan dan hak politiknya.


Pertama, jaminan terhadap kehormatan. Melalui hukum-hukum yang menyangkut pergaulan antar lawan jenis, Islam telah menjaga perempuan agar kehormatannya terlindungi. Diantaranya, Islam mewajibkan perempuan untuk menutup aurat, mengenakan jilbab dan kerudung jika keluar rumah, menundukkan pandangan, tidak tabaruj, tidak berkhalwat, bersafar lebih dari sehari semalam harus disertai mahram, dan lain-lain. Hukum-hukum ini bukanlah bentuk pengekangan terhadap perempuan, namun justru Islam ingin memuliakannya, karena perempuan dapat beraktifitas dengan tenang dan tanpa ancaman. Sebab, mereka yakin bahwa Allah SWT akan melindunginya, karena dia telah terikat dengan aturan Allah SWT.


Kedua, jaminan kesejahteraan. Saat perempuan mendapatkan tugas utama sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, maka perempuan tidak lagi dibebani tugas untuk bekerja menghidupi dirinya sendiri. Karena tugas itu telah dibebankan kepada lelaki-suaminya, ayahnya ataupun saudaranya. Namun, perempuan tetap boleh bekerja dan memainkan peran lain dalam kehidupan bermasyarakat. Misal dokter, guru, perawat, hakim, polisi perempuan adalah pekerjaan yang bisa ditekuni oleh perempuan. 


Ketiga, jaminan untuk memperoleh pendidikan. Dalam Islam menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap orang. Bahkan bagi para muslimah penting untuk memiliki pendidikan Islam, sebagai sumber pengetahuan pertama bagi anak-anaknya.


Keempat, jaminan berpolitik. Perempuan telah diperintahkan oleh Islam untuk beraktivitas politik dan beramar makruf nahi mungkar kepada penguasa (QS. Ali imran 3: 104). Permpuan dalam Islam berhak memilih pemimpin yang menjalankan syariat Islam yakni Khilafah, memilih dan dipilih menjadi anggota majelis umat, atau menjadi bagian dari partai politik Islam. Namun, perempuan tidak boleh menjabat yang berkaitan dengan kekuasaan pemerintahan.


Kelima, jaminan untuk kelangsungan keturunan. Melalui hukum-hukum tentang nasab, Islam telah memuliakan perempuan untuk memperoleh keturunan yang syah. Yakni melalui pernikahan Syar'i, perempuan mendapatkann hak-haknya sebagaimana laki-laki mendapatkan hak-haknya dari istrinya. 


Keenam, jaminan ketika perempuan berada di ruang publik. Islam memuliakan perempuan dengan jaminan di bidang peradilan. Islam juga membolehkan perempuan untuk berjihad.


Begitu sempurna Islam mengatur perempuan, demi menjaga kemuliaan perempuan sendiri. Namun seluruh aturan itu akan bisa terlaksana jika sistem peraturannya menggunakan Alquran dan Assunnah. Karena kesempurnaan dalam mengatur perempuan hanya berasal dari Allah SWT. Adalah Khilafah, sistem pemerintahan Islam yang berlandaskan Alquran dan assunnah dalam membuat aturan negara, individu dan masyarakatnya. []

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama