Oleh: Pipit Agustin (Koordinasi JEJAK)
Muslimahvoice.com - Kebijakan Presiden Jokowi yang mengeluarkan izin investasi minuman keras (miras) mengundang banyak kontroversi, terlebih Indonesia adalah negeri mayoritas muslim, bahkan wakil Jokowi adalah seorang ulama.
Pemerintah sebelumnya telah menetapkan industri minuman keras sebagai daftar positif investasi (DPI). Sebelumnya, industri minuman beralkohol merupakan bidang insdustri tertutup. Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Beleid yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini telah diteken Presiden Joko Widodo dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021.
Aturan tersebut merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dalam Lampiran III Perpres Nomor 10/2021 pada angka 31, 32, dan 33 ditetapkan bahwa bidang usaha industri minuman keras mengandung alkohol, alkohol anggur, dan malt terbuka untuk penanaman modal baru di Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan setempat.
Tak heran, sejumlah tokoh menyayangkan keputusan tersebut. Seperti mantan Wakil Sekretaris Jenderal MUI Ustaz Tengku Zulkarnain yang berusaha mengingatkan Maruf Amin agar tidak diam saja. Allah Swt jelas mengharamkan minuman keras karena lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaat, dan sebagai kiai seharusnya Maruf Amin menentangnya karena itu adalah perintah Allah Swt.
Sementara itu, Majelis Rakyat Papua (MRP) secara tegas menolak investasi produksi minuman keras di wilayah tersebut. MRP adalah majelis yang diamanatkan UU Otonomi Khusus Papua dan harus dimintai persetujuannya terkait kebijakan-kebijakan di Papua. Namun, menurut tokoh perempuan Papua itu, pihaknya sama sekali belum diajak bicara soal perpres tersebut.
"Kami menolak dengan tegas. Jika mau investasi di Papua, silakan, tapi bawa yang baik-baik. Jangan bawa yang membunuh generasi muda Papua," kata anggota Kelompok Kerja Agama MRP, Dorius Mehue, kepada Republika.co.id, Jumat (26/2).
Sebelumnya Indonesia sempat dihebohkan dengan tewasnya warga negara Jepang akibat miras. Terbaru, insiden penembakan oleh Bripka CS yang menewaskan 3 orang di Kafe RM Cengkareng pada Kamis (25/2), menambah catatan buruk yang ditimbulkan oleh minuman keras.
Sebagai agama mayoritas, dalam ajaran Islam, miras dilarang karena merusak akal dan bisa membuat kecanduan. Tidak hanya terkait dengan kesehatan, efek dari minuman keras juga berakibat pada mabuk atau kehilangan kesadaran (akal), sehingga menimbulkan tindakan kriminal yang akan merugikan dan mencelakakan orang lain. Tak heran jika beberapa kasus, seperti perkosaan, pembunuhan, dan perkelahian, dipicu oleh minuman yang satu ini.
Bahkan, bukan hanya miras yang diharamkan. Mulai dari pembuat hingga penyalurnya juga ikut diharamkan. Termasuk pembuat kebijakan melegalkannya. Hal tersebut termaktub dalam sebuah hadist.
Rasulullah Saw telah melaknat dalam hal khamr 10 pihak: Pemerasnya, yang minta diperaskan, peminumnya, pembawanya, yang minta dibawakan, penuangnya, penjualnya, pemakan harganya, pembelinya dan yang minta dibelikan (HR at-Tirmidzi dan Ibn Majah).
Oleh karena itu, sangat tidak rasional jika pemimpin negeri muslim terbesar mengambil keputusan yang kontradiktif dengan ajaran agama mayoritas masyarakatnya. Satu-satunya alasan yang mendasari dilegalkannya miras adalah alasan ekonomi, disusul alasan adat-istiadat, budaya, dan tradisi lokal.
Semua alasan itu tak lain lahir dari cara pandang sekuler dan kapitalistik. Sekularisme menihilkan peran agama dalam mengatur kehidupan publik, sehingga tidak berhitung halal dan haram termasuk dalam berinvestasi. Sedangkan kapitalisme, bersandar pada profit materi sehingga tidak berhitung aspek moralitas generasi. Dimana ada profit, di situ investasi digigit, meski taruhannya adalah moral bangsa.
Sekarang, mari kita tingkatkan level berpikir. Bangsa mana yang hebat karena miras? Sebagai contoh, Jepang terkenal dengan sakenya dan Korea terkenal dengan Sojunya yang merajai pasar miras dunia. Katakanlah keduanya adalah negara maju di Asia. Namun keduanya sedang mengalami ancaman demografi dan krisis moral generasi yang hebat meskipun IPTEKnya maju pesat. Lantas apa yang bisa diharapkan dari kemajuan dan kehebatan teknologi sebuah bangsa jika masyarakatnya musnah?
Sebagai informasi, konsumsi soju telah menjadi masalah di Korea Selatan, yang mengarah kepada pemabuk berat yang sering pingsan di jalan karena efek alkohol. Pada 2011, polisi Seoul melaporkan bahwa hampir 77 persen dari mereka yang dituduh berbuat onar karena efek minuman tersebut. (travel.kompas.com2019/01/12)
Sementara itu, tahun 2018, pemerintah setempat melarang keras aktivitas minum miras di area publik. (world.kbs.co.kr/14/11/2018)
Jika kita cermati, dominasi paham sekuler kapitalistik nyata membunuh karakter humanis sebuah bangsa. Menuhankan materi, dan berkhidmat pada uang. Hanya tinggal menunggu waktu bangsa seperti ini akan musnah karena menenggak racun kebebasan dan hedonisme.
Atau memilih jalan keluar agar terhindar dari kebinasaan. Yaitu kembali kepada fitrah kemanusiaan yang menuhankan Sang Khalik, dan berkhidmat pada hukum-hukum yang diturunkan-Nya. Maka, bangsa ini akan menjadi mulia dan beradab.
Nampaknya kita patut belajar dari bangsa Arab Jahiliyah. Bagi orang Arab semenjak zaman jahiliyah, minuman beralkhohol sudah menjadi tradisi adat istiadat yang telah mendarah daging.
Namun, Islam datang menyelamatkan mereka dari kejahiliyahan. Awalnya dikatakan dalam Al-Qur'an, minuman ini lebih besar dosanya dibanding manfaatnya.
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah : “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.” Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah : “Yang lebih dari keperluan. “ Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu supaya kamu berpikir”. (QS. Al–Baqarah : 219).
Kemudian larangan untuk shalat bagi orang yang sedang mabuk.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan..” (QS. An-Nisa Ayat 43).
Dan yang terakhir bahwa minuman khamr ini sangat keji dan salah satu perbuatan setan.
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS. Al-Maa’idah Ayat 90-91).
Pasca turunnya ayat ini, Umar bin Khattab dan para sahabat Nabi seketika tobat total dari meminum khamr. Umar berkata, "Kami berhenti, kami berhenti"
Maka hendaklah bagi bangsa yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa ini untuk tidak meminum khamr sebagai langkah mengikuti jejak setan. Beginilah seharusnya masyarakat dibangun. Membentuk kesadaran dengan keimanan yang kuat sehingga tidak menjadikan alasan 'duniawi' mengalahkan dalil agama. Mungkinkah negara sekuler mewujudkannya?[]