Siasat Kapitalisme Dalam Pengaburan Nilai Wakaf; Jangan Tertipu!




Triani Agustina


Muslimahvoice.com - Sejatinya wakaf menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah 1. Tanah negara yang tidak dapat diserahkan kepada siapa pun dan digunakan untuk tujuan amal*; 2. Benda bergerak atau tidak bergerak yang disediakan untuk kepentingan umum (Islam) sebagai pemberian yang ikhlas: tanah -- ini disediakan untuk madrasah atau masjid ; 3. Hadiah pemberian yang bersifat suci. Atas dasar inilah Indonesia menjadi salah satu negara dermawan menurut Charities Aid Foundation (CAF) World Giving Index.


Namun tersiar kabar yang cukup mengejutkan dari Pemerintah Indonesia, bahwa baru-baru ini meluncurkan Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU). Gerakan ini diklaim merupakan salah satu program pengembangan ekonomi syariah untuk mendukung percepatan pembangunan nasional. Presiden Jokowi menyebut potensi wakaf uang bisa mencapai Rp 188 triliun (dikutip dari kumparan.com kamis, 28 Januari 2021). Inilah yang menjadi sumber awal pengaburan nilai wakaf.


Tentu hal ini memunculkan pro dan kontra, namun tidak sedikit terjadi penolakan masyarakat. Terutama disebabkan oleh ketidakpercayaan masyarakat sikap amanah penguasa di tengah kabar ramainya korupsi Bansos hingga Jiwasraya, terlebih riwayat penguasa selama ini sering memojokkan ajaran Islam. Khususnya yang terkait radikalisme dan segala macam tuduhannya, kriminalisasi kepada ulama dan aktivis Islam yang tidak sepaham dengan penguasa juga sering terjadi.


Wakaf, sebagaimana dengan zakat merupakan ibadah. Bukan hanya instrumen ekonomi dan pembangunan. Meskipun kebaikannya telah turut andil dalam membangun ekonomi dan kesejahteraan negara, apalagi jika saja diatur dalam sistem yang baik seperti di era Kekhilafahan pada abad 13. Kemudian dikelola oleh orang-orang yang amanah, tentu wakaf telah memberikan sumbangasih luar biasa dalam jejak pembangunan peradaban umat manusia.


Tercatat dalam sejarah, sebagaimana sumber air (sumur), pasar, rumah sakit, hingga sekolah-universitas dibangun dengan skema wakaf umat Islam. Kebaikannya awet hingga masa kini. Para Sahabat Nabi saw. adalah generasi yang sangat gemar banyak berwakaf.  Menurut Imam Syafii, wakaf dari para Sahabat Nabi saw. tak terhitung jumlahnya.  Wakaf Nabi saw., keluarga beliau (Ahlul Bait) dan kaum Muhajirin terkenal luas di Madinah dan Makkah.  Lebih dari delapan puluh Sahabat dari kalangan Anshar juga mewakafkan sebagian besar hartanya. Harta wakaf mereka masih ada hingga sekarang (Al-Baihaqi, Ma’rifah as-Sunan wa al-Atsar, 10/233).


Tradisi berwakaf ini terus dipelihara oleh generasi Muslim pasca Sahabat (Tabi’in), pasca Tabi’in (Tabi’ at-Tabi’in) dan era setelah mereka disepanjang sejarah Kekhilafahan Islam.


Misalnya salah satu wakaf terbesar dan terkenal, di bidang pendidikan. Yakni pusat pendidikan Islam dan Universitas Al-Azhar di Mesir. Lembaga tersebut telah didirikan pada tahun 970 M dan memberikan pendidikan gratis kepada kaum pelajar dan mahasiswa dari seluruh penjuru dunia. Mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Universitas ini terkenal hingga sekarang dan melahirkan ribuan bahkan ratusan ribu ulama terkemuka di seluruh dunia hingga saat ini.


Sudah pada dasarnya kapitalisme memisahkan agama dari kehidupan, menjadikan manfaat sebaga azas. Semua dilihat dari kaca mata untung dan rugi, bukan karena aturan Illahi. Termasuk wakaf ini, mempertimbangkan potensi apa yang dirasa menguntungkan bagi penguasa. 


Hingga pada akhirnya, harus diyakini bahwa bukan hanya zakat dan wakaf. Syariah Islam keseluruhan harusnya menjadi solusi.  Bukan hanya sekedar masalah ekonomi, tetapi juga diatas seluruh problematika kehidupan. Dari kasus wakaf ini, seharusnya belajar tentang ketaatan total kepada Allah SWT dan Rasul-Nya dengan mengamalkan semua syariah-Nya.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama