Perpres RAN PE Berpotensi Terjadi Saling Curiga dan Tajassus

 


Oleh: Ika Mawarningtyas

Analis Muslimah Voice


Muslimahvoice.com - Sudah hangat menjadi perbincangan publik terkait polemik Perpres RAN PE yang baru saja diteken oleh Presiden Joko Widodo Januari 2021 lalu. Berbagai penolakan datang baik dari ulama, tokoh, maupun pejabat publik. 


Dilansir dari mediaindonesia.com (21/1/2021), Perpres RAN PE alias perpres ekstremisme dinilai Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia (UI) Ridwan Habib menilai, tidak jelasnya definisi maupun kriteria ekstremisme yang ada dalam aturan tersebut berpotensi menimbulkan aksi persekusi. Selain itu, Direktur Pamong Institute Wahyudi al Maroky mengatakan, perpres tersebut membuat rakyat jadi saling lapor. (TintaSiyasi.com 18/1/2021).


Benar, selain berpotensi akan banyak tindak persekusi, perpres tersebut juga memungkinkan terjadi aksi saling lapor. Sebelum terjadi saling lapor ini, nuansa yang terjadi bisa saling curiga antaranak bangsa. Setelah ada curiga dan dugaan akhirnya terjadi tajassus (memata-matai). 


Khawatirnya lagi, jika perpres ini digunakan untuk menjatuhkan lawan politik dengan tuduhan radikalisme. Curiga dan tajassus digunakan untuk mencari pembenaran tuduhan radikalisme kepada lawan politiknya. Jika yang terjadi demikian, akankah tercipta ketentraman? Justru bisa memicu kegaduhan.


Baru-baru ini saja Din Syamsuddin baru saja dilaporkan atas dugaan radikalisme oleh GAR ITB. Disebut oleh Abdul Mu'ti via Fanpage-nya, tuduhan kepada Din tidak berdasar dan salah alamat. Apalagi definisi radikalisme cenderung lentur dan kental dengan nuansa politik. Oleh karena itu, perpres ini baiknya dicabut.


Adanya perpres yang dikuatkan dengan Surat Edaran dari pemerintah terkait ASN tidak boleh terlibat dengan kelompok yang dituduh radikal atau ekstrem, juga memungkinkan terjadi saling tajassus antar ASN hingga saling lapor atas kecurigaan yang mereka temui.


Lantas, kegaduhan apalagi yang sedang disulam oleh negeri ini akibat perpres tersebut? Apalagi gambaran hukum tajam kepada Islam dan oposisi, tetapi tumpul kepada koalisi.


Melihat pandangan dalam Islam dilarang memata-matai saudaranya sendiri. Tetapi ini bisa terjadi hanya karena ingin menjatuhkan lawan politik. Padahal mereka sama-sama Muslim.


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,


إِيَّا كُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ وَلاَ تَحَسَّسُوا وَلاَ تَجَسَّسُوا وَلاَ تَحَاسَدُوا وَلاَتَدَابَرُوا وَلاَتَبَاغَضُوا وَكُوْنُواعِبَادَاللَّهِ إحْوَانًا


“Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari hadis no. 6064 dan Muslim hadis no. 2563]


Sungguh aneh, negeri yang menjunjung demokrasi tapi melahirkan prematur perpres ekstremisme ini. Seharusnya ini membuat umat Islam sadar, bahwa demokrasi bukan habitat untuk untuk umat Islam. Saatnya kembali ke jalan benar, yaitu umat Islam perjuangkan penerapan syariat Islam hingga kehidupan Islam terwujud. Insyaallah, aamiin.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama