Oleh : Taqiyya Zulaikho
Muslimahvoice.com - Lagi lagi kebijakan Kemenag sungguh mengagetkan. Kemenag menunjukkan bahwasanya guru Kristen dapat mengajar di Madrasah. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan kesan bahwa Islam bukan agama yang eksklusif serta untuk menunjukkan sikap moderat di dalam kehidupan beragama.
Andi Syaifullah, Analis Kementrian Agama Sulawesi Selatan, mengatakan bahwa kebijakan penempatan guru beragama Kristen di sekolah Islam telah sesuai dengan Peraturan Menteri Agama ( PMA ) Republik Indonesia tentang pengangkatan guru madrasah khususnya pada Bab VI pasal 30. Pada PMA nomor 90 th 2013 yang diperbarui pada PMA nomor 60 th 2015 dan PMA nomor 66 th 2016 dimana Bab VI pasal 30 dicantumkan tentang standar kualifikasi umum calon guru madrasah ( khususnya poin a ) yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha esa, telah sesuai dengan kebijakan yang dia ambil. Analis Kemenag Sulawesi Selatan tersebut mengatakan bahwasanya di dalam pasal tersebut tidak dikatakan bahwa syarat menjadi guru Madrasah harus beragama Islam. ( Dilansir dari hajinews.id ).
Andi Syaifullah juga mengatakan bahwa tidak masalah guru Non muslim mengajar di madrasah, karena yang diajarkan adalah mata pelajaran umum, bukan mata pelajaran agama.
/Moderasi Beragama/
Moderasi beragama merupakan salah satu narasi yang seringkali digaungkan oleh pemerintah dengan tujuan untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama, serta agar tidak terjadi eksklusifitas dari salah satu agama. Banyak sekali agenda seminar, bahkan di kampus-kampus yang bertajuk dialog antar agama dalam rangka menjaga kebhinekaan dan kerukunan antar umat beragama di Indonesia sebagai manifestasi dari Bhineka Tunggal Ika.
Melalui moderasi beragama ini pula, senantiasa digaungkan akan terwujudkan kehidupan yang bertoleransi. Namun sayangnya, toleransi yang kemudian dikampanyekan oleh para agen-agen moderat ini tak jarang malah menjorok kedalam ranah akidah, khusunya Islam yang sangat menjaga akidah. Tak jarang pula toleransi kebablasan yang dilakukan oleh agen-agen yang menyebut dirinya sebagai seorang yang moderat justru malah mengganggu kehidupan beragama.
Upaya menciptakan moderasi beragama, khususnya proyek moderatisasi Islam untuk mencitrakan Islam yang damai, ternyata malah menjauh dari tuntunan Islam itu sendiri. Misalnya ucapan hari raya kepada umat beragama lain sebagai bentuk toleransi dan moderat, menganggap bahwa semua agama itu benar sehingga tidak terdapat agama yang eksklusif atau tidak boleh ada yang mengklaim paling benar, merupakan sebuah paham yang berbahaya bagi akidah Islam.
/Salahkah Guru Non Muslim Mengajar di Madrasah?/
Di dalam Islam, menuntut ilmu hukumnya wajib, terlebih adalah ilmu agama. Adapun ilmu-ilmu dunia yang berkaitan dengan sains, ataupun keterampilan lainnya merupakan fardhu kifayah. Tujuan Pendidikan di dalam Islam adalah membentuk kepribadian Islami yang bertakwa kepada Allah SWT, serta handal dalam ilmu-ilmu terapan untuk kemudian dapat bermanfaat bagi kemaslahatan umat.
Dalam kacamata Pendidikan Islam, guru dalam melakukan proses transfer ilmu tidak hanya berupa transfer ilmu pengetahuan semata, namun juga membentuk karakter murid serta keteladanan (uswah), transfer akhlak yang Islami.
Penempatan guru non muslim di madrasah atau sekolah Islam merupakan kebijakan yang tidak tepat, terlebih apabila disinkronkan dengan Peraturan Menteri Agama ( PMA) Pasal VI no 30, yang menunjukkan bahwasanya pendidik di Madrasah haruslah orang yang berkeyakinan Tuhan yang Maha Esa sekalipun tidak secara eksplisit diterangkan beragama Islam. Karena agama yang dengan jelas mengesakan Allah hanyalah Islam. Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah, apakah madrasah yang ada di Indonesia ini kekurangan tenaga pengajar muslim ?
Guru yang mengajar di sekolah Islam haruslah guru yang mengerti syariat Islam dan mampu memberikan teladan kepribadian Islam. Adapun bila memang di mata pelajaran yang diampu merupakan ilmu sains yang tidak seorangpun pengajar muslim menguasainya, maka tidaklah mengapa apabila mengundang tenaga ahli dari luar Islam untuk memberikan pengajaran dengan pengawasan. Namun apabila dianalisis dari penyataan kemenag, upaya penempatan tenaga pendidik non muslim ialah bentuk eksekusi dari praktek moderasi beragama. Sayangnya, hal ini justru menepis tujuan Pendidikan Islam itu sendiri.
Di dalam Islam, antara Pendidikan dengan akidah harus senantiasa dikaitkan. Siswa harus mampu mengaitkan antara ilmu dunia dengan ilmu akhirat supaya semakin menambah keimanan kepada Allah. Selain itu dengan tenaga pengajar muslim yang mengerti tentang syariat Islam akan mampu menjelaskan area mana ilmu tsaqofah dan area mana yang merupakan ilmu sains, kemudian guru juga mampu menjelaskan tentang hadlarah serta madaniyah, mana hadlarah Islam dan mana yang bukan. Guru juga mampu menjelaskan tentang madaniyah khas dan madaniyah amm, mana yang boleh diambil dan mana yang tidak.
Dengan kompetensi guru yang mengerti syariat Islam secara kaffah, serta guru berakhlakul karimah yang mampu memberikan teladan kepada para muridnya, hal ini dapat menciptakan generasi yang Islami sesuai dengan arah Pendidikan Islam yang seharusnya.
/Sekularisme Melahirkan Paham Moderat yang Kebablasan/
Beginilah kondisi ketika umat Islam jauh dari tuntunannya sendiri. Sekularisme telah melahirkan paham-paham yang bertentangan dengan Islam, termasuk moderasi beragama. Kehidupan sekuler telah menjauhkan Islam dari tuntunan yang benar serta menciptakan keabu-abuan dalam kebenaran.
Berbeda dengan kehidupan Islam saat daulah Islam tegak di masa dahulu. Islam begitu jelas memisahkan antara haq dan yang batil. Penempatan toleransi dalam Islam bukan serta merta membenarkan ajaran lain dengan ikut-ikut dalam perayaannya, namun dengan tidak mengganggu akidah umat lain serta memperlakukan warga non muslim dengan adil.
Islam membekali masyarakat dengan akidah yang kokoh, sehingga mampu membedakan antara yang benar dengan yang salah. Pendidikan di masa dahulu pun telah membekali masyarakatnya menjadi para ahli di bidangnya, serta bertakwa kepada Allah. Bahkan orang-orang kafir dahulu merasa bangga saat belajar ke daulah Islam, mereka bangga menggunakan bahasa Arab dan mengenakan toga sebagai hasil dari kebudayaan Islam yang gemilang.
Umat non muslim pun juga disejahterakan di bawah naungan Islam dengan tidak diusik agamanya, tidak dipaksa untuk masuk ke dalam Islam, serta diberikan perlindungan jiwa maupun tempat ibadahnya, disejahterakan kebutuhannya dengan adil tanpa diskriminasi. Itulah arti penghormatan dan toleransi yang sebenarnya dalam Islam.
Wallahua’lam bisshawwab.