Tahun Berganti, Derita Masih Menanti

 


Oleh: Wafi Mu'tashimah (Siswi SMAIT Al-Amri)


Muslimahvoice.com - Tahun 2020 telah berlalu. Pergi dengan kesan dan pesan yang akan teringat selalu. Tahun yang berisi seribu memorial bagi seluruh dunia. Apalagi jika bukan karena virus corona yang tak kunjung sirna.


Seluruh dunia masih bertanya-tanya, kapan derita ini pergi?. Terkhusu bagi negeri kita tercinta, pandemi ini tidak menghentikan ketamakan para pemegang kekuasaan untuk memeras darah rakyat sebanyak-banyaknya.


Yang terakhir, ditengah krisis ekonomi, sosial dan politik, para pejabat masih saja menemukan celah sempit untuk korupsi. Tak tanggung-tanggung, dana yang dianggarankan untuk bansos pun dirampok. Bahkan disembunyikan dibalik kursi jabatan. Dan pemerintah pun terlihat 'kurang peduli'. Hanya katanya saja akan memberantas hingga keakar-akarnya. Tapi buktinnya tak pernah ada.


Disisi lain, patut disoroti sikap pak presiden yang terkesan tak peduli penderitaan rakyat. Sudah rakyat sakit, kebutuhan pokoknya pun masih dipungut biaya. Coba perhatikan bagaimana saat vaksin virus corona ditemukan. Akan tetapi, pemerintah meminta masyarakat untuk membayar dengan harga yang tak mirah. Alasannya, untuk membantu ekonomi negara yang tengah terjun bebas. Padahal sejumlah negara lain menggratiskannya.


Nyatanya, pernyataan-pernyataan diatas sebatas kedok untuk memuluskan nafsu para pejabat. Akal penuh racun gila kekuasaan dan kekayaan. Berniat menjadi penguasa untuk menguras habis dana rakyat.


Ironisnya, semua ini terjadi secara sistemik. Politik oligarki berjalan dengan begitu tenang. Bagi-bagi kursi kekuasaan berarti berbagi uang rakyat. Mereka berlomba memakaan kue dan rakyat cukup diberi rempah-rempah tak berarti.


Lantas bagaimana mengakhiri semua ini? Saat penguasa saja tidak peduli. Mau berganti pemimpin? Faktanya, sudah banyak sekali bukti sejarah yang mengatakan pergantian pemimpin itu tidak menjamin rakyat sejahtera. Bahkan semakin menyengsarakan rakyat  dengan cara yang berbeda. 


Dari zaman Pak Soeharto hingga Jokowi. Dari masa kepemimpinan G. Bush sampai Donal Trump, masalah yang menimpa dunia tak kunjung lenyap. Kemiskinan merajalela, pengangguran dimana-mana, eksploitasi kekayaan alam tak terhindarkan, korupsi pun masih menjadi momok menakutkan.


Apakah ini kesalahan memilih pemimpin? Masih ingatkah ketika rakyat lndonesia bergitu berharap pada pasangan Prabowo-Sandi Agauno? Rakyat begitu mengelu-elukan mereka. Tapi pada akhirnya, rakyat dikhianati. Pasca terpilihnya kembali Jokowi, politik bagi-bagi kursi kekuasaan terjadi. Prabowo diangkat menjadi pejabat.


Oleh karena itu, sejatinya kesengsaraan rakyat tak mungkin bisa berakhir hanya dengan bergantinya pemimpin. Sebab, masalah sebenarnya berada pada asas yang bertumpu padanya segala kebijakan. Asas yang dijadikan sebagai tolak ukur para penguasa saat ini saat akan berkehendak.


Asas itulah yang kini menjadi sistem dinegara ini. Apalagi jika bukan kapitalisme-demokrasi. Asaa yang membolehkan penggunaan segala cara untuk meraih keuntungan bagi pribadi dan kelompok. Begith buruknya sistem ini, hingga dikatakan, 'jika malaikat masuk kedalam sistem demokrasi, maka ia akan menjadi iblis'.


Jika rakyat ingin terbebas dari kesengsaraan yang menimpa mereka, maka sistem kapitalisme inilah yang wajib dihancurkan. Kemudian diganti dengan sitem lain. Sistem apakah itu? Tak lain dan tak bukan ia adalah lslam. Panduan hidup dari sang penciptanya manusia. Sistem terbaik yang Allah janjikan sebagai, "rahmatan lil 'alamin". Wallahu a'lam bishowab. []

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama