Oleh: Nanik Farida Priatmaja
Aktivis Muslimah
Muslimahvoice.com - Miris! Kasus predator seksual kian marak terjadi. Rusaknya tatanan sosial memicu pemicu predator semakin liar mengancam generasi. Adapun sanksi bagi pelaku (kebiri) yang selama ini diterapkan dan dinilai efektif memberi efek jera ternyata tak mampu mencegah dan memberi efek jera bahkan angka kasus tersebut semakin tinggi.
Dikutip dari VIVAnews.com, Presiden Joko Widodo sudah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) tentang hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak. PP itu tertuang dalam Nomor 70 Tahun 2020 yang ditetapkan Jokowi per 7 Desember 2020. Dikutip dari JDIH laman Setneg, Minggu, 3 Januari 2021, PP tersebut memuat tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Tujuan aturan diteken karena menimbang untuk menekan dan mengatasi kekerasan seksual terhadap anak. Selain itu, juga sebagai efek jera terhadap predator seksual anak (3/1).
Maraknya kasus predator seksual dipicu oleh berbagai faktor baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal diantaranya tipisnya keimanan individu, minimnya pemahaman agama, dan rusaknya pemikiran. Tipisnya keimanan individu akan menjadika seseorang tidak merasa diawasi oleh Tuhan-nya, tidak merasa takut berbuat kriminal dan tidak meyakini bahwa kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat atas perbuatan buruknya di dunia. Minimnya pemahaman agama memang akan berperan terhadap individu dalam beraktivitas sehingga tak paham halal-haram dan sebagainya yang sangat penting bagi bekal kehidupan. Rusaknya pemikiran jelas akan berpengaruh terhadap perilaku seseorang sehingga tak mampu membedakan baik dan buruk.
Adapun faktor eksternal penyebab maraknya predator seksual diantaranya pemikiran sekuler, penerapan ekonomi kapitalis, kualitas fasilitas tempat tinggal, dan ringannya sanksi bagi pelaku. Pemikiran sekuler memahami bahwa agama harus dipisahkan dalam kehidupan menjadikan setiap individu ataupun masyarakat merasa memiliki hak untuk melakukan perbuatan apapun sesuai keinginan manusia tanpa mau melibatkan aturan agama. Sehingga bebas membuat hukum yang rawan ketidakadilan, kedzaliman dan sebagainya. Penerapan sistem ekonomi kapitalis oleh negara menjadikan setiap orang berlomba-lomba mengejar kesenangan dunia dan menjadikan kepemilikan harta sebagai standar kebahagiaan tertinggi. Wajar jika banyak manusia rakus yang menghalalkan segala cara demi mendapatkan harta atau kesenangan jasadi. Tingginya jurang pemisah si kaya dan si miskin dalam sistem kapitalis menjadikan sebagian besar masyarakat tak mampu membangun fasilitas tempat tinggal yang berkualitas sehingga berdampak pula melahirkan sistem sosial yang bermasalah. Misalnya tidak adanya tempat tinggal yang berkualitas, mampu menjaga dan melindungi manusia dari interaksi yang tidak sehat sehingga mensuasanakan manusia berbuat maksiat. Disatu sisi sanksi atau hukuman bagi predator seksual amatlah ringan. Meski sanksi kebiri dinilai sejumlah pihak akan mampu mencegah dan memberi efek jera namun faktanya pelaku masih saja bisa bertindak dan mempengaruhi korban yang siap menjadi predator pula.
Islam sebagai syariat yang sempurna akan mampu memberikan solusi atas segala permasalahan dalam kehidupan manusia. Penjagaan akidah yang dilakukan oleh negara akan mampu memberikan suasana setiap individu untuk senantiasa bertakwa sehingga takut melakukan perbuatan yang dilarang oleh agamanya. Penerapan sistem ekonomi Islam yang memanusiakan manusia akan menjadikan setiap manusia sejahtera. Karena negara Islam menjamin kebutuhan pokok setiap rakyatnya, menyediakan lapangan kerja yang luas dan gaji layak, mengelola sumber daya alam dan mendistribusikan secara merata, efektif dan efisien bagi seluruh rakyat. Hal ini akan menjadikan setiap rakyat tak lagi kebingungan menafkahi dirinya. Sedangkan penguasa kaum muslim akan menyediakan fasilitas umum yang memadai sehingga mampu mensuasanakan interaksi sosial yang sehat bebas dari ikhtilat ataupun khalwat. Suasana interaksi sosial yang terjaga memang dipengaruhi oleh penerapan kebijakan suatu negara dan kondisi keimanan individu, hingga lahirlah suasana masyarakat yang memiliki perasaan islami serta mencegah segala tindak kriminalitas (semisal predator seksual). Disatu sisi negara Islam akan memberlakukan sistem sanksi (hudud, qishas, rajam, takzir dan sebagainya) yang mampu memberi efek jera bagi pelaku dan menjadikan manusia lain merasa takut untuk melakukan tindak kriminal yang serupa.
Walhasil sanksi kebiri bagi predator seksual tak akan cukup menekan angka kasus kriminalitas predator seksual ataupun memberi efek jera karena kasus kriminalitas butuh penanganan yang serius dan saling terkait dengan sistem pendukung lainnya (sistem ekonomi, politik, sosial) yang perlu dipersiapkan dan diterapkan oleh negara melalui sistem Islam yang sempurna.[]