Menangisi Negeri Sendiri

 



Oleh : Anita Ummu Zahra


Muslimahvoicen.com - Indonesia mengawali tahunnya dengan duka. Belum genap sebulan, negeri kita tercinta sudah di selimuti bencana. Indonesia mengawali tahun ini dengan tangisan tak terhenti.


Gempa muncul di Lampung dan sekitarnya pada 14 Januari 2021 kemarin. Disusul dengan awan panas yang diluncurkan oleh Gunung Semeru sejauh 4.5 km pada Sabtu, 16 Januari 2021 pukul 17.24 WIB (Detik News, 16/01/2021)


Belum selesai sampai disini, banjir terjadi akibat hujan yang mengguyur sebagian wilayah provinsi Kalimantan Selatan sejak beberapa hari terakhir, sejumlah wilayah terendam banjir dengan ketinggian mencapai 3 meter. Sebelumnya, hujan dengan intensitas tinggi turun pada hari Minggu (13/1/2021) dan mengakibatkan air sungai di Kecamatan Pelaihari meluap. ( Kompas.com 15/01/2021 )


Apakah musibah yang terus menimpa adalah faktor alam semata atau ini semua adalah buah dari tangan tangan usil dan serakahnya manusia atas kekayaan negeri kita yang begitu melimpah ?


Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menegaskan bahwa banjir besar di Kalimantan Selatan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir bukan sekadar cuaca ekstrem, melainkan akibat rusaknya ekologi di tanah Borneo. Berdasarkan laporan tahun 2020 saja sudah terdapat 814 lubang tambang milik 157 perusahaan batu bara yang masih aktif bahkan ditinggal tanpa reklamasi, belum lagi perkebunan kelapa sawit yang mengurangi daya serap tanah.( Suara.com 15/01/2021 )


Nyatanya, berbagai kebijakan yang dikeluarkan penguasa saat ini telah melanggengkan para pemilik modal untuk mengeruk habis kekayaan negeri tanpa dalih. Sifat rakus manusia yang bercokol kuat dalam pikirannya tak menyisakan rasa kemanusiaan untuk sesama.


Fakta diatas menunjukkan dimana pemimpin kita berpihak. Sistem kapitalis yang diadopsi negeri ini membuat para penguasa dengan bebas memainkan segala kebijakan. Semua demi kepentingan segelintir orang tanpa memandang rakyat yang sudah kering kerontang.


Tamaknya manusia diperkuat oleh sistem rusak yang membuat manusia tak mengenal siapa Rabbnya. Kepentingan demi kepentingan menjadi tujuan untuk memenuhi kantong kantong kekuasaan. Segala cara dilakukan, tak mengenal halal haram. Tak mengenal rasa belas kasihan. Yang ada hanya jabatan dan uang. Itulah buah dari sistem buatan manusia. Siatem yang hanya menghambakan kepentingan sesaat belaka. Sistem yang tak menjadikan Allah SWT sebagai rujukan.


/ARTI KERUSAKAN DI BUMI YANG SEBENARNYA/


Allâh Jalla Jalaluhu berfirman : 

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ


Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan akibat perbuatan tangan (maksiat)[1] manusia, supaya Allâh merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) [ar-Rûm/30:41] 


Dalam ayat yang mulia ini, Allâh Subhanahu wa Ta’ala menyatakan bahwa penyebab utama semua kerusakan yang terjadi di muka bumi dengan berbagai bentuknya adalah perbuatan buruk dan maksiat yang dilakukan manusia. Ini menunjukkan bahwa perbuatan maksiat adalah inti kerusakan yang sebenarnya dan merupakan sumber utama kerusakan-kerusakan yang tampak di muka bumi.


 Imam Abul ‘Aliyah ar-Riyâhi mengatakan, “Barangsiapa yang bermaksiat kepada Allâh di muka bumi berarti dia telah berbuat kerusakan di muka bumi, karena bumi dan langit itu baik dengan sebab ketaatan (kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala -pent)” 


 Imam asy-Syaukâni rahimahullah ketika menafsirkan ayat di atas mengatakan, “(Dalam ayat ini) Allâh menjelaskan bahwa perbuatan syirik dan maksiat adalah sebab timbulnya (berbagai) kerusakan di alam semesta”


Banyak lagi ayat ayat yang menjelaskan hal serupa. Itulah Kalamullah. Yang tak bisa ditepis kebenarannya. Karena bersumber langsung dari Sang Maha Pengatur Segala.


Islam adalah agama yang fitrah, dan tidak ada ajaran yang terdapat didalamnya bertentangan dengan fitrah manusia. Islam menghargai kecenderungan manusia pada hal-hal yang indah dan menyenagkan. Oleh karena itu, setiap usaha dan upaya yang melarang manusia untuk memperoleh kekayaan adalah sangat bertentangan dengan fitrah. Begitu juga setiap usaha membatasi kekayaan manusia dengan takaran tertentu juga bertentangan dengan fitrah. 


Islam tidak menghalang-halangi manusia untuk memperoleh kekayaan sebanyak-banyaknya. Manusia diberikan kebebasan sebesar-besarnya dalam memperoleh kekayaan. 


Hanya saja, Syariat membatasi dalam hal cara memperolehnya. Syariat telah menentukan aturan-aturan dalam memperoleh kekayaan. Setiap orang mempunyai tingkat kemampuan dan kebutuhan yang berbeda-beda dalam memenuhi kebutuhannya. Apabila manusia diberikan kebebasan cara memperolehnya, maka hanya akan ada segelintir orang yang memonopoli kekayaan, orang-orang yang lemah akan terhalang untuk memperolehnya, sementara orang-orang rakus yang akan menguasainya.


Oleh karena itu, kepemilikan akan suatu barang harus ditentukan dengan mekanisme tertentu. Sedangkan, pelarang terhadap kepemilikan barang harus ditentang, karena bertentangan dengan fitrah manusia.


Pelarangan kepemilikan berdasarkan kuantitas nya juga harus ditentang, karena akan melemahkan semangat untuk memperoleh kekayaan. Begitu juga, kebebasan dalam memperolehnya juga akan menyebabkan kesenjangan social pada masyarakat.


Sungguh Islam adalah agama solusi. Islam memperbolehkan kepemilikan individu dan memberikan batasan mekanisme dalam memperolehnya, bukan membatasi kuantitas. Cara ini sangat sesuai dengan fitrah manusia, ia akan mampu mengatur hubungan antar manusia denga terpenuhinya kebutuhan.


Dengan Islam, manusia dipaksa untuk tak berbuat seenak jidatnya, mengeruk kekayaan negara dengan tak memperdulikan kondisi lingkungan. Dengan Islam, manusia senantiasa menjalankan aktivitas yang bersumber langsung dari Sang Pencipta. Tidak hanya didasari atas nafsu belaka. 


Itulah Islam dengan segala keagungan nya. Semoga, Islam segera menaiki puncak tertinggi dan menjadi rujukan manusia dalam mengais rizki. Lingkungan tetap terjaga. Negeri kita jauh dari bencana, sehingga kelak kita tak menangisi negeri sendiri.


Wallahu a'lam bisshowab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama