Rifka Syamsiatul Hasanah*
Muslimahvoice.com - Geliat kebangkitan Islam di tengah - tengah masyarakat kini kian menggelora. Hal ini tampak pada adanya tren keluarga muslim cinta Rasulullah cinta syari'ah - Nya. Keluarga yang bervisi misi surgawi, hidup bahagia di dunia dan akhirat dengan taat kepada seluruh syari'ah - Nya. Terlebih lagi dengan adanya fakta carut-marutnya negeri ini yang berimbas kepada problematika rumah tangga dan hancurnya ketahanan keluarga, membuat mereka semakin menyadari kebutuhan untuk mengenal agamanya lebih dalam serta bersegera mengaplikasikannya dalam kehidupan.
Akan tetapi di tengah geliat kesadaran keluarga muslim untuk mengkaji Islam lebih dalam serta hidup sesuai dengan tuntunan Islam, justru bergulir narasi kontra radikalisme di tengah - tengah masyarakat yang ditujukan kepada keluarga muslim. Terlebih lagi setelah adanya kasus pengebomam di Surabaya kurang lebih 3 tahun silam yang dilakukan oleh satu keluarga muslim semakin menguatkan narasi kontra radikalisme di Indonesia. Hal itu pun menjadi salah satu penghalang bagi keluarga Muslim untuk mengenal dan mengaplikasikan Islam kaffah dalam kehidupan.
Mencuatnya opini kontra radikalisme muncul dari pemerintah melalui kebijakan - kebijakan yang diterapkannya, salah satunya kebijakan yang dibuat oleh Fachrul Razi ketika masih menjabat sebagai Menteri Agama pada tahun 2020, yakni kebijakan terkait memperketat seleksi ASN di kemenag agar jangan sampai ada yang terindikasi memiliki pemahaman radikal (https://m.liputan6.com/news/read/4351268/cegah-radikalisme-menteri-fachrul-razi-perketat-seleksi-asn-di-kemenag).
Jika kita telisik lebih dalam lagi kebijakan - kebijakan penguasa ini tidak berdiri sendiri. Program deradikalisasi sebagai bagian dari program War on Radikalisme tidak hanya dijalankan oleh penguasa Indonesia, tetapi dijalankan oleh penguasa lainnya di dunia, khususnya di negeri kaum Muslim yang dikomandoi oleh Barat. (https://www.voaindonesia.com/amp/presiden-jokowi-akan-hadiri-arab-islamic-american-summit-/3863038.html)
Kata radikal yang disematkan kepada Islam dan kaum muslim merupakan strategi politik busuk yang dilakukan Barat untuk menghadang kebangkitan Islam sebagai kompetitor dari kapitalisme sekuler yang diemban oleh Barat dan kini diterapkan di negeri - negeri kaum muslim.
Sekulerisme yang dijadikan landasan berpikir dan bertingkah laku oleh Barat mengharuskan untuk memisahkan agama dari kehidupan. Siapapun yang menjadikan Islam sebagai landasan berpikir dan bertingkah laku dalam kehidupan, maka akan dijadikan lawan dan dicap sebagai kaum radikal. Sedangkan bagi mereka yang menjadikan sekuler sebagai landasan berpikir dan bertingkah laku, maka akan dijadikan teman dan disebut sebagai kaum moderat.
Barat pun merancang strategi untuk melumpuhkan pemahaman kaum muslim dan menjauhkan mereka dari keinginan untuk berislam kaffah sebagai upaya menghalangi kebangkitan Islam dan kaum Muslim. Mereka belajar dari sejarah bahwasanya Islam pernah berjaya dan menjadi adidaya di dunia selama kurang lebih 14 abad lamanya karena memegang teguh Islam sebagai agama juga sistem pengaturan kehidupan dalam lingkup pribadi, masyarakat juga negara.
Oleh karena itu, Barat berusaha mencitraburukkan muslim yang memegang Islam sebagai landasan berpikir dan bertingkah laku dengan cap radikal dan mempropagandakan narasi kontra radikalisme melalui kebijakan yang diterapkan oleh penguasa untuk menghalangi keluarga muslim dalam mengenal Islam kaffah dan menerapkannya dalam kehidupan keluarga, berbangsa dan bernegara.
Di tengah derasnya arus kontra radikalisme yang dipropagandakan, sudah menjadi suatu keharusan bagi kaum muslim untuk tidak terpengaruh dengannya. Keluarga muslim harus teguh dan konsisten menegaskan bahwa hanya Islam satu - satunya solusi dari setiap problematika yang terjadi saat ini, efek domino dari penerapan sistem kapitalisme yang bathil. Standar pelabelan terhadap Islam yang dilakukan oleh Barat tidak bisa dijadikan landasan untuk keluarga muslim berhenti berislam secara kaffah. Karena pemikiran sekuler Barat yang bertentangan dengan Islam tidak bisa dijadikan sebagai tolok ukur untuk menilai baik buruknya sesuatu. Justru kita wajib menjadikan Islam sebagai tolok ukur menilai baik buruknya sesuatu.
Keluarga muslim harus bangga berislam secara kaffah, sebab hanya Islam yang mampu mewujudkan ketahanan keluarga, serta mengokohkan bangunan masyarakat dan negara. Kebanggaan tersebut dibuktikan lewat upaya mengkaji Islam lebih dalam serta mengimplementasikannya dalam kehidupan. Bahkan ada upaya untuk menyebarkan pemahaman Islam kaffah di tengah - tengah masyarakat. Hingga akhirnya masyarakat pun memahami bahwasanya seluruh kaum muslim wajib menjadikan Islam sebagai sistem pengaturan kehidupan dalam lingkup pribadi, berbangsa dan bernegara yang akan melahirkan kehidupan yang sejahtera lagi diberkahi oleh Allah subhanahu wata'ala.
Wallahu'alam bishshawab []
*Aktivis Muslimah dan Penulis Buku Antologi