Kedelai Melangit, Rakyat Puasa Tahu dan Tempe

 



Oleh : Septa Yunis (Analis Muslimah Voice) 


Muslimahvoice.com - Kado awal tahun, harga kedelai melambung tinggi. Perajin tahu dan tempe pun resah. Mereka terancam bangkrut. Para perajin tempe di beberapa daerah menyetop produksinya.


Dilansir dari Kompas.com (4/1/2021) Terus naiknya harga kedelai impor di pasar, membuat para perajin tempe di Surabaya menyetop produksi mereka sejak 1 Januari 2021 lalu. Para perajin tempe ini juga akan menaikkan harga jual tempe produksi mereka.


Sementara di Gowa, Sulawesi Selatan, ongkos produksi yang tinggi akibat melambungnya harga kedelai membuat para perajin tempe dan tahu terancam bangkrut karena terus merugi.


Para perajin produk berbahan kedelai saat ini lebih banyak mengalami kerugian dibandingkan keuntungan karena harus menutup biaya produksi. (https://www.kompas.tv/amp/article/135395/videos/perajin-tempe-dan-tahu-terancam-bangkrut-akibat-harga-kedelai-naik) 


Menurut Ketua Umum Gabungan Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifudin memaparkan, harga kedelai pada dua bulan hingga tiga bulan lalu masih berada di angka Rp 6 ribu per kg sampai Rp 7 ribu per kg dengan ongkos produksi sebesar Rp 5 ribu sehingga harga jual tempe dan tahu berada di angka Rp 11 ribu sampai Rp 12 ribu per kg. Namun saat ini, harga kedelai melonjak hingga Rp 9.300 per kg. Angka tersebut belum termasuk ongkos produksi yang bisa mencapai Rp 5 ribu sehingga harga jual tempe dan tahu diusulkan naik menjadi Rp 14 ribu sampai Rp 15 ribu per kg.


Melambungnya harga kedelai disinyalir akibat perang dagang China dan Amerika. Banyaknya pesanan kedelai dari Cina mengakibatkan meningkatnya ongkos distribusi yang berdampak langsung pada kenaikan harga kedelai dunia.


Selain itu, petani dalam negeri enggan untuk menanam kedelai. Hal ini dikarenakan banyaknya kedelai impor yang harganya lebih murah. Akibatnya, ketika harga impor melambung, kedelai dalam negeri kehabisan stok. 


Indonesia sangat bergantung pada Impor kedelai .Sejak awal tahun hingga bulan Oktober 2020 saja, menurut data BPS yang dikutip Minggu (3/1/2021), Indonesia sudah mengimpor kedelai sebanyak 2,11 ton dengan total transaksi sebesar US$ 842 juta atau sekitar Rp 11,7 triliun (kurs Rp 14.000/US$).


Kebijakan impor ini tak lepas dari kebijakan liberalisasi ekonomi (ekonomi neolib) yang diambil rezim. Ekonomi neoliberal mengacu pada filosofi ekonomi politik akhir abad 20 yang prinsip dasarnya adalah menolak intervensi pemerintah dalam ekonomi. Kebijakan impor hanya menguntungkan segelintir pihak mafia yang bermain di sektor ini dan tidak pernah berpihak pada rakyat, bahkan berdampak pada semakin terpuruknya kesejahteraan rakyat. Kebijakan impor ini semakin menunjukkan keberpihakannya pemerintah kepada kapitalis bukan kebutuhan rakyat. Jika dikaitkan dengan pengertian ketersediaan pangan menurut kapitalis adalah ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup aman dan bergizi untuk semua orang dalam suatu negara baik yang berasal dari produksi sendiri, impor, cadangan pangan maupun bantuan pangan.


Kapitalis inilah yang saat ini menjadi acuan bagi negeri kita, sehingga kebijakan impor tidak bisa dibendung. Karena kapitalisme memberikan ruang kepada siapapun untuk memiliki kekayaan. Kepemilikan milik umum bisa menjadi milik pribadi atau kelompok dan selanjutnya untuk memperkaya pribadi bukan rakyat. Jadi kebijakan impor ini menguntungkan siapa? Jelas pasti bukan rakyat yang diuntungkan, karena dengan kebijakan impor ini rakyat semakin terpuruk dalam segi ekonomi.


/Kebijakan Khilafah Menuntaskan Masalah Pangan/


Sebagai sebuah agama yang sempurna, Islam memiliki konsep dan visi dalam mewujudkan ketahanan pangan. Islam memandang pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib dipenuhi per individu.


Syariah Islam juga menjamin terlaksananya mekanisme pasar yang baik. Negara wajib menghilangkan dan memberantas berbagai distorsi pasar, seperti penimbunan, kanzul mal (QS at-Tawbah [9]: 34), riba, monopoli, dan penipuan. Negara juga harus menyediakan informasi ekonomi dan pasar serta membuka akses informasi itu untuk semua orang sehingga akan meminimalkan terjadinya informasi asimetris yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku pasar mengambil keuntungan secara tidak benar.


Demikianlah antara kapitalisme dengan Islam dalam pengelolaan pangan. Dari sini bisa dilihat sistem mana yang benar-benar mementingkan kesejahteraan rakyat dengan sistem yang mengatasnamakan rakyat hanya demi kesejahteraan individu. Seperti itulah lemahnya aturan buatan manusia, karena manusia adalah makhluk yang lemah dan bergantung. Benarlah firman Allah SWT, “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik dari hukum Allah bagi orang-orang yang yakin” (QS. Al-Maidah : 50).[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama