Banjir Melanda Banua, Islam Solusi Paripurna

 



Oleh : Qonitta Al-Mujadillaa (Aktivis Dakwah Islam)


Muslimahvoice.com - Duka mendalam, air semakin menggenang, bencana banjir melanda sebagian daerah – daerah Banua, Kalimantan Selatan. Bencana banjir yang sering terjadi daerah Banua menjadi alarm dan perhatian negeri ini dalam menanggulanginya.


Dilaporkan ada 21.990 jiwa yang mengungsi akibat banjir. Selain itu, lebih dari 6 ribu rumah terendam banjir. Sejumlah pemda menaikkan status dari siaga menjadi tanggap darurat banjir. Tercatat, banjir di Kalsel mulai terjadi sejak Selasa (12/1). (Detik.com , Sabtu, 16/1/2021).


Sebagaimana dilansir oleh apahabar.com , Banjir yang melanda di awal tahun ini rupanya sudah dalam radar organisasi lingkungan hidup independen itu. “selain karena cuaca ekstrem, banjir tak lepas akibat degradasi lingkungan, “ jelas Direktur Eksekutif Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono kepada apahabar.com, kamis (2/1) sore tadi. Laporan Walhi, Kalsel terdapat 814 lubang milik 157 perusahaan tambang batu bara. Sebagian lubang berstatus aktif, dan sebagian lagi telah ditinggalkan tanpa reklamasi. “Dari 3,7 juta hektar total luas lahan di Kalsel, nyaris 50 persen di antaranya sudah dikuasai oleh perizinan tambang dan kelapa sawit,” jelas Kis. (Apahabar.com , Kamis, 2/1/2020).


Sampai hari ini, persoalan banjir masih menjadi tugas besar, tak hanya bagi pemerintah daerah tetapi juga pemerintah pusat. Setiap memasuki musim hujan, maka banjir dan longsor siap mengancam di berbagai daerah Indonesia, tak terkecuali Kalimantan Selatan. Selalu dikatakan bahwa penyebabnya dari tingginya curah hujan disertai daya dukung ekologis di daerah-daerah dataran tinggi. Padahal, hutan di Kalimantan yang banyak teralih fungsi hingga semakin gundul serta sumber alam tambang semakin habis dikeruk oleh korporasi.


Ironisnya lagi, tidak hanya buruk dalam pencegahan bencana ini, perhatian pemerintah dan gagapnya dalam menanggulangi bencana ini. Meski sudah banyak ahli penanggulangan bencana dan masyarakat mengingatkan bahwa bahayanya hutan dieksploitasi serta tambang yang selalu dikeruk nyatanya pemerintah tak bergeming. Buruknya kesiapan pemerintah juga tampak dari evakuasi korban yang lambat dan kondisi pengungsian yang begitu memprihatinkan. Yang menyakitkan lagi, dalam kondisi jutaan orang butuh bantuan segera rezim berkuasa, justru perhatian pun hanya diberikan setelah banjir semakin parah.


Semestinya, pemerintah di semua level lebih perhatian, serius, mengevaluasi dan memperbaiki kebijakan tata ruang wilayahnya. Bahkan jika perlu merevisi perencanaan pembangunan yang terbukti telah mendegradasi lingkungan bahkan membiarkan para kapital menikmati sumber alam (tambang) sebagai salah satu penyebab bencana banjir. Selama ini, rakyat yang cenderung disalahkan. Misalnya terkait budaya buruk membuang sampah atau ketika ada di antara mereka yang bandel mendirikan bangunan di bantaran sungai. Melihat penyebab banjir adalah sebagian faktor risikonya bisa dikendalikan manusia. Maka hal ini menyangkut kebijakan penguasa terkait pemanfaatan lahan dan perencanaan dikaitkan dari pengelolaan tata ruang kawasan Banua. Akan tetapi, persoalan utamanya adalah diterapkannya sistem pemerintahan demokrasi yang dibangun atas paradigma sekuler kapitalistik yang diadopsi negeri ini yang hanya berorientasi keuntungan (materi) semata. Yang terpenting ketika ada pembangunan maka keuntungan datang, tanpa melihat dampaknya. Lebih miris lagi, bahwa sistem pemerintahan demokrasi – kapitalistik meniscayakan adanya kolaborasi antara penguasa dengan pengusaha dalam penetapan kebijakan. Kebijakan justru melegitimasi para kapital untuk merusak lingkungan dengan dalih menggenjot investasi untuk pertumbuhan ekonomi. Inilah buah pahit hidup dalam naungan sistem kehidupan sekuler dengan sistem politik demokrasi dan sistem ekonominya kapitalisme, yang merupakan akar masalah bencana di Banua dan daerah lainnya negeri ini.


Hal demikian sangat berbeda dengan Islam. Dalam pandangan Islam bencana banjir bukan hanya terkait Qadha (ketetapan) Allah Swt semata karena ada hal sebab akibat perbuatan manusia yang buat bencana tersebut muncul (Lihat : QS. Ar-Rum : 41). Allah Swt telah menerangkan dalam FirmanNya bahwa hadirnya kerusakan di bumi adalah ulah tangan manusia, artinya alam di bumi sedang tidak dirawat atau dikelola dengan baik sesuai syariahNya oleh manusia. Penguasa dalam Islam pun menyadari akan amanahnya yakni  sebagai raa’in (pengurus) rakyat dan akan dimintai pertanggung jawaban. Maka mereka tentu akan serius menanggulanginya. Islam juga sangat memperhatikan alam. Oleh  karena itu, semua rantai penyebab kerusakan alam akan diputus oleh Sistem Islam yakni Khilafah Islamiyah. Khilafah juga akan mengelola lingkungan yang berkelanjutan sesuai tuntunan syariah Islam kaffah secara maksimal sehingga bencana banjir, longsor dapat dicegah. 


Adapun, mekanisme upaya yang akan ditempuh oleh negara Khilafah Islamiyah, antara lain : Pertama, Khilafah terlebih dahulu akan memetakan daerah-daerah rendah yang rawan terkena genangan air (akibat kapasitas serapan tanah yang minim dan lain-lain). Khilafah juga membuat kebijakan untuk melarang masyarakat membangun pemukiman dan wilayah tersebut. Khilafah akan membangun saluran-saluran serapan didaerah tersebut yang bisa dialihkan alirannya dan diserap oleh tanah secara maksimal. Maka, dengan cara ini daerah rendah bisa terhindar dari banjir atau selainnya. Khilafah menetapkan daerah-daerah tertentu sebagai daerah cagar alam yang harus dilindungi, kawasan hutan lindung dan sebagainya. Khilafah akan mengeluarkan syarat-syarat tentang izin pembangunan. Jika seseorang hendak membangun rumah, toko, dan sebagainya, maka ia harus memperhatikan syarat ketentuan yang telah ditetapkan Khalifah, jika tidaak maka akan ada sanksinya.  Khilafah akan membangun bendungan-bendungan yang mampu menampung curahan air, sungai dan sebagainya. Pembangunan ini wajib dilakukan oleh Khalifah, karena terkait pengelolaan harta kepemilikan umum. Sebagaimana sabda Nabi Saw : “Manusia berserikat dalam tiga hal : air, padang rumput dan api”. (HR. Abu Dawud). Kepemilikan umum ini termasuk hutan dan tambang. Harta kepemilikan umum ini dikelola oleh negara dan hasilnya di kembalikan kepada rakyat, agar dapat dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat. 


Adapun proses pembangunannya, mulai dari tenaga ahlinya, bahan-bahan yang diperlukan serta peralatan yang dibutuhkan, maka semuanya ini akan di danai oleh negara yang bersumber dari pos kepemilikan umum BaitulMal. Kedua, adapun ketika terjadi bencana atau wabah pada negara Khilafah, maka negara ini akan memberikan recovery kepada korban dengan menguatkan akidah Islam nya agar ridho terhadap ketetapanNya, korban bencana akan mendapatkan pelayanan yang baik selama berada dalam pengungsian, mereka dipenuhi kebutuhan pokoknya dan memulihkan psikisnya agar tidak stress atau depresi. Ketiga, Khilafah akan menetapkan sanksi (uqubat) yang tegas kepada siapapun bagi yang merusak lingkungan hidup. Sanksi (uqubat) dalam Islam sebagai Zawajir dan Jawabir. Zawajir (pencegah) berarti dari tindak kejahatan dan Jawazir (penebus dosa). Demikianlah, mekanisme-mekanisme solusi dari Negara Khilafah Islamiyah dalam mengatasi problem ini. Hanya Islam lah solusi paripurna yang mampu tuntaskan problem bencana. Oleh karenanya, umat muslim harus sadar dan kembali pada syariah Islam Kaffah di bawah naungan Khilafah Islamiyah. Niscaya kehidupan berlimpah kebaikan dan keberkahan. Wallahu ‘alam bishowab. []

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama