Bahaya Pemisahan Politik dan Agama

 



Oleh: Irma Hidayati, S.Pd

Pegiat Dakwah


Muslimahvoice.com - "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu." (HR Al-Bukhari).


Sungguh benarlah sabda Rasulullah Saw di atas. Kehancuran akan terjadi jika pemangku kebijakan dijabat oleh orang yang tidak berkompeten di bidangnya. 


Dilansir dari Tempo.co, Selasa 5 Januari 2021, Mentri Agama telah mengusung tema "Indonesia Rukun" ketika memimpin upacara Peringatan Hari Amal Bakti (HAB) ke-75 di Kantor Kemenag, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Beliau menyampaikan juga tentang penguatan moderasi beragama. Penekanannya pada aspek penguatan literasi keagamaan, budaya toleransi, dan nilai-nilai kebangsaan. 


Ketika pertama menjabat sebagai Menag baru, beliau memberikan pernyataan bahwa agama jangan dijadikan kendaraan politik. Pernyataan tersebut menunjukkan adanya upaya menjauhkan politik dengan agama. Bagaimana akibatnya, jika agama yang berasal dari Sang Pencipta, dipisahkan dari mengurus urusan kehidupan?


/Politik di Sistem Demokrasi/


Jika dibandingkan antara fakta dan pernyataan di atas, maka sungguh terbalik. Fenomena yang ada selama ini, agama yang kerap dijadikan kendaraan meraih suara rakyat. Para calon pemimpin akan berpenampilan islami, berpeci, santun sampai bagi-bagi hadiah kerudung. Sampai masyarakat hafal jika para pejabat blusukan berarti pemilu sudah dekat.


Gambaran di atas menjadi tradisi di tengah masyarakat. Ini disebabkan adanya didikan pragmatisme politik dalam demokrasi. Karena definisi politik dalam sistem demokrasi adalah meraih kekuasaan setinggi-tingginya. Sehingga pembelajaran pragmatis politik itu tertanam kuat di benak masyarakat.


Begitu juga para politisi pendukung demokrasi. Mereka sama-sama pragmatis. Menjadikan rakyat sebagai alat untuk meraih kekuasaan. Jika dibutuhkan akan disanjung dan diperhatikan. Namun setelah pemilu rakyat pun dilupakan. Padahal telah menjanjikan sesuatu dalam setiap kampanyenya.

 

Politik bagi mereka hanya bagi-bagi kekuasaan pada para penyokong dana kampanye. Memberikan kebijakan yang pro pengusaha dan kroninya. Serta bertujuan untuk

mengakomodasi kepentingan para pemodal. Sehingga ketika sudah menjabat akan menghalalkan segala cara agar bisa balas budi kepada para pendukungnya. Tak lagi ingat kepada rakyat yang mengantarkannya ke tampuk kekuasaan.


Inilah potret sistem politik demokrasi. Dari demokrasi inilah tercipta sikap pragmatis, curang, korup, dan khianat. Karena asas sekuler yang menjadi pijakannya. Memisahkan agama dari kehidupan. Manusia yang berhak membuat UU untuk mengatur kehidupan bernegara. Padahal manusia lemah tidak mampu mengetahui kemaslahatan masyarakat seluruhnya.


/Politik dalam Islam/



Dalam Islam, politik dikenal dengan istilah mengatur, memperbaiki, dan mendidik. Dalam Islam, pengertian politik adalah  "riayah su’unil ummah", yaitu mengatur urusan umat. Segala permasalahan umat Islam maupun non muslim dipecahkan sesuai pandangan Islam. Inilah esensi dari politik Islam.


Maka bila ada yang mengatakan bahwa agama harus dipisah dari politik adalah tidak wajar. Pemahaman semacam ini muncul dari sistem sekuler yang dianut. Dalam pandangan sistem ini, manusialah pembuat undang-undang, agama tak boleh mengatur urusan manusia.


Dalam demokrasi, agama hanya ada di ranah pribadi umat. Cukup ibadah di masjid saja jangan bawa agama dalam politik. Bahkan beredar pendapat yang mengatakan bahwa agama itu suci jangan disandingkan dengan politik yang kotor. Berarti mereka mengakui bahwa politik demokrasi itu kotor. Pernyataan inilah yang harus dibenarkan. Politik dalam Islam tidaklah seburuk dan sekotor demokrasi. Penerapan politik Islam jelas berbeda dengan politik demokrasi.


Sesungguhnya seorang pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Sebaik-baik pemimpin yang dicintai rakyatnya. Tentu sangat diharapkan bahwa pemerintah khususnya dalam kementerian Agama benar-benar memberikan informasi yang benar tentang Islam Kaffah. Janganlah memisahkan politik dengan agama. Karena akan menyebabkan banyaknya politikus korupsi, tidak amanah serta mementingkan partainya saja.


Saatnya umat Islam sadar melihat karut marutnya negeri ini dikarenakan sistem yang dianut untuk mengatur kehidupan bernegara. Kembalikan sistem aturan ini kepada yang berhak yaitu Sang Pencipta alam semesta. Dengan menjalankan sistem Islam secara kaffah. Sebagimana sistem Islam yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Selama 13 abad umat Islam berada dalam sistem yang mampu mensejahterakan seluruh umat Islam maupun non muslim. 


Dari sini maka dapat disimpulkan bahwa umat harus memiliki wawasan politik yang benar. Islam dan Politik adalah satu kesatuan. Menjadi kewajiban kita untuk menyadarkan umat, bahwa saat ini kita sedang terpuruk. Jika ingin menjadikan negeri ini berkah maka harus kembali kepada hukum Islam secara menyeluruh. Untuk itu umat Islam harus memiliki kesadaran bahwa hanya Islam solusi bagi segala permasalahan yang mendera.



Wallahu a'lam bish showab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama