NEGERI YANG TIADA SEPI DARI KASUS KORUPSI

 



Muslimah-voice.com - Rekor dan suatu capaian yang buruk dari pejabat negeri ini, dalam waktu yang berturut-turut di Bulan Nopember-Desember 2020 terjadi Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap para pejabat negara di dua kementrian sekaligus yaitu Kementerian Kelautan Dan Perikanan (KKP) serta Kementrian Sosial. 


/Korupsi Benur Lobster Menjerat Kementerian Kelautan Dan Perikanan (KKP)/


Pada Bulan November 2020 dini hari terjadi OTT terhadap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Penangkapan ini  diduga karena kasus korupsi ekspor benur lobster yang terkait dengan perizinan tambak, usaha, dan pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya. Untuk hal ini Menteri KKP telah memberikan izin 26 perusahaan untuk melakukan ekspor benih lobster. Klaim dari Menteri KKP bahwa kebijakan ini ditunjukan untuk kesejahteraan para nelayan. Sebab, banyak nelayan dari Sabang hingga Marauke yang menggantungkan hidupnya untuk menangkap benih lobster di laut.


Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah mencium adanya praktik tidak sehat dalam bisnis ekspor benih lobster. KPPU menduga adanya praktik monopoli dalam proses pengiriman benih lobster ke luar negeri. Penerbitan izin eksportir benih lobster yang dikeluarkan Menteri KKP dinilai tidak memberi dampak signifikan terhadap pendapatan nelayan. Sebab, yang merasakan keuntungan dari kebijakan itu hanya para pedagang atau eksportir. 


Lebih dari itu, Prof. Budi Setiadi Daryono, M.Agr.Sc., Ph.D., Ketua Konsorsium Biologi Indonesia (KOBI) menyatakan kasus korupsi benih lobster mengambarkan buruknya pengelolaan biodiversitas nasional, karena lobster merupakan komoditas biodiversitas Indonesia. Pada kasus korupsi ekspor benih lobster ini, para pengampu kepentingan dan pengusaha memandang potensi biodiversitas hanya sebagai sumber daya ekonomi yang akan dieksploitasi. Padahal, biodiversitas tersebut merupakan sumber daya ekologi yang harus dikelola dan dilestarikan, hal ini akan menyebabkan kerusakan dan musnahnya biodiversitas. Bahkan dapat dibayangkan jika negara-negara tujuan impor benih lobster tersebut yaitu pusat-pusat riset lobster yang memiliki tujuan jangka panjang dalam pengembangan budi daya lobster, maka di masa depan negara-negara tersebut akan menjadi pusat produksi lobster yang mendapatkan keuntungan besar, sedangkan negeri ini hanya akan menjadi penoton dalam pasar industri lobster. 

 

/Sistem Kapitalisme Penyebab Peningkatan Praktik Korupsi/


Karakter kapitalisme yang tidak dapat disangkal adalah menjadikan manfaat sebagai asas dalam seluruh aspek kehidupan.  Untung dan rugi menjadi tolak ukur, selama ada keuntungan secara finansial maka akan dikejar walaupun harus melanggar nilai atau norma-norma yang berlaku. Sistem kapitalisme, secara kental menunjukkan keberpihakan kepada para pemilik modal/pengusaha, sedangkan orang-orang kecil seperti nelayan hanyalah sebagai asset dalam rangka mewujudkan tujuan keuntungan finansial para pemilik modal. Pada praktiknya, para pemilik modal akan bekerjasama dengan oknum penguasa/pejabat dalam memuluskan usahanya. Inilah yang menyebabkan praktik korupsi tiada henti di negeri ini sehingga dibutuhkan solusi yang tepat untuk mengatasinya.  


Penerapan Syariat Islam secara kaffah merupakan solusi yang tepat dalam mengatasi permasalahan korupsi di negeri ini. Terdapat tiga pilar yang sangat penting dalam menjamin terwujudnya keberhasilan pemberantasan korupsi. Ketiga pilar tersebut adalah ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan penerapan syariah di tengah kehidupan bermasyarakat.  


Korupsi identik dengan praktik suap menyuap, dalam Bahasa Arab, suap adalah risywah. Risywah diartikan sebagai sesuatu yang dapat menghantarkan tujuan dengan segala cara, prinsipnya asal tujuan tercapai. Syariat Islam memandang perilaku suap-menyuap adalah perilaku yang sangat tercela. Islam sangat memperhatikan keselamatan harta seseorang,  perpindahan harta dari tangan satu ke tangan lainnya harus terjadi secara syah/syar’i. Perpindahan harta  karena praktik suap-menyuap tidak dibenarkan secara syar’i karena penyuap menyerahkan hartanya dengan harapan penerima suap dapat menuruti kehendak penyuap. Secara tegas Islam mengharamkan umatnya menempuh jalan suap, baik kepada penyuap, penerima suap, maupun perantaranya. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan dan kezaliman dalam masyarakat. 


Dalil-dalil syar’i baik bersumber dari kitabullah ataupun alhadits telah jelas menunjukan bahwa praktik suap/korupsi adalah perbuatan keji. Ayat Alqur’an berikut menjelaskan tentang larangan mengambil harta orang lain secara batil. “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari pada harta benda orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui” (Q.S. al-Baqarah: 188). Begitu juga dengan al-hadis, Rasulullah dengan tegas melarang suap-menyuap. “Rasulullah Saw melaknat orang yang menyuap dan orang yang disuap” (HR Tarmidzi,1256), serta alhadits lainnya: “Rasulullah melaknat penyuap, penerima suap, dan perantara dari keduanya” (HR Ahmad 1997: 21365). Demikianlah, Syareah Islam begitu jelas dan gambling dalam menghukumi korupsi/suap-menyuap. Tinggal dikembalikan kepada Umat saat ini apakah mau menerapkan syareat Islam secara kaffah atau tetap mempertahankan sistem kapitalis yang sudah jelas-jelas menyengsarakan. Wallahu Alam bishowab. 


Bogor, Desember 2020

Mamay Maslahat, S.Si., M.Si.

Dosen--Penulis


#Korupsi

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama