MENYAMBUT BONUS DEMOGRAFI DENGAN REVOLUSI AKHLAK

 



Oleh : Ayla Ghania (Pemerhati Sosial dan Politik)


Muslimah-voice.com - Isu bonus demografi Indonesia kembali mencuat. Bahkan Giring Ganesha, penyanyi band Nidji, melalui konferensi pers mengumumkan akan maju pada pilpres 2024 (25/8). Capres dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini mengatakan bahwa tahun 2024 adalah tahunnya PSI. Lanjutnya, tahun 2024 adalah tahunnya anak muda, setengah pemilih berasal dari kalangan anak muda. Giring memiliki visi memanfaatkan bonus demografi dengan gebrakan yang fresh untuk mencapai bonus ekonomi (beta.kompas.tv, 25/8/2020).


Bonus Demografi Untung atau Buntung?


Akhir 2019, isu bonus demografi diangkat oleh Jokowi dalam pidatonya setelah dilantik sebagai Presiden RI periode 2029-2024. Jokowi menyampaiakan bahwa bonus demografi merupakan tantangan sekaligus kesempatan besar jika mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang besar dan menghasilkan SDM yang maju (liputan6.com, 20/10/2020). 


Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Agus Sartono mengatakan bonus demografi yang merupakan lulusan SMP sebesar 62-63%, lulusan SLTA 25%, sementara lulusan perguruan tinggi dan politeknik hanya 13%  (kompas.com, 3/11/2020). 


Bagaimana kita bisa meyakini bonus demografi mampu menghasilkan bonus ekonomi? Ditengah kondisi penduduk usia produktif sudah sangat menghawatirkan. Kasus pelecehan seksual, free sex, hamil diluar nikah, aborsi, narkoba, tawuran antar pelajar, serta kasus bunuh diri. Para remaja tidak lagi terbiasa belajar tapi cenderung menjadi pembebek artis K-POP dan Drakor. Pesatnya perkembangan IT justru menjadikan generasi alay. Pecandu tik-tok telah merambah di kalangan emak-emak. 


Melupakan Perbaikan Mental dan Akhlak


Berawal dari siaran pers Kementerian PPN/Bappenas berjudul “Bonus Demografi 2030-2040 : Strategi Indonesia terkait Ketenagakerjaan dan Pendidikan” pada tanggal 22 Mei 2017. Dalam siaran pers menyebutkan bahwa Indonesia akan mengalami bonus demografi antara tahun 2030-2040, yaitu jumlah penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun) lebih besar dari usia tidak produktif (usia dibawah 15 tahun dan diatas 64 tahun). Usia produktif tersebut mencapai 64% dari total jumlah penduduk Indonesia yang diproyeksikan yaitu 297 juta jiwa.


Untuk menjawab tantangan tersebut, Indonesia fokus pada dua isu yakni tenaga kerja dan pendidikan. Untuk isu tenaga kerja, caranya dengan memperkuat daya saing tenaga kerja dalam memasuki pasar tenaga kerja global melalui beberapa strategi. 


Pertama, harmonisasi standarisasi dan sertifikasi kompetensi melalui kerja sama lintas sektor, lintas daerah dan lintas negara mitra bisnis dalam rangka keterbukaan pasar. Kedua, pengembangan program kemitraan antara pemerintah dengan dunia usaha /industri dan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah untuk peningkatan kualitas tenaga kerja. Ketiga, peningkatan tata kelola penyelenggaraan program pelatihan untuk mempercepat sertifikasi perkerja. Keempat, perluasan skala ekonomi kearah sektor/sub sektor dengan produktivitas tinggi.


Sementara untuk pendidikan, strateginya adalah melalui peningkatan akses, kualitas, dan relevansi pendidikan, termasuk pengembangan pendidikan kejuruan atau vokasi untuk memperkuat kemampuan inovasi dan meningkatkan kreativitas. 


Isi dari siaran pers tersebut nampak tidak mencantumkan poin pentingnya revolusi mental yang menjadi jargon Presiden Jokowi periode 2014-2019. Maksud revolusi mental menurut Jokowi, warga Indonesia harus mengenal karakter orisinal bangsa. Karakter santun, berbudi pekerti, ramah dan bergotong-royong seharusnya menjadi modal untuk rakyat sejahtera. Jokowi juga menyebutkan rusaknya mental adalah karena muncul korupsi, kolusi, nepotisme, etos kerja tidak baik. bobroknya birokrasi hingga ketidakdisiplinan (nasional.kompas.com, 17/10/2014) 


SDM Aset Penting Pembangunan Bangsa


Harapan akan bonus demografi mampu memajukan ekonomi, secara tak langsung mematahkan slogan program Keluarga Berencana yaitu ‘Dua Anak Cukup’. Nyatanya kita tidak hanya membutuhkan SDM yang berkualitas tapi juga membutuhkan kuantitas yang cukup. Ketika angka kelahiran dibatasi secara ketat, justru akan sulit tercapainya bonus demografi. 


Pemahaman selama ini bahwa jumlah penduduk akan membebani suatu negara terpatahkan dengan sendirinya. Lihatlah Jepang, Singapura, Rusia serta Jerman yang mengalami krisis penduduk. Pemerintah negara tersebut merangsang warganya untuk menikah dan mendapat keturunan dengan memberi subsidi. Sementara China yang memiliki populasi  penduduk terbesar, justru akhirnya menguasai dunia. 


Baca : Bagaimana Membentuk Akhlak Sejak Dini


Hal ini mengingatkan kita akan sabda Rasulullah saw.  :


"Nikahilah wanita yang penyayang yang subur punya banyak keturunan karena aku bangga dengan banyaknya umatku pada hari kiamat kelak." (HR. Abu Daud no. 2050 dan An Nasai no. 3229. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits tersebut hasan).


Pun demikian, kuantitas juga harus dibarengi dengan kualitas. SDM yang berkualitas tidak cukup pandai di bidang sains dan teknologi. Tetapi juga mental yang kuat dan akhlak yang baik. Sistem pendidikan dalam Islam cenderung menguatkan aqidah terlebih dulu. Sehingga mampu melahirkan sosok yang bermental baja serta berakhlak mulia tanpa meninggalkan sains dan teknologi. Hal inilah yang nantinya akan menjadikan individu-individu terkumpul dengan pemikiran dan perasaan yang sama dalam suatu masyarakat. 


Pemikiran dan perasaan yang sama kemudian diikat dengan sebuah peraturan yang sama yaitu syariat Islam. Perpaduan pemahaman akan pentingnya menjaga ‘kuantitas’ penduduk serta ‘kualitas’ penduduk ala Islam akan mampu melahirkan peradaban cemerlang. Akhirnya, hanya Islam yang mampu menyambut bonus demografi untuk kemajuan suatu negeri. Sistem Islam yang paripurna akan mampu mengembalikan kejayaan Islam di kancah dunia. Insha Allah dengan penerapan syariat Islam kaafah with Khilafah minhajin Nubuwwah. Wallahu ‘alam bish showab.   


#demografi

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama