Oleh Diana Wijayanti
Muslimah-voice.com - Nataru (natal dan tahun baru) menjadi waktu yang tepat bagi Wakil Walikota Palembang, Fitrianti Agustinda bersama Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) melakukan inspeksi mendadak (sidak) di dua supermarket besar. Dari 57 sampel pengujian ditemukan tiga makanan yang berformalin dan mengamankan 397 item makanan yang rusak, tanpa izin edar, tanpa kejelasan label dan kedaluwarsa. Pengelola supermarket segera diperingatkan.
Tentu saja masalah keamanan pangan merupakan faktor penting yang harus dijamin oleh negara sebagai pihak yang paling bertanggungjawab dalam melayani dan mengurus rakyat, selain konsumen dan juga pelaku usaha.
Efek formalin sangat luar biasa berbahaya, dalam jangka panjang berpeluang menyebabkan kanker, gangguan ginjal, dan juga banyak penyakit lain. Hal ini disampaikan oleh Hardanigsih, Kepala BBPOM Palembang.
Meskipun Undang-Undang No 18 tahun 2012pasal 136, tentang pangan dan pasal 8 ayat (1) A serta Pasal 62 UU no 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, ancaman hukuman bagi pelaku yang berperilaku curang dengan mencampurkan zat berbahaya dapat dipenjara sepuluh tahun dan denda 10 Miliar, namun tetap saja pelanggaran terus terjadi.
Sidak pun belum mampu menghentikan tindakan curang dan membahayakan masyarakat. Lalu apa masalahnya?
Bila kita telusuri banyak aspek yang menjadi penyebab maraknya pengusaha makanan yang nakal mencampur bahan berbahaya, seperti formalin, boraks maupun pewarna tekstil. Diantaranya adalah pondasi kehidupan yang menopang sistem kehidupan negeri ini yang bermasalah, yaitu sekulerisme kapitalisme serta pelaksana sistem kehidupan yang tidak kompeten akibat penerapan sistem Demokrasi.
Sejak merdeka negeri ini telah mengadopsi pemikiran sekuler yang memisahkan agama dalam kehidupan. Islam sebagai agama mayoritas negeri ini tidak boleh mengatur urusan kehidupan, ia diposisikan sama dengan agama lain yaitu hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya.
Jauhnya Islam dalam kehidupan menyebabkan manusia tidak takut dengan hukum-hukum Allah SWT. Standar hidup manusia berubah dari halal dan haram menjadi mencari manfaat dan keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa peduli pelanggaran terhadap syariat Allah SWT. Paham inilah yang membuat pengusaha makanan nakal mencampur bahan berbahaya dalam produk mereka agar meraup keuntungan yang melimpah meskipun membahayakan orang lain.
Akhirnya pondasi ini melahirkan ideologi Kapitalisme yang menghamba pada materi atau uang. Pemilik modal adalah yang berkuasa melakukan apapun hingga nilai kemanusian dan nilai spiritualitas hilang dari sisi manusia.
Sistem Demokrasi yang menaungi menjadikan sekulerisme dan Kapitalisme makin rusak dan merusak. Pasalnya sistem pemerintahan ini meniscayakan penguasa yang terpilih adalah orang yang punya modal besar atau didukung cukong-cukong. Akibatnya pada saat menjabat orientasinya adalah mengutamakan para cukong dari pada rakyat. Permainan cukong dalam pemilihan pemimpin ini dinyatakan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum Keamanan (Menkopolhukan), Mahfud MD. “Calon-calon itu 92 persen dibiayai oleh cukong dan sesudah terpilih, itu melahirkan korupsi kebijakan,” kata Mahfud. (11/9/2020)
Maka wajar jika para pengusaha dalam sistem Demokrasi ini menjadi raja, mereka seolah kebal hukum terhadap apapun pelanggarannya. Terbukti untuk kasus pengusaha nakal di kota Palembang, meski sudah ditangkap hukumannya sangat ringan, jauh dari bahaya yang ditimbulkan.
Lalu adalah solusi persoalan ini?
Merajalelanya pangan yang berbahaya bagi masyarakat ini hanya bisa diselesaikan dengan tuntas jika syariah Islam diterapkan secara kaffah dalam kehidupan yaitu dengan tegaknya Khilafah Islamiyah. Khilafah berlandaskan aqidah Islam sehingga ketakwaan individu menjadi filter bagi perilakunya sehari-hari.
Seorang muslim tidak akan berani berbuat curang karena itu dilarang oleh Allah SWT. Di dunia khalifah akan menegakkan hukum Islam berupa ta'zir sementara jika tidak ditegakkan hukum di dunia maka di akhirat Allah SWT pasti akan minta pertanggungjawaban. Ketakwaan inilah yang membuat masyarakat takut mengerjakan kemaksiatan.
Rasulullah Saw melarang berbuat curang, sebagaimana sabdanya : "Barang siapa yang menipu (berbuat curang) kepada kami, maka ia bukan termasuk golongan kami" (HR Muslim)
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah Saw menyatakan "...Dan berhati-hatilah dari dusta, karena dusta akan menuntun kita berbuat curang, dan kecurangan itu menuntun ke neraka. Seseorang yang selalu berlaku curang akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR Bukhari Muslim).
Selain ketakwaan pribadi, maka peran negara juga sangat besar dalam membina umat dengan hukum-hukum Islam, serta menerapkan sanksi tegas bagi para pelaku pelanggaran hak masyarakat. Hukum dalam Islam bukan dibuat oleh manusia namun ditetapkan oleh Allah SWT, maka tidak ada tawar menawar dalam menerapkan sanksi bagi siapa yang melanggar.
Seperti kasus kecurangan produsen yang mencampur makanan dengan zat berbahaya, maka akan ada hukuman ta'zir yaitu sanksi yng diberikan kepada pelaku kemaksiatan yang butuh penggalian dari Qadhi untuk menetapkan hukumnya. Mulai dari yang ringan hingga yang berat tergantung dampak pelanggarannya.
Dengan penerapan Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah inilah hak masyarakat akan mendapatkan pangan yang aman akan terjamin. Wallahu a'lam bish shawab.
#Makanan #Sehat #Halal
Allahuakbar
ردحذف