Polemik Kenaikan UMK Jatim

 


Oleh: Nanik Farida Priatmaja

Aktivis Muslimah Jatim


Muslimah-voice.com - Miris! UMK Jatim tahun 2021 resmi ditetapkan Gubernur Jawa Timur Kofifah Indah Parawansa untuk 38 kabupaten di Jatim. Namun hal ini menuai kekecewaan kalangan pekerja. Kenaikan UMK dari tahun sebelumnya hanya 100 ribu. Padahal dampak pandemi menjadikan kebutuhan hidup terus melambung tinggi. Mampukah kenaikan UMK mencukupi kebutuhan hidup pekerja? 


Dikutip dari Detik.com, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa resmi menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2021 untuk 38 kabupaten/kota di Jatim. Ada 11 kabupaten/kota yang UMK-nya tidak naik dan sama seperti UMK 2020.

"Jadi setelah kita rapatkan bersama dengan Dewan Pengupahan Jatim mewakili unsur buruh, pekerja hingga Apindo unsur pengusaha. Bu Gubernur telah memutuskan UMK tahun 2021 yang terbaik bagi semua kalangan baik itu buruh, pekerja dan pengusaha," ujar Sekdaprov Jatim, Heru Tjahjono mewakili Gubernur Khofifah di Surabaya, Minggu (22/11/2020).


Kenaikan UMK memang tak menyeluruh di berbagai kabupaten. Sedangkan besaran kenaikan UMK hanya sebesar Rp. 100 ribu. Sehingga hal ini menyebabkan aksi protes kalangan pekerja.


Dikutip dari CNN.com, Wakil Ketua DPW Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jawa Timur, Nuruddin Hidayat mengaku kecewa dengan keputusan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa terkait kenaikan UMK 2021. Ia menilai Khofifah tak mengakomodir aspirasi buruh selama ini. "Buruh dan pekerja merasa kecewa dengan penetapan UMK tahun 2021. Gubernur sama sekali tidak mengakomodir aspirasi buruh," kata Nuruddin, Senin (23/11).


Pro kontra UMK selalu saja menjadi polemik. Pasalnya semua pihak baik pengusaha ataupun pekerja ingin mendapatkan haknya. Apalagi di tengah masa pandemi yang berdampak buruk bagi perekonomian. Semakin tingginya kebutuhan hidup di berbagai bidang. Semua ini seolah tak menemui titik temu.


Penetapan UMK pastinya berdasarkan kesepakatan para pengusaha dan penguasa. Sedangkan para pekerja hanya mampu menyuarakan aspirasi yang tak selalu mampu terdengar penguasa.


Sebelum adanya kenaikan UMK pun sebenarnya tak bisa dikatakan cukup untuk memeriksa kebutuhan hidup kecuali untuk makan selama sebulan saja. Tidak termasuk biaya pendidikan anak, kesehatan dan kebutuhan pokok lainnya. Kenaikan UMK Rp. 100 ribu pastinya tak akan mampu meningkatkan kesejahteraan pekerja di tengah buruknya perekonomian negeri. 


Perekonomian negeri ini memang masih amburadul. Hal ini pastinya dampak sistemik penerapan sistem kapitalis yang menjadikan terjadinya perselingkuhan antar para kapital dan pengusaha. Sehingga kesenjangan sosial, problem UMK, pro kontra pengusaha versus pekerja, ketidakadilan upah dan sebagainya akan terus terjadi tanpa solusi yang adil.


Keadilan di segala bidang kehidupan hanya akan terwujud jika diterapkannya sistem kehidupan yang memanusiakan manusia hingga mampu mensolusi seluruh problematika kehidupan. Polemik UMK tak akan pernah lagi terjadi.


#UMK #Jatim  

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama