Oleh : Umi Rizkyi
(Anggota Komunitas Setajam Pena)
Pilkada saat ini gencar lagi dibahas dalam kalangan politik di negeri kita tercinta ini. Meskipun disadari semua pihak bahwa pandemi Covid-19 pun belum usai. Dan akhir-akhir ini, jumlah terpapar Covid-19 dan meninggal dunia pun semakin meningkat jumlahnya.
Namun, sekali lagi. Inilah sistem kapitalisme-demokrasi. Memaksakan diadakannya pilkada di 9 Desember 2020, meski sempat terjadi penundaan kemarin. Meskipun demikian, kali ini layaknya pemerintah sudah tidak peduli lagi dengan adanya pandemi, yang akan menjadi pemicu lonjakan kasus positif terinfeksi Covid-19. Pemerintah " ngeyel " untuk menyelenggarakan di 9 Desember 2020 mendatang.
Kendati demikian, maka munculah pro kontra yang terjadi di dalam masyarakat. Di mana saat ini masyarakat masih dihantui oleh Covid-19 di sisi lain masyarakat dipaksa untuk memilih dan menyampaikan suaranya di pilkada nanti.
Adapun yang kontra atau tidak setuju dengan diselenggarakannya pilkada mengusulkan agar pilkada ditunda hingga pandemi Covid-19 ini benar-benar berakhir dan hilang dari negeri kita tercinta ini. Karena pasti akan terjadi pelanggaran saat sosialisasi dengan masa dan pendaftaran calon.
Seperti yang dilansir oleh Beritasatu.com_Jakarta, Senin (14/9/2020) Pilkada yang direncanakan tanggal 9 Desember mendatang perlu ditunda ke tahun depan, guna mencegah bom waktu lonjakan Covid-19. Musuh besar kita saat ini adalah pandemi Covid-19. Dengan adanya bukti kasus meninggal dan kasus penularan Covid-19 yang begitu cepat. Dan juga membuat carut-marut perekonomian saat ini. Jangankan memulihkan ekonomi, jika korban Covid-19 masih terus meningkat. Jalan satu-satunya saat ini adalah menghambat pemicu ledakan positif terinfeksi Covid-19. Seperti pilkada, harus ditunda.
Begitulah gambaran yang ada dalam diskusi " Evaluasi 6 Bulan dan Proyeksi Satu Tahun Penanganan Covid-19 di Indonesia" yang diselenggarakan oleh Kelompok Studi Demokrasi Indonesia (KSDI) Sabtu (12/9/2020) melalui webiner yang dipandu oleh politisi Manuarar Sirait juga dihadiri oleh Menkopolkam Mahfud MD, Ekonom Faisal Basri, Peneliti Muhammad Qodari, Wakal Polri Kemjen Gatot Eddy Pramono, dan ahli epidemiologi dari fakultas kesehatan universitas Indonesia (UI) Iwan Ariawan.
Diskusi daring ini dihadiri oleh 700 peserta. Dari berbagai macam profesi. Bahkan ada yang dari luar negeri. Hasilnya 91% yang mengikuti polling meminta agar pilkada ditunda karena tidak ada urgensinya dan hanya membesarkan masalah yang sudah ada. Sekitar 99% mendesak pemerintah menerbitkan payung hukum yang memberikan kenyamanan kepada para pengambil keputusan untuk mengatasi Covid-19 dan mencegah masyarakat dari kelaparan dan gizi buruk.
Meskipun demikian, pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD, bahwa penundaan pilkada hanya bisa ditentukan oleh UU dan Perpu. Dia mengatakan, diputuskan pilkada tetap dilaksanakan 9 Desember 2020. Dengan dua alasan, yaitu pertama pemerintah dan DPR tidak mau 270 daerah di Indonesia serentak dipimpin oleh pelaksana tugas. Kita tidak mau, jumlah 270 itu besar, jelasnya.
Ke dua, jika ditunda karena Covid-19, sampai kapan? Sampai kapan Covid-19 berhenti dan tidak berbahaya? toh sampai hari ini angka Covid-19 masih terus meningkat. " Ini bukan kata saya, ini alasan DPR dan pemerintah, saya hanya menyampaikan kembali".
Selain itu juga, Qonari seorang peneliti menyatakan bahwa ada empat syarat untuk mencegah penularan Covid-19 dalam proses pilkada, yaitu pertama, membagikan masker ke seluruh rakyat Indonesia. Ke dua, Pemerintah harus merevisi UU untuk menghapus semua bentuk kampanye. Ke tiga, adanya hukuman yang tegas dan jelas bagi calon kepala daerah yang melanggar. Ke empat, KPU harus melaksanakan simulasi pilkada di 270 wilayah pilkada, termasuk pendistribusian surat suara, mengecek jam kedatangan pemilih ke TPS, sampai perhitungan suara.
eginilah akibatnya jika kepengurusan suatu negara berada pada rezim kapitalisme-demokrasi, tidak akan mampu menyelesaikan masalah justru akan menambah masalah baru. Misalnya saja tentang pilkada ini, selain tidak menyelesaikan masalah kepemimpinan maka dengan " ngeyelnya" tetap diselenggarakan pilkada maka akan menjadi klaster baru bahkan bom atom penularan Covid-19.
Sungguh ini jauh berbeda dengan sistem Islam yang agung. Di man pemilihan pemimpin dalam Islam tidak membutuhkan waktu yang lamadan dana yang banyak, alias efisien dan murah. Dan jelas akan mampu menyelesaikan masalah Dangan efektif dan tuntas sampai ke akar permasalahannya. Karena Islam berasal dari Sang Maha Hidup dan menghidupkan segala mahkluk, termasuk manusia. Manusia diciptakan oleh Allah SWT lengkap dengan aturannya, berupa Al-Qur'an, As-Sunnah, Ijma sahabat dan Qiyas.
Begitu juga Masalah pilkada akan tuntas dengan Islam. Di dalam Islam maka seorang pemimpin/kholifah dipilih oleh rakyatnya. Dengan cara baiat melalui majelis umat. Majelis umat di sini berfungsi untuk menyampaikan aspirasi rakyat baik muslim maupun non muslim dan juga mengawasi jalannya pemerintahan. Di dalam Islam menjadi pemimpin adalah suatu amanah yang sangat berat. Karena pertanggung jawaban di dunia dan di akhirat. Sehingga seorang kholifah, akan berhati-hati dan senantiasa taat dan patuh dengan hukum Syara'. Sebab seorang pemimpin hanya akan mengharapkan ridho Allah SWT bukan yang lainnya, apa lagi harta, tahta dan sebagainya.
Pilkada di dalam Islam tidak akan diambil oleh kholifah / negara Islam. Karena kepala daerah/Amil yang setingkat dengan gubernur akan ditunjuk langsung oleh kholifah. Tidak akan ada yang menolak/tidak menyetujui atas keputusan kholifah. Sebab taat kepada pemimpin adalah sebuah kewajiban. Jelas di sini menunjukkan keefisiensi dan bahkan tidak menggunakan dana sedikitpun.
Adapun masa jabatan seorang kholifah adalah seumur hidup. Bisa diberhentikan jikalau mengundurkan diri, sakit atau telah terjadi pelanggaran terhadap hukum Syara. Maka dari itu, masihkah kita ragu dengan sistem Islam yang sempurna dan paripurna. Yang mampu memberi kesejahteraan masyarakat ke seluruh baik muslim maupun non muslim. Kini saatnya kita berdiri pada barisan para pejuang khilafah dan syariah. Sehingga Islam akan kembali dapat diterapkan dalam kehidupan. Jangan pernah mundur, ataupun menyerah. Karena ada Allah yang selalu membimbing arah. Tetap semangat menjadi pejuang syariah dan khilafah. Allahuakbar.[]