Negara Pilihan Umat Muslim

 


Oleh : Ayu Anggita Dwi Mulyani (Mahasiswi)


Hilir angin kepastian, dengan datangnya hari bahagia bahwa Indonesia bebas dari Pandemi seakan masih berada jauh dipelupuk harap pandang sebuah harapan itu sendiri. bagaimana tidak, jika hingga saat ini masih lebih banyak masyarakat yang tak sadar bahaya corona dibanding dengan masyarakat yang menjaga dan waspada terhadap pandemi ini. Namun, tetap saja layaknya istilah Daun yang jatuh tak pernah membenci angin, iya... layaknya nyawa yang terus menerus meningkat berjatuhan di bumi Indonesia saat ini, tak mungkin kita bisa salahkan alam atau bahkan takdir kita. namun garis bawah terpenting disini ialah terkait peran menjaga dari seorang penguasa sekaligus pemimpin Negeri, inilah yang menuai sebuah tanda tanya besar pertanggungjawabannya kelak. 


Pertanggungjawaban besar yang seorang pemimpin miliki sungguh terpatri kuat, hingga nanti di hari dimana seadil-adilnya pengadilan tiba. Erat kuat pula hubungannya terkait bagaimana pembangunan negara itu sendiri, mau dibentuk seperti apa sebuah negara tersebut, dasar negara apa yang digunakan, hingga kultur apa yang akan dibudayakan, peran pemimpin sangat terlibat banyak akan hal tersebut. sebut saja, seperti Isu pembangunan Negara yang baru terjadi dalam waktu dekat ini, yaitu tentang membangun Indonesia sebagai Negara Islami. 


Layaknya pernyataan yang dilontarkan oleh Menteri Koordinator bidang Politik Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Indonesia, yaitu Pak Mahfud MD yang menuai berbagai respon dari masyarakat, terutama dalam hal ini terkait pernyataan "Mari membangun Indonesia sebagai negara Islami. Bukan negara Islam, agar semua umat Islam di Indonesia dapat berkontribusi, masuk dari berbagai pintu. Jangan ekslusif," kata Mahfud dalam keterangan tertulisnya. (Sindomews.com, 27/09/2020).


Selain itu, kajian secara teoritis yang dilakukan oleh Setara Institute menjabarkan, terdapat 2 fenomena intoleransi keagamaan yang terjadi di Indonesia dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Fenomena pertama, terkait penebalan identitas tanpa dibarengi dengan penguatan pada situs keagamaan itu sendiri. Kemudian, fenomena kedua berkaitan dengan pengerasan resistensi atas identitas keagamaan yang berbeda. Artinya hadir sikap fanatisme yang berlebih sehingga mencuatkan isu kekerasan terhadap perbedaan yang sebenarnya tidak sensitif. 


Dan apabila kita menelisik lebih dalam terkait bagaimana Indonesia memiliki jejak tradisi keislaman saat ini, sebagaimana kita mengenal terdapat Islam yang moderat. Terlebih Indonesia merupakan negara penganut paham demokrasi terbesar ketiga setelah India dan Amerika Serikat. Dua fakta tersebutlah yang bisa menjadi sebuah pijakan tanda tanya, terkait Indonesia sebagai pusat peradaban dan kebangkitan Islam, apakah bisa? dengan tak menutup celah dari rilisnya film Jejak Khilafah di Nusantara beberapa waktu lalu yang menuai respon dari para netizen Sosial Media, bahkan juga sejumlah kecaman beberapa pihak yang kontra terkait rilisnya film ini. 


 Dari sini, dari fakta-fakta yang telah ada diatas dapat kita hubungkan bahwasanya:

Yang pertama, yang benar apakah menegakkan Negara Islami atau menegakkan Negara Islam? Mari kita gali, perbedaannya. Dengan pertimbangan apa yang dimaksud atau diinginkan bapak Menko Polhukam itu sendiri dan fakta Jejak Islam di Indonesia. Dari segi makna yang telah dipaparkan oleh bapak menko polhukam, terkait 2 istilah tersebut, mengarahkan bahwa Indonesia lebih baik ditegakkan menjadi Negara Islami yang mensifati nilai-nilai akhlaqul Karimah yang terpancar dari Identitas Indonesia sendiri, sebagai Negara yang mayoritas umat Muslim. dibandingkan dengan menegakkan Negara Islam, yang kedepannya berpotensi memaksakan Ideologi yang berbeda daripada semestinya saat ini, dan hal tersebut bernilai ekstrim untuk kehidupan saat ini.


yang kedua, bagaimana kebenaran Jejak Islam di Indonesia. dari sini kita akan melihat kebenaran yang tercipta dari sebuah jejak yang tertinggal dari Nusantara dahulu, dan tersimpan hingga saat ini. yaitu Jejak keIslaman yang telah tersebar bahkan di seluruh pelosok Nusantara. dan hal tersebut tidak dapat dipungkiri kebenarannya oleh zaman ini, yang masih sangat percaya dengan adanya bukti dan fakta kebenaran. wujud dari Kebenaran tersebut salah satunya ialah dengan adanya rilisnya film dokumenter JKDN (Jejak Khilafah Di Nusantara), sebagaimana merupakan potongan-potongan kebenaran sejarah diseluruh Nusantara yang disatupadukan menjadi bukti Potensi Kekuatan Jejak Islam di Nusantara. 


Dan yang ketiga, bagaimana potensi Indonesia sebagai Negera yang mayoritas umat Muslim dalam menghadapi era peradaban baru yang akan hadir suatu saat nanti.  sebagaimana di tengah carut marut kebenaran yang telah terdistorsi kebenarannya, dikarenakan dengan banyaknya sumber-sumber tak bertanggung jawab (hoax) yang mengganas tersebar di kehidupan saat ini. hal tersebut kembali pada potensi umat Muslim Indonesia sendiri. dimana potensi tersebut yang akan menjadi penentu. apakah yang menjadi mayoritas ini akan menjadi kekuatan Islam. atau hanya sekedar kuantitas, yang sebenarnya tak berpengaruh apapun sama sekali untuk kebangkitan Islam sendiri, dan menjadi tonggak Islam sebagai pusat peradaban. Sebagaimana hal ini selaras dengan sebuah sabda Rasulullah shollallahu alaih wa sallam:


 Hampir tiba masanya kalian diperebutkan seperti sekumpulan pemangsa yang memperebutkan makanannya. Maka seseorang bertanya: Apakah karena sedikitnya jumlah kita? Bahkan kalian banyak, namun kalian seperti buih mengapung. Dan Allah telah mencabut rasa gentar dari dada musuh kalian terhadap kalian. Dan Allah telah menanamkan dalam hati kalian penyakit Al-Wahan. Seseorang bertanya: Ya Rasulullah, apakah Al-Wahan itu? Nabi shollallahu alaih wa sallam bersabda: Cinta dunia dan takut akan kematian. (HR Abu Dawud 3745).


Dan saat-saat itulah, yang mungkin terjadi saat ini. sebagaimana umat Muslim tak lagi bangga dengan identitasnya. Yang terkalahkan oleh ego ketetapan Nation state, yang merupakan ilusi penjajah sebagai penyekat umat Muslim 1 dengan umat Muslim lainnya. Terkhusus dalam pembahasan kita saat ini, dimana Ajaran Islam hanya seper sebagian saja yang diambil, yaitu terkait akhlaqul karimah. dimana, selayaknya akhlak tersebut tak akan sepenuhnya tercipta tanpa adanya institusi independen yang melindunginya yaitu berupa Negara Islam.


Dan sekali lagi, menjadi seorang Muslim adalah anugerah. Layaknya Al-Qur'an yang menjadi mukjizat terbesar Rasulullah yang merupakan Al-Huda  atau petunjuk bagi umat manusia. Sama hal nya menjadi seorang Muslim. Dimana sudah selayaknya kita memiliki keistimewaan dan pegangan kuat dalam menjalani hidup ini. Sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:


“Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam At Tazhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13).


Lantas sekarang, menjadi sebuah pilihan seorang Muslim, memilih kebenaran walau itu bak memegang bara api. ataukah memilih tenggelam akan ilusi kesesatan, bak perlahan tiada diatas lembutnya kapas beracun.

Wallahu alambishowab. []

  

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama