Oleh : Karina Larasati (Mahasiswi)
Ekonomi dunia dan juga Indonesia mengalami penurunan dan diperkirakan akan terus menurun, dalam Laporan World Economic Outlook: A Long and Difficult Ascent yang dirilis Oktober 2020, IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan merosot di angka -1,5 persen.
“Dibandingkan dengan proyeksi kami di bulan Juni, prospek pertumbuhan ekonomi semakin memburuk secara signifikan karena pandemi yang masih berlangsung. Negara-negara berkembang kecuali China diprediksi akan mengalami kerugian lebih besar di tahun 2020-2021," demikian dikutip Liputan6.com dari laporan IMF, Rabu (14/10/2020).
Hal ini menunjukkan ada kecacatan dalam perekonomian yang butuh diperbaiki, dan akan semakin parah dengan kesalahan diagnosa dan penyembuhannya. Penurunan ekonomi di Indonesia diklaim terjadi sebab adanya musuh utama si kecil virus CORONA. Benarkah demikian, sedangkan Mantan Menko Maritim RI yang juga seorang Ekonom, Rizal Ramli mengungkapkan ekonomi Indonesia sudah bermasalah sebelum adanya pandemi corona (www.tribunnews.com).
Kapitalisme kembali menunjukkan wajah aslinya, dimana pertumbuhan ekonomi beserta kedaulatannya tidak akan pernah didapatkan negara berkembang. Kekayaan hanya dimiliki para pemilik modal di negara adidaya. Sudah lumrah alias wajar bila kita ekonomi Indonesia menjadi tumbal dalam sistem kapitalis. Saat ada permasalahan yang mengancam perekonomian negara adidaya, maka negara kecil dibawah kekuasaan asing seperti Indonesia ini menjadi tumbal garis depan untuk menyelamatkan negara berkuasa. Ditandai dengan berbagai kebijakan tidak masuk akal yang diambil untuk menghadapi krisis, seperti perekrutan tenaga kerja asing ditengah ledakan PHK (pemutusan hubungan kerja) karena pandemi COVID-19, atau pengesahan UU CIPTAKER yang buru-buru disahkan ketika masalah COVID-19 yang seharusnya menjadi fokus utama pemerintah.
Urusan ummat tidak akan pernah menjadi fokus dalam tata kelola sistem kapitalisme. Masalah ummat hanya menjadi jalan kampanye pada masa-masa pemilihan pemimpin, itupun tanpa ada realisasi dari janji manis yang diobral. Maka sampai kapan kita berharap mendapat perhatian penguasa bila dari sistemnya saja mencelakakan negara beserta isinya, dengan ada atau tidaknya corona kesejahteraan dan solusi masalah masyarakat akan hanya menjadi fatamorgana di tengah sistem kapitalisme.
Khilafah Selamatkan Ekonomi Negara
Suatu negara dikatakan memiliki perekonomian yang bagus bila terpenuhinya kebutuhan masyarakat, serta berjalannya mekanisme pasar secara adil, namun ekonomi dalam kapitalisme secara terang-terangan melepaskan campur tangan negara terhadap perekonomian rakyatnya.
Berbeda dengan khilafah yang memiliki pandangan dasar dimana kebutuhan rakyat merupakan tanggungjawab penuh negara, seluruh kebutuhan rakyat (sandang, pangan, papan) serta kebutuhan umum lainnya seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan mutlak dipenuhi negara. Hal ini tertuang dalam kebijakan khilafah dalam pemenuhan kebutuhan rakyat diantaranya:
Pertama, Islam menetapkan bahwa setiap laki-laki yang baligh wajib untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan mereka. Kebijakan ini sejalan dengan jaminan luasnya lapangan kerja halal yang tersedia dalam khilafah, disertai dengan penutupan berbagai lapangan kerja dan transaksi bisnis yang haram. Sehingga akan mudah menyaring transaksi yang mengandung intervensi negara lain.
Kedua, negara memiliki kas dalam Baitul Amal yang akan terkontribusi secara transparan kepada rakyat yang tidak mampu mencari nafkah. Kebutuhan pokok rakyat yang tidak mampu menjadi tanggungjawab negara sepenuhnya.
Ketiga, khilafah memiliki 3 pilar ekonomi politik, diantaranya kepemilikan, pengelolaan kepemilikan, serta distribusi. Kepemilikan individu akan sepenuhnya menjadi hak individu tanpa ada kompensasi apapun dari rakyat kepada negara mencakup kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan). Kepemilikan umum, yang mencakup kekayaan alam yang menjadi pemenuhan hidup orang banyak seperti air, akan menjadi hak rakyat sepenuhnya, dimana negara sebagai distributor ataupun pengelola saja sehingga sampai kepada rakyat. Dan kepemilikan negara menjadi hak negara.
Dengan ini negara akan jauh dari kemiskinan dan kecacatan ekonomi. Maka jangan salahkan corona ditengah merosotnya perekonomian negara, sebab dalam sistem yang cacat perekonomian akan cacat dalam kondisi apapun, termasuk Indonesia.
Berbeda dengan khilafah yang telah siap secara finansial negara dalam menghadapi berbagai wabah penyakit, tanpa mendholimi rakyat ataupun memperparah keadaan. Sebab khilafah ialah negara yang indpenden dan kuat dari sisi ekonomi maupun politik.
Ditengah pandemi wabah penyakit, pertama, khilafah dengan tegas mengisolasi wilayah terdampak, agar tak semakin menyebar pada wilayah lain. Kemudian menjamin pemenuhan kebutuhan serta perekonomian daerah terisolir dengan memberikan bantuan dari penghasilan wilayah lain yang belum terdampak. Berbagai obat-obatan akan diberikan secara cuma-cuma tanpa ada biaya sedikitpun.
Kedua, khilafah berupaya menemukan obat dengan membiayai secara penuh riset penilitan obat antivirus, juga membuka kesempatan kepada warga negara yang kaya untuk bersedekah dalam penelitian ini.
Ketiga, bila antivirus telah ditemukan tidak akan terjadi kapitalisasi didalamnya. Antivirus akan diberikan secara gratis, sebagai tanggungjawab dari negara kepada rakyatnya.
Keempat, menghentikan berbagai aktivitas yang berhubungan dengan negara diluar khilafah yang terdampak wabah. Baik kegiatan ekonomi ataupun pendidikan, impor barang juga akan ditutup tanpa memikirkan untung-rugi, sebab khilafah tidak menggntungkan diri pada asing.
Demikianlah gambaran penanganan perekonomian negara ditengah wabah pandemi oleh khilafah. Ekonomi negara akan selamat dengan ada atau tidaknya virus corona, karena kedaulatan hanya berada pada Allah pengatur seluruh kehidupan manusia. []