Gumaman Omnibuslaw Cipta Kerja

 


-Tulisan ini mengandung Ironi-


Oleh : Salma Shakila

Analis Muslimah Voice 


Lagi viral bahas draf-draf gitu. Biar kekinian yuk kita bicarakan! Macam UU Omnibuslaw yang konon katanya sudah syaaah di tengah malam. Tapi ternyata di waktu-waktu setelahnya masih berbentuk draf. Itupun halamannya beda-beda. Pengaruh dari ukuran kertas. Iya sih ukuran kertas beda-beda tapi kan...ya begitulah, anggap rakyat bodoh aja, gak tahu soal mekanisme ukuran kertas untuk produk-produk hukum. Jadi kalau sekarang mah pas ngeprint boleh beda ya ukurannya. Ouuh...


Eh, kalau soal jumlah halaman aja nggak clear, apa kabar isinya? Whateverlah, begitulah adanya. And sekarang opini berkembang bukan pada substansi isi tentang UU Omnibuslaw yanh tidak pro rakyat. Tapi beralih pada demonya. Ya jadinya demo digambarkan macam kejahatan perang. Jadi bertanya-tanya, "Emang demo teh, nggak boleh gitu di negara yang konon katanya demokras. Harus diam aja dan pura-pura bodoh gitu." Oalah...


Palingan gampangnya ngomong begini. 


"Wahai rakyat, berpura-puralah bodoh. Biar kepentingan kami bisa melenggang kangkung, sukses memeras kalian."


Jangan suka curigaan, UU Omnibuslaw Cipta Kerja untuk kepentingan bangsa ini. Percayalah. Kalau nggak percaya yang dipaksakan untuk percaya saja. Dengan adanyanya UU Omnibuslaw akan memancing investor masuk ke Indonesia. Mereka para inverstor asing  orangnya baik-baik dan tidak serakah. Nanti banyak rakyat Indonesia yang bisa bekerja di perusahaan mereka dengan gaji tinggi. Kan perusahaannya di Indonesia to? Mereka nggak akan mengambil tenaga dari asing, dari negeri mereka. Semua tenaga kerja di perusahaan yang mereka bangun di Indonesia adalah orang Indonesia semua. Jadi bisa menyerap lapangan pekerjaan di Indonesia. 


Oh iya, soal SDA yang ada di Indonesia, akan mereka diambil seperlu saja demi keberlangsungan anak cucu bangsa Indonesia. Itupun harga yang mereka bayar pada Indonesia atas SDA yang mereka ambil, harganya tinggi. Kan mereka orangnya baik-baik dan tidak serakah. Jadi sebagai rakyat Indonesia, yang banyak perusahaan asing 'nemplok' Indonesia, hati rakyat Indonesia bisa tenang.


"Makanya, jangan suka curigaan pada kami. Kami wakil-wakil rakyat, kami ini pemimpin rakyat Indonesia yang jujur, adil, dan bertanggung jawab."


====


Lalu begini soal upah-upah itu, hoak semua itu info yang beredar. Upah masih ada koq ya tapi namanya tetap sih upah minimum. Maaf gak bisa maksimum. Nanti upah minimumnya nanti disesuaikan masing-masing daeah aja ya. Kan pertumbuhan ekonomi di tiap-tiap daerah berbeda. Masa harus disamakan? Kasihan dong daerah tertinggal. Iya kan!


Kalau misalnya suatu saat pengusaha kita ada yang telat bayar upah ya. Harap maklum ya, ya namanya usaha kan kadang naik, kadang turun. Kita doakan para buruh dapat rezeki dari jalan yang lain. Kemudian kalau soal kontrak kerja. Kan enak tuh kalau ada kontrak kerja. Jadi gak terikat lama-lama. Biar bebas gitu. Ini kan sekarang zaman kebebasan.


Oh iya, soal cuti masih ada koq. Tenang aja. Tapi ya itu nggak boleh lama-lama. Kan sebagai orang agar hidup kita manfaat dan optimal harus rajin bekerja, jangan lama-lama cuti. Terus kalau cuti nggak ada bayaran kan wajar-wajar aja. Kan namanya juga nggak kerja.  Iya to?


====


Ya ampun, Guys ya memang begitu itu kalau pake aturan manusia. Nggak bisa memuaskan banyak pihak. Ya harap maklum aja. Seperti UU omnibus Cipta Kerja ini, UU ini kan memang bisa menciptakan lapangan pekerjaan, menumbuhkan ekonomi. Soal masalah siapa yang diuntungkan apakah itu rakyat atau pengusaha. Mau gimana lagi namanya juga aturan manusia. Tidak bisa to kalau disuruh menyenangkan semua pihak? Kalau buruh terpaksa jadi kuli, dibayar murah, lingkungan rusak ya diterima saja. Mau gimana lagi ini risiko pembangunan.


Bagaimanapun kita kan tidak bisa jika menuntut keadilan pada manusia. Jadi yo wes soal UU Omnibuslaw Cipta Kerja ini, nggak perlu demo-demo segala. Pandemi begini koq berkerumun. Berbahaya tertular dan muncul cluster baru. Bagi yang tidak percaya pada kami, silakan langsung ke MK saja. Daripada demo-demo. Biasanya rakyat kalau demo suka merusak.


Analisis


Begitulah watak asli demokrasi yang buta terhadap penderitaan rakyat. Watak yang buta dan tuli untuk mendengar aspirasi rakyat. Aturan-aturan hanya hanya berpihak pada gelintir orang di sekitar oligarki kekuasaan. 

Rakyat tertipu berkali-kali. Tentu saja rakyat tidak bisa menggantungkan diri pada judisial review omnibuslaw atau pembatalan UU saja. Karena akarnya bukan itu. 


Akarnya adalah demokrasi dimana aturan itu bisa dibuat oleh manusia. Sehingga tak habis-habisnya UU dibuat. Dan penderitaan rakyat takkan ada habisnya karena UU terus dibuat oleh manusia yang lemah yang mana aturannya tidak sesuai dengan fitrah manusia. Produk hukum buatan manusia bersifat dzalim, ekploitatif dan merusak.  Dan tak habis-habisnya membawa kesengsaraan pada manusia.


Lantas kita harus bagaimana? Ya menerapkan khilafah lah. Khilafah yang aturannya dari Allah. Yang Maha Mengetahui mana yang baik dan buruk untuk manusia, mahkluk yang Allah ciptakan. Sistem yang akan membuat pekerja dibayar sebelum keringatnya kering. Masya Allah.


Wallahu 'alam Bishowab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama