Geger Undang-undang Omnibus Law, Siapa yang Diuntungkan?




Oleh: Ika Mawarningtyas, S.Pd.

Analis Muslimah Voice 


Sebelum disahkan saja UU Cipta Kerja Omnibus Law sudah menuai banyak penolakan. Sekalipun pemerintah memberikan alibi, rakyat tak bergeming untuk menolaknya. Bahkan, jelang ketok palu hingga setelahnya, aksi penolakan masih terus digelar.


Dikutip melalui laman rmol.id, Didi Irawadi yang sudah tiga periode menjabat anggota DPR mengaku heran dengan rapat tersebut. Baginya, rapat kemarin adalah pengalaman tak terduga karena pimpinan DPR telah mengesahkan RUU yang sesat dan cacat prosedur. 


“Tidak ada selembar pun naskah RUU terkait Ciptaker yang dibagikan saat rapat paripurna tanggal 5 Oktober 2020 tersebut,” tuturnya kepada redaksi rmol.id, Kamis (8/10).


Anehnya, saat ketok palu tak ada draft final yang jelas, UU Omnibus Law yang telah disahkan DPR RI. Hal ini mengkonfirmasi beberapa hal sebagai berikut.


Pertama, pemerintah terkesan terburu-buru segera mengesahkan UU Omnibus Law. Entah atas dasar apa, UU yang menuai penolakan ini disahkan begitu cepat. Lumrah jika rakyat banyak yang kecewa hingga marah atas sikap para wakil rakyat. Tak hanya itu, rakyat pun mempertanyakan, sebenarnya mereka mewakili aspirasi rakyat mana?


Kedua, simpang siurnya halaman isi UU tersebut, seolah pemerintah sedang melakukan test the water (baca: uji coba). Ya, pemerintah terkesan membuat rakyat makin bingung, sebenarnya isi UU Omnibus Law Cipta Kerja seperti apa.


Sedihnya lagi muncul opini bahwa mereka yang melakukan unjuk rasa menolak UU Omnibus Law adalah korban hoaks. Memang benar, sebelum UU ini disahkan beredar 12 poin alasan UU ini harus ditolak. Anehnya pemerintah mengkonfirmasi bahwa 12 poin tersebut salah alias hoaks.


Klaim tersebut semakin membuat ketidakpastian dan ketidakjelasan isi UU Omnibus Law. Parahnya lagi, sampai ada yang ditangkap karena dianggap menyebarkan hoaks tentang UU Omnibus Law itu.


Ketiga, khalayak pun sempat menduga dan khawatir simpang siur halaman hingga isi memungkinkan ada pasal-pasal slundupan. Walaupun hal itu telah dibantah oleh wakil Ketua DPR RI.


Dari fakta di atas saja telah mengkonfirmasi demokrasi adalah suatu gagasan yang mencla-mencle alias munafik. Bagaimana bisa wakil yang dipilih untuk mewakili aspirasi rakyat ngotot tidak mau mendengarkan aspirasi yang diwakilinya. Wajar jika rakyat mempertanyakan sebenarnya mereka mewakili siapa?


Dilansir dari laman ekbis.sindonews.com (14/10/2020), gerombolan pengusaha batubara yang tergabung dalam Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) mengaku senang dengan dengan kehadiran UU Omnibus Law Cipta Kerja. Bagaimana tidak, kehadiran UU Sapu Jagad tersebut bakal membebaskan pengusaha batubara dari pembayaran royalti asalkan mampu meningkatkan hilirisasi.


"Ini merupakan langkah positif terkait keringanan royalti untuk hilirisasai. Kalau kita lihat hilirisasi yang dimaksud pengembangan batubara yang diolah menjadi gas," kata Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia di acara Market Review IDX Channel, Rabu (14/10/2020).


Kabar di atas semakin membenarkan bahwa UU ini bukan untuk rakyat, melainkan untuk memenuhi birahi para korporat. Karena dari kalangan buruh, mahasiswa, dan umat Islam menolak keras pengesahan UU tersebut. Oleh karenanya, banyak tokoh yang ingin Presiden segera menerbitkan Perppu untuk membatalkan UU Ciptaker Omnibus Law, seperti Direktur Pamong Institute Wahyudi Al Maroky, Dr. Andi Azikin yang tergabung dalam Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa, dan masih banyak lagi.


Hal ini bisa harusnya semakin menyadarkan, bahwa sudah tak ada gunanya lagi berharap pada demokrasi. Karena jelas bahwa demokrasi telah menipu rakyat mentah-mentah. Bukannya diterapkan aturan yang mensejahterakan semua, tapi malah hanya menguntungkan para golongan yang punya kepentingan.


Kesejahteraan dan keberkahan tidak akan datang dari demokrasi, karena sistem malah dijadikan alat untuk menuruti hawa nafsu penguasa yang rakus untuk zalimi rakyatnya. 


Oleh karena itu, sudah saatnya menyadari hanya dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah dalam naungan khilafah, keadilan dan kesejahteraan dapat diwujudkan. Masalah ketenagakerjaan, buruh, pengusaha, ekonomi akan diatur dengan adil. 


Selain itu dalam segala aspek kehidupan akan terwujud keadilan apabila menerapkan sistem yang berasal dari Yang Maha Menciptakan yaitu Allah SWT. Karena hanya Allah SWT yang Maha Tahu yang terbaik buat hamba-Nya.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama