Emansipasi, Layakkah Menjadi Solusi?

 



Oleh: Pannindya Surya Rahma Sari Puspita

Mahasiswi UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten


Apa Itu Emansipasi Wanita?


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), emansipasi adalah pembebasan dari perbudakan; persamaan hak dalam berbagai kehidupan masyarakat (seperti persamaan hak kaum wanita dengan kaum pria). Sedangkan emansipasi wanita adalah proses pelepasan diri para wanita dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah atau dari pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan untuk berkembang dan untuk maju. Dalam Cambridge Dictionary, emansipasi adalah proses memberi individu kebebasan dan hak sosial atau politik. Meski istilah emansipasi identik dengan emansipasi wanita, penggunaannya bisa meluas. Misal emansipasi orang kulit hitam terhadap rasisme di negara Barat. Artinya orang kulit hitam berusaha mendapatkan persamaan hak dalam berbagai kehidupan.


Mengutip European Institute for Gender Equality (EIGE), emansipasi wanita adalah proses, strategi dan berbagai upaya yang digunakan perempuan untuk membebaskan diri dari otoritas dan kontrol laki-laki dan struktur kekuasaan tradisional. Serta mengamankan kesetaraan hak bagi perempuan, menghapus diskriminasi gender dari undang-undang, lembaga dan pola perilaku dan menetapkan standar hukum yang akan mempromosikan kesetaraan penuh wanita dengan laki-laki. Emansipasi perempuan terkait erat dengan upaya atau skema sosial yang bertujuan membebaskan perempuan dari semua jenis perbudakan dan eksploitasi sosial, politik dan ekonomi. Istilah emansipasi perempuan pada umumnya digunakan untuk merujuk pada proses di mana perempuan pada umumnya dan perempuan miskin pada khususnya bisa mendapatkan akses dan kendali atas semua bentuk sumber daya di suatu negara. Emansipasi wanita adalah gerakan yang bertujuan untuk memastikan kebebasan pemenuhan diri dan pengembangan diri bagi perempuan, serta akses yang setara ke sumber daya domestik dan masyarakat.


Dilansir dari Oxford Reference, selain independensi bidang ekonomi, sosial dan kesetaraan perempuan, emansipasi bisa dipengaruhi oleh kekuasaan sentimen keagamaan tradisional di masyarakat mana pun yang cenderung menekankan citra wanita sebagai orang yang melahirkan keturunan. Keempat faktor tersebut (ekonomi, sosial, kesetaraan dan keagamaan) adalah elemen terpenting yang menjelaskan perbedaan posisi perempuan di berbagai negara. Di negara Afrika dengan sedikit industri, peran perempuan masih terbatas pada rumah dengan ketergantungan pada suami ditambah kekuatan agama seperti Kristen, Hindu dan Islam yang konservatif. Sebaliknya di negara-negara industri, emansipasi relatif maju meski belum lengkap sebab emansipasi bukan proses instan atau otomatis.


Emansipasi wanita adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk mendapatkan hak-hak yang sepatutnya didapatkan seorang wanita demi melepaskan diri dari status sosial yang rendah sehingga wanita memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki disegala bidang, seperti politik, pendidikan dan kesetaraan gender. Melansir berbagai sumber, istilah emansipasi wanita berarti wanita memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam segala aspek kehidupan. Hal yang perlu digaris bawahi adalah meskipun wanita memiliki kebebasan, ia juga perlu mengetahui kodratnya sebagai wanita. Pada dasaranya wanita dan laki-laki memiliki perannya masing-masing dalam menjalani kehidupan.


Sejarah Emansipasi Wanita


Emansipasi berkaitan dengan Perang Dunia yang menciptakan kondisi untuk terjadinya perubahan sosial, politik dan ekonomi yang menguntungkan wanita. Ketika laki-laki bertempur di garis depan, perempuan harus mengambil pekerjaan yang sebelumnya didominasi oleh-oleh laki-laki. Di bidang politik, emansipasi terkait dengan revolusi di negara-negara seperti Rusia Soviet setelah 1917, Eropa Timur dan Komunis China setelah 1945, Jerman pada 1918-1919, dan Turki pada 1922-192. Di antara negara-negara demokratis, negara-negara pertama yang memperkenalkan hak pilih perempuan adalah Selandia Baru (1893) dan Australia (1902). Di Amerika Serikat, perempuan mendapat hak pilih pada 1920. Di Eropa peran politik, sosial dan ekonomi perempuan berubah lebih bertahap. Perempuan mempunyai hak pilih di Inggris pada 1918 dan setara dengan laki-laki pada 1928. Swiss menjadi negara terakhir yang memberikan hak suara pada wanita di 1971. Di bidang hukum, sebagian besar negara demokrasi Barat hingga 1960-an dan 1970an. Misalnya fasilitasi dan perlakuan yang lebih adil terhadap perempuan dalam perceraian.


Begitu pula sejarah emansipasi wanita di Indonesia yang dicetus oleh R.A Kartini, sebagai pelopor kebangkitan wanita di pribumi. Namun pada sesi ini tidak akan membahas lebih jauh dan mendalam tentang sejarah emansipasi wanita, melainkan apakah emansipasi dapat menjadi solusi bagi kemerdekaan wanita.


Lantas bagaimana fakta gender itu sendiri di Indonesia? 


Posisi Indonesia di antara negara ASEAN lainnya dapat dilihat dalam laporan The Global Gender Gap Report (PDF). Dalam laporan Global Gender Gap Index 2020 yang dirilis Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF) yang diselenggarakan di Kota Davos, Swiss, 21-24 Januari 2020, menyebut Indonesia ada pada peringkat 85 dari 153 negara dengan skor 0,70. Angka tersebut mengartikan bahwa Indonesia sudah menyempitkan jarak kesetaraan gender kurang lebih 70 persen dalam empat sektor utama, yaitu pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan politik. Soal peringkat, Indonesia sebenarnya tidak mengalami perubahan dibandingkan tahun 2018. Bahkan, negeri ini masih tertinggal jauh dari negara Asia lainnya seperti Filipina di urutan 16, Laos di urutan 43, Singapura di urutan 54, dan Thailand di urutan 75.


Bagaimana Emansipasi wanita di dalam Islam


Di dalam islam tidak ada pembeda antara laki-laki dan perempuan kecuali pada apa yang dilakukan sebagai bentuk ketaatannya. Untuk itu, derajat perempuan dan laki-laki tidak bisa dibedakan kecuali Allah lah yang menilainya.


Wanita dan Laki-Laki Memiliki Kewajiban Taat Pada Allah


“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Taubah [9]: 71)


Di dalam Islam, wanita memiliki posisi yang sama di dalam masyarakat. Wanita dan Laki-laki dalam sudut pandang ini adalah orang-orang yang berkewajiban untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar,menjalankan rukun iman, rukun islam, fungsi agama dan mencegah kerusakan terjadi di masyarakat dengan perannya masing-masing. Wanita sama sebagaimana laki-laki berperan sebagai Hamba Allah untuk melaksanakan shalat dan zakat. Laki-laki atau pun perempuan tidak dibebankan tugas mengabdi kepada Allah secara berbeda. Semuanya memiliki porsi yang sama. Tentu dihadapan Allah perbedaan-nya hanyalah amalan dan pahala yang dilakukan.


Penentu Derajat di Sisi Allah adalah Amalannya


“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.” (QS. An Nisâ [4]: 124)


Dari ayat tersebut juga dijelaskan bahwa laki-laki dan wanita beriman akan masuk surga tanpa memandang perbedaan gender. Hal yang menentukan tentu hanya amalan baik yang dilakukan dan apa yang dilakukan selama hidup di dunia. Termasuk dalam hal mendapatkan pendidikan, bersosialisasi di masyarakat, mendapatkan kehidupan yang layak, turut serta membangun masyarakat adalah hal-hal yang tidak dibedakan antara laki-laki dan perempuan.


Peran dan Tugas Wanita Berbeda dengan Laki-Laki


Menghadapi tugas tersebut, tentunya laki-laki dan perempuan memiliki peran yang berbeda. Namun tidak dalam artian ada diskriminasi atau perbedaan derajat. Misalnya saja menjadi seorang istri yang membangun pendidikan anak, mengorganisir kebutuhan rumah tangga dan melaksanakan tugas-tugasnya di rumah, tidak berarti hal tersebut lebih rendah dibanding seorang laki-laki yang mencari nafkah di luar kantor. Sering kali orang-orang berpendapat bahwa ketika wanita di dalam rumah sama dengan tugas yang tidak berdampak apapun pada pembangunan masyarakat. Tentu saja tidak karena jika di rumah namun melakukan hal-hal yang produktif seperti mendidik anak, mengajari agama pada anak, mengelola rumah tangga, pasti akan mencaga keharmonisan dan keutuhan keluarga.


Ada beberapa golongan yang memandang bahwa emansipasi wanita adalah bentuk bahwa wanita adalah segala-galanya dan apapun yang dikehendaki wanita boleh untuk dilakukan termasuk kebebasan dalam kehidupannya. Di dalam Islam tentu bukan hal seperti itu yang diinginkan dan dimaksukan oleh Allah SWT. Emansipasi wanita dalam islam artinya mendudukkan wanita setara sebagaimana laki-laki, namun tidak bertentangan dengan fitrah atau kodrat wanita. Beberapa gologan berpendapat bahwa wanita bebas berekspresi sebagaimana ia ingin seperti laki-laki, tidak ingin melahirkan, tidak ingin mendapatkan haid, atau mungkin ingin menjadi laki-laki. Tentu kodrat perempuan tetaplah harus dijaga sebagaimana yang telah Allah berikan bukan justru merubahnya secara bebas tak terkendali.


Tujuan Penciptaan Manusia , Proses Penciptaan Manusia , Hakikat Penciptaan Manusia , Konsep Manusia dalam Islam, dan Hakikat Manusia Menurut Islam tentu hal-hal yang perlu dipahami oleh wanita untuk mengusung konsep emansipasi. Konsep ini yang mendasari bagaimana wanita bisa memahami kodrat dan peran yang ada dalam dirinya. Kewajiban Wanita dalam Islam , Kedudukan Wanita Dalam Islam , serta Peran Wanita Dalam Islam adalah hal yang juga perlu diketahui agar wanita dapat sesuai dengan fitrahnya yang telah diciptakan oleh Allah SWT. Untuk itu emansipasi wanita dalam islam berarti bahwa wanita memiliki kesempatan, kedudukan, dan tentu derajat yang sama dengan lelaki. Perbedaannya hanyalah pada perannya saja. Masing-masing saling melengkapi dan menyeimbangkan. Tidak ada yang unggul dan tidak ada yang lebih rendah. Semuanya hanyalah Makhluk Allah yang penuh dengan kekurangan.


Apakah Emansipasi, Solusi Bagi Kemerdekaan Wanita?


Mengingat bahwa maksud dari emansipasi untuk menyamaratakan posisi atau derajat antara laki-laki dan wanita. Menyamaratakan pula hak serta kewajiban antara laki-laki dan wanita, padahal qodha nya seorang wanita dengan laki-laki berbeda dalam segi tanggung jawab juga amalan. Maka tanpa emansipasi wanita di dalam Islam sudah dikatakan merdeka, sejak Rasulullah mensyiarkan Islam ke penjuru Arab perbudakan bagi kaum wanita sudah dihapuskan, sebab Islam betul-betul memuliakan wanita, bahkan di dalam hadist dikatakan Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.'” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548).


Ibu adalah seorang wanita, dalam penyebutan di dalam hadist pun hingga 3 kali diucapkan oleh Rasulullah, ini menunjukan bahwa posisi ibu (wanita) di dalam Islam 3 tingkatan lebih mulia disbanding ayah (laki-laki). Tanpa perlu menyongsong gerakan emansipasi, Islam sudah jelas memuliakan wanita, melindungi kehormatannya seperti kisah wanita pada masa Al-Mu’tashim Billah, Pada tahun 837, al-Mu’tasim Billah menyahut seruan seorang budak muslimah dari Bani Hasyim yang sedang berbelanja di pasar yang meminta pertolongan karena diganggu dan dilecehkan oleh orang Romawi. Kainnya dikaitkan ke paku sehingga ketika berdiri, terlihatlah sebagian auratnya. Wanita itu lalu berteriak memanggil nama Khalifah Al-Mu’tashim Billah dengan lafadz yang legendaris: “waa Mu’tashimaah!” yang juga berarti “di mana kau Mutashim…tolonglah aku!”


Setelah mendapat laporan mengenai pelecehan ini, maka sang Khalifah pun menurunkan puluhan ribu pasukan untuk menyerbu kota Ammuriah (Turki). Seseorang meriwayatkan bahwa panjangnya barisan tentara ini tidak putus dari gerbang istana khalifah di kota Baghdad hingga kota Ammuriah (Turki), karena besarnya pasukan. Catatan sejarah menyatakan bahwa ribuan tentara Muslim bergerak di bulan April, 833 Masehi dari Baghdad menuju Ammuriah. Kota Ammuriah dikepung oleh tentara Muslim selama kurang lebih lima bulan hingga akhirnya takluk di tangan Khalifah al-Mu’tasim pada tanggal 13 Agustus 833 Masehi. Sebanyak 30.000 prajurit Romawi terbunuh dan 30.000 lainnya ditawan. Pembelaan kepada muslimah ini sekaligus dimaksudkan oleh khalifah sebagai pembebasan Ammuriah dari jajahan Romawi.


Namun berbeda wanita dalam bungkus sistem Kapitalisme, wanita dijadikan sebagai Komoditas merupakan sesuatu yang mudah untuk diperdagangkan. Seperti yang sering kita temui bahwa iklan di televisi, majalah, Instagram dan sebagainya, selalu menjadikan perempuan sebagai media promosi, memberikan pengertian bahwa perempuan yang cantik itu adalah perempuan yang putih, tinggi, langsing dan untuk mewujudkannya maka harus membeli produk-produk yang diiklankan. Apabila tidak memenuhi kriteria yang dtampilkan di media maka dia tidak dianggap cantik. Sebenarnya, menjadikan diri putih, langsing itu merupakan sebuah pilihan. Hal tersebut akan bermasalah apabila memaknai dan mendefinisikan kecantikan terlalu sempit dengan harus memakai produk-produk tertentu (Sulaiman, 2018).


Lebih jauh lagi, hadirnya industrialisasi membuat masyarakat menjadi semakin konsumtif dengan produk-produk yang memikat. Alhasil banyak perempuan yang menjadi pekerja migran untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Ketika perempuan menjadi pekerja migran, tidak selalu fungsi pengasuhan di keluarganya berjalan dengan baik lantaran tidak ada dukungan dari suami dan anggota keluarga lainnya sehingga semakin rentan rumah tangga tersebut mengalami konflik. Pemerintah sering membanggakan pendapatan yang masuk dari buruh migran perempuan, dan berpendapat bahwa hal ini akan berkontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi negara. Buruh migran perempuan banyak mendapatkan perlakukan kasar dari majikan, penganiayaan, perkosaan hingga pembunuhan. Pemerintah memperlakukan rakyatnya sebagai sumber pendapatan negara, bertransaksi dengan rakyat sebagai regulator semata, bukan sebagai pelindung, pengayom, dan penanggung jawab nasib setiap individu warga negaranya (Falah, 2012).


Sangat diperlukan pengawasan dan tinjauan ulang kepada beberapa industri yang ada di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang ketenagakerjaan yang sudah dibentuk. Selain itu, perlu adanya pengetahuan yang ditujukan kepada buruh agar lebih paham mengenai permasalahannya dan apa yang harus dilakukan karena kebanyakan buruh perempuan tidak menyadari dan tidak mengetahui posisi dan haknya.


Maka, solusi kemerdekaan bagi wanita bukan terletak pada emansipasi, melainkan pada perubahan sistem yang mampu menjaga, melindungi serta memuliakan wanita. Bukan terus mempertahankan sistem yang fakta nya tak mampu menjadi perisai bagi wanita,namun dunia harus melakukan perubahan aturan dari aturan buatan manusia beralih kepada aturan yang berasal dari Allah SWT, apalagi kalau bukan aturan dan sistem Islam, maka solusi terbaik adalah mengganti sistem cacat dengan sistem semprna, yaitu Islam rahmatan lil’alamin.[]

#Emansipasi 

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama