Pakta Integritas, Solusi atau Otoriter?

 


Oleh: Ummu Syanum (Anggota Komunitas Setajam Pena)


Ditengah wabah yang tidak tahu kapan usai, kebijakan-kebijakan pun tarik ulur dan semakin ngawur. Hal ini membuat permasalah tidak selesai tapi justru kian bertambah.


Di dunia pendidikan lagi-lagi membuat publik terheran-heran oleh munculnya kebijakan yang terkesan otoriter. Yaitu kebijakan yang diambil oleh Dewan Rektrorat salah satu kampus ternama, Universitas Indonesia (UI).


Universitas Indonesia (UI) saat ini sedang menimbulkan spekulasi mengenai Pakta Integritas bagi mahasiswa baru angkatan tahun 2020. Calon mahasiswa baru Universitas Indonesia (UI) diharuskan menandatangani lembar Pakta Integritas diatas materai mulai tahun ini (kompas.com 9/9/2020).


Kepala Kantor Humas dan Keterbukaan Informasi Publik UI, Amelita Lusia membenarkan bahwa berkas itu menjadi salah satu syarat wajib calon mahasiswa baru. Persyaratan ini baru dimulai pada tahun ajaran kali ini. Dalam lembar Pakta Integritas yang diterbitkan pihak Rektrorat tersebut, pelanggaran terhadap ketentuan berakibat sanksi maksimum pemberhentian sebagai mahasiswa.


Melansir dari Kompas.com, dalam Pakta Integritas terdapat  13 poin yang tidak boleh dilanggar mahasiswa sejak ditetapkan sebagai mahasiswa UI tersebut, ada dua poin yang cukup kontroversial dan terkesan dipaksakan.


Dimana ada di poin 10 yang berisikan "dilarangnya para mahasiswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan kelompok atau organisasi yang tidak mengantongi izin resmi pimpinan fakultas/universitas".


Lalu berikutnya ada di poin 11 dimana dalam isi pakta Integritas tersebut, "Tidak melaksanakan dan /atau mengikuti kegiatan yang bersifat kaderisasi/ orientasi studi/ latihan/ pertemuan yang dilakukan oleh sekelompok mahasiswa atau organisasi kemahasiswaan yang tidak mendapat izin resmi dari pimpinan fakultas dan/ atau pimpinan Universitas Indonesia".


Tidak khayal jika kebijakan seperti itu terkesan begitu dadakan dan sangat dipaksakan. Seharusnya, bukankah aktif dalam sebuah organisasi diluar kampus bisa menjadi wadah dalam berpartisipasi untuk menuangkan ide-ide dan gagasan para mahasiswa? Hal itu sebagai penerapan keilmuan yang diterimanya ditengah-tengah masyarakat tanpa harus mengantongi izin resmi dari fakultas tempatnya belajar.


Seharusnya sudah menjadi tugas kampus atau universitas untuk memberikan kesempatan dan kemudahan bagi insan akademisnya dalam mempraktikkan keilmuannya secara bebas dan benar. Yang diharapkan mampu menuntun kehidupan manusia menjadi lebih baik dan peduli atas segala permasalahan umat. 


Dengan adanya peraturan baru terkait hak berorganisasi terhadap mahasiswa akan dapat berpotensi membungkam  kekritisan mahasiswa.


Miris, jika gerakan mahasiswa sebagai agen perubahan dan salah satu pilar untuk mengontrol pemerintahan cenderung dikekang dan dibatasi. Keberadaan mahasiswa di sistem demokrasi yang beraroma otoriter, bak robot yang harus tunduk dan patuh dengan apa yang diperintahkan rezim.


Ketakutan para penguasa semakin nyata, terhadap keberadaan organisasi-organisasi diluar kampus dimana keberadaan mahasiswa yang secara sukarela melibatkan diri didalamnya. Atas nama radikalisme, intoleran, dan sebagainya, kampus banyak membungkam suara kritis mahasiswa.


Fakta bahwa mahasiswa dan akademis/universitas adalah salah satu elemen masyarakat yang tidak bisa dipisahkan dari politik. Sejatinya, semua berawal dari terciptanya sekularisme di dalam mayoritas lingkungan kampus. Tatkala ketika sebagian besar mahasiswa hanya menginginkan akan terpuaskan hidup dan segala macam keinginan dalam zona kenyamanan yang ada.


Sungguh berbeda jika dibandingkan dengan sistem pendidikan Islam. Islam menolak keras sekularisasi dalam sistem pendidikannya. Sistem pendidikan dalam Islam ditopang kuat oleh sistem kurikulum yang berbasis akidah dalam setiap jenjangnya. Sehingga mampu melahirkan para mahasiswa yang berintegritas tinggi. Memberikan mereka kebebasan dalam mengemban ilmu dan menyampaikan gagasan dan aspirasinya untuk negeri ini. Bukan malah membatasi peran mahasiswa dalam berorganisasi, yang justru dapat melumpuhkan integritas dan peran mereka sebagai agen perubahan umat.

Wallahua'lam bish-shawab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama